Menuju konten utama

Organisasi HAM Asal Belasan Negara Bentuk Aliansi Antipenyiksaan

Sejumlah organisasi HAM dari belasan negara di Asia membentuk aliansi untuk melawan praktik kekerasan dan penyiksaan, terutama yang dilakukan oleh aparat negara.

Organisasi HAM Asal Belasan Negara Bentuk Aliansi Antipenyiksaan
(Ilustrasi) Jaringan solidaritas korban untuk keadilan (jskk) melakukan aksi kamisan ke-452 di depan istana negara, kamis, (21/7/2017). Mereka menuntut pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran ham berat masa lalu dan menolak wiranto menjadi menkopolhukan. tirto/andrey gromico.

tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama LBH Jakarta dan 20 organisasi pembela hak asasi manusia (HAM) dari 11 negara membentuk Aliansi Antipenyiksaan se-Asia.

Aktivis HAM Haris Azhar menjelaskan aliansi ini berawal dari inisiatif KontraS mengajak 20 organisasi dari 11 negara untuk melakukan gerak bersama mengenai persoalan kekerasan dan penyiksaan di Asia.

"Ini manifestasi dari kesadaran bahwa ada banyak praktik kekerasan yang makin sering terjadi di berbagai negara. Praktik kekerasan itu dilakukan oleh aktor negara terutama polisi, atau petugas LP [Lembaga Pemasyarakatan], atau juga militer di berbagai negara," kata Haris saat peluncuran aliansi tersebut di Cikini, Jakarta pada Selasa (24/4/2018).

Menurut Haris, aliansi tersebut dibentuk karena tindakan kekerasan oleh aparat negara menjadi akar dari banyak kasus pelanggaran HAM.

"Kalau Anda lihat dalam penegakan hukum ada penyiksaan, di pengambilan lahan ada praktek kekerasan, di chaotic politic atau demokrasi yang ringkih itu ada kekerasan," kata mantan koordinator KontraS tersebut.

Selain dilakukan oleh aparat negara, menurut Haris, tindakan kekerasan juga bisa dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan ke kelompok minoritas. Dia menambahkan praktik kekerasan dan penyiksaan bisa terus berulang karena masyarakat masih mentolerir tindakan itu.

"Jadi orang memberikan tiket gratis kepada pemimpin di negaranya untuk berbuat seenaknya saja," kata Haris.

Koordinator KontraS Yati Andriyani menambahkan isu terkait keagamaan menjadi salah satu faktor pemicu utama banyaknya kasus kekerasan dan penyiksaan di berbagai negara di Asia.

"Di Aceh, misalnya, cambuk sebagai hukuman yang kejam masih dilakukan atas dasar agama, lalu pemotongan genital perempuan itu juga dianggap sebagai bagian dari keyakinan. Itu kita sebut ada masalah keagamanaan yang berdampak pada penyiksaan," kata Yati.

Dia menilai tindakan kekerasan dan penyiksaan juga masih menjadi hal yang lazim di banyak negara Asia karena proses hukum dan peradilan masih koruptif dan tidak independen.

"Ini amat berhubungan dengan penyiksaan jadi sesuatu yang biasa dan tidak bisa diselesaikan," kata Yati.

Karena itu, dia mengimbuhkan, Aliansi Antipenyiksaan se-Asia akan segera meluncurkan laman antitortureasia.org sebagai pusat informasi dan konsolidasi menyikapi kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan di berbagai negara.

Selain itu, Yati menyatakan aliansi ini pun akan memperluas komunikasi dengan organisasi HAM lainnya di Asia. Aliansi tersebut juga akan memberikan perhatian khusus ke sejumlah wilayah di Asia yang menjadi lokasi terjadinya banyak kasus kekerasan dan penyiksaan.

Baca juga artikel terkait AKTIVIS HAM atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom