Menuju konten utama

OTT Bupati Indramayu & Deretan Korupsi di Proyek Infrastruktur

Berdasarkan penelusuran Tirto, korupsi terkait proyek infrastruktur yang ditangani KPK dalam dua tahun terakhir setidaknya ada sembilan kasus.

OTT Bupati Indramayu & Deretan Korupsi di Proyek Infrastruktur
Bupati Indramayu, Jawa Barat, Supendi saat memberikan keterangan kepada awak media, Senin (15/4). ANTARA/Khaerul Izan

tirto.id - Operasi Tangkap Tangan KPK terhadap Bupati Indramayu Supendi dan sejumlah pejabat Dinas Pekerjaan Umum Senin malam - Selasa dini hari (15/9/2019) menambah panjang deretan kasus korupsi di sektor infrastruktur.

Direktur Visi Integritas, Ade Irawan mengatakan, sektor ini memang paling rawan korupsi ketimbang sektor lain seperti pertanian dan pendidikan.

Selain anggaran jumbo, pengadaan barang dan jasa dalam proyek infrastruktur yang minim pengawasan menjadi pangkal masalah korupsi di Kementerian PUPR maupun Dinas PU.

"Dari mulai penganggaran, dilanjutkan pas proses tender, biasanya akan formalitas, Karena pemenang sudah ditentukan sebelumnya. Lalu pas implementasi proyek, maka proyek dikorupsi. Cara umum mark up, spesifikasi barang dibuat rendah," ucap Ade saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (15/10/2019).

Korupsi di sektor ini, menurut dia, juga merugikan negara dua kali lipat. Pertama karena kualitas proyek bisa turun akibat adanya kongkalikong dalam kontrak pembangunan; dan kedua hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

"Pada taraf tertentu ini membuat orang enggan menyetorkan pajaknya ke negara," imbuh mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.

Tren kerugian negara dari korupsi infrastruktur juga cenderung meningkat seiring dengan gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pusat dan daerah.

Pada 2016-2017 misalnya, kerugian akibat korupsi proyek infrastruktur meningkat dari Rp680 miliar menjadi Rp1,7 triliun dengan nilai suap Rp34 miliar.

Lantas apa saja kasus korupsi terkait infrastruktur yang jadi sasaran OTT KPK sebelumnya?

Berdasarkan penelusuran Tirto, setidaknya ada sembilan kasus suap proyek infrastruktur yang melibatkan bupati, wali kota, pejabat Kementerian PUPR, serta Dinas PU dalam dua tahun terakhir.

Pertama, suap yang melibatkan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhamad Samahudi Anwar pada Juni 2018. Dua kepala daerah itu ditetapkan tersangka atas dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Tulungagung dan Blitar.

Syahri diduga menerima imbalan atas proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan di Tulungagung, sementara Samahudi menerima suap terkait ijon proyek sekolah lanjutan pertama di Blitar.

Kedua, ditetapkannya Bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan, sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pembangunan jalan di Lampung Selatan.

KPK juga menetapkan 11 orang lainnya sebagai tersangka, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lampung Selatan Anjar Asmara.

Ketiga, OTT Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap terkait proyek-proyek di area Labuhanbatu tahun anggaran 2018. Pada April lalu, Majelis Hakim Tipikor Medan yang diketuai Erwan Effendi, memutuskan menghukum Pangonal selama 7 tahun penjara dan membayar denda Rp200 juta atau subsider dua bulan.

Keempat, OTT Bupati Pakpak Barat, Remigo Yolando Berutu yang diduga menerima uang dari imbalan proyek pengadaan di Dinas PUPR melalui perantara yang bertugas mengumpulkan uang dari mitra proyek.

Total uang yang diterima Remigo, berdasarkan keterangan KPK saat itu, mencapai Rp500 juta.

Kelima, OTT di Lingkungan Kementerian PUPR terkait Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada 29 Desember 2018.

Dalam OTT pejabat Kementerian PUPR, KPK menyita uang sebanyak SGD 25 ribu dan Rp 500 juta serta sekardus uang.

Keenam, ditetapkannya Bupati Kab. Mesuji, Khamami sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek infrastruktur Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Khamami diduga menerima uang senilai Rp1,28 miliar dari pemilik PT Jasa Promix Nusantara dan PT Sicilia Putri.

Ketujuh, terjaringnya Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta, Eka Safitra, dalam OTT KPK pada Agustus 2019 lalu. Eka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta.

Kedelapan, kasus dugaan penerimaan suap proyek pembangunan jalan di Muara Enim. Bupati Muara Enim, Ahmad Yani, terjaring dalam OTT KPK dan ditetapkan tersangka pada 2 September lalu. Ia diduga menerima suap sebesar Rp13,4 miliar.

Terakhir, OTT Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara atas dugaan suap terkait proyek di Lampung Utara.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyebut, setidaknya Agung tiga kali menerima suap. Pertama pada bulan Juli 2019 sebesar Rp600 juta, Kedua, pada akhir September sekitar Rp50 juta dan terakhir sekitar Rp350 juta pada 6 Oktober lalu.

Selain Bupati Lampung Utara, lima orang lain termasuk orang kepercayaan bupati juga turut ditetapkan sebagai tersangka. Lima orang itu adalah Raden Syahril; Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Syahbuddin; dan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara Wan Hendri; pengusaha Chandra Safari, dan pengusaha, Hendra Wijaya Saleh.

Baca juga artikel terkait OTT KPK BUPATI INDRAMAYU atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz