Menuju konten utama

Orang-Orang Jawa di Kaledonia

Inilah sejarah keberadaan 7000an orang Jawa atau keturunan Jawa yang tinggal di Kaledonia Baru.

Orang-Orang Jawa di Kaledonia
Kelompok musik Cempuling sedang membawakan lagu menghibur tamu di Selangor, Malaysia, Kamis (1/12). Kelompok musik Cempuling ini merupakan kelompok musik yang memainkan musik Jawa yang dibawakan oleh keturunan Jawa yang berwarga negara Malaysia, mereka adalah generasi ke empat masyarakat Jawa ke Malaysia. ANTARA FOTO/Yuli Seperi.

tirto.id - Kaledonia Baru atau New Caledonia memang masih asing di telinga sebagian besar orang Indonesia. Letaknya di sebelah timur Benua Australia, berada di sisi selatan Samudera Pasifik dan sebelah utara Selandia Baru. Jika menggunakan pesawat, dibutuhkan waktu tempuh 3 jam dari Sydney. Jika ditarik garis lurus antara Jakarta dan Noumea, ibukota Kaledonia Baru, terbentang jarak sekitar 6600an kilometer.

Nama Kaledonia diciptakan penjelajah Inggris, James Cook, orang Eropa pertama yang menjejakkan kaki di sana. Cook tiba di Kaledonia Baru pada 4 September 1774. Nouvelle Caledonie atau New Caledonia atau Kaledonia Baru merupakan pulau utama di kawasan tersebut. Ada juga kepulauan lainnya yakni Loyalty di sebelah timur Kaledonia Baru.

Pada 1853, pemerintah Prancis mengambil alih wilayah tersebut. Prancis kemudian mendatangkan penduduk Eropa guna mengeksplorasi sumber daya alam di sana. Kini, Kaledonia Baru berstatus wilayah dengan hak otonomi khusus dalam Republik Prancis.

Cara Orang Jawa Mencapai New Caledonia

Ketika Prancis mengirim orang Eropa untuk mengeksplorasi sumber daya alam di Kaledonia Baru, hampir bersamaan mereka juga mendatangkan pekerja asing ke wilayah tersebut. Salah satunya dari Jawa. Pengiriman buruh itu terjadi dalam beberapa tahap.

Pengiriman pertama tercatat sebanyak 170 orang pekerja pada 16 Februari 1896. Hari itu kemudian diperingati sebagai hari pertama orang Jawa menginjakkan kaki di Kaledonia Baru. Pengiriman pekerja itu dilakukan atas dasar kesepakatan Prancis-Belanda.

Pada periode berikutnya, antara 1933 hingga 1939, sekitar lebih dari 7.800 pekerja asal Hindia Belanda kembali dikirim ke sana. Para pekerja tersebut datang dengan status kontrak selama lima tahun dan dipekerjakan di kawasan perkebunan, pertambangan dan juga rumah tangga.

Berdasarkan laporan dari Konsulat Jenderal Indonesia di Kaledonia Baru, sepanjang 1896 hingga 1949, pengiriman pekerja dari Jawa mencapai sekitar 19.510 orang. Jumlah yang sangat besar tersebut diangkut menggunakan sekitar 87 kapal. Tak lama kemudian Indonesia mendirikan Konsulat RI di Noumea pada 15 Mei 1951.

Namun pada 1952 hingga 1955, terjadi kepulangan massal orang-orang Jawa dari Kaledonia Baru. Pada tahun tersebut jumlah orang Jawa hanya tersisa sekitar 2.000 orang saja, padahal pada akhir 1940 masih terdapat sekitar 20.000 orang keturunan Jawa.

Setelah kepulangan massal ke Indonesia, tak semua benar-benar menetap di Indonesia. Ada yang kemudian memutuskan untuk kembali. Menurut Djintar Tambunan yang menjadi pemborong bangunan di sana, kloter terakhir pengiriman pekerja dengan sistem kontrak dari Indonesia ke Kaledonia Baru terjadi pada 1970.

"Saya datang ke sini pada 1970, saat pertambangan sedang marak lewat kontrak yang sudah disahkan oleh Departemen Tenaga Kerja," kata Djintar seperti dikutip Antara.

Pada akhir 1969 hingga awal 1970 tersebut, lebih dari seribu orang Indonesia datang ke sana khususnya untuk membangun jembatan Nera di Cote Ouest, jembatan di Cote Est dan menara St. Quentin di Magenta.

Hingga saat ini tercatat lebih dari 7000 orang penduduk Kaledonia Baru merupakan keturunan Jawa. Namun yang masih mengaku sebagai keturunan Indonesia hanya sekitar 3,851 orang. Sementara sisanya mengaku sebagai orang Kaledonia. Selain itu, terdapat sekitar 355 orang yang tercatat sebagai warga negara Indonesia di wilayah tersebut.

Mereka mencapai 2,5 persen dari total populasi di wilayah tersebut. Bahasa Jawa ngoko diketahui menjadi bahasa sehari-hari hingga generasi ke-empat pada masa kini, yang kemudian dilanjutkan dengan penyebaran Bahasa Indonesia sejak dekade 1970-an.

Eksistensi penduduk keturunan Jawa di wilayah tersebut dapat dilihat dari adanya pengakuan terhadap warisan bangsa Indonesia dengan didirikannya tugu peringatan 100 tahun kedatangan orang Indonesia di daerah Vallon du Gaz, Baei de l’Orphelinat (1996) dan di kota-kota lainnya seperti La Foa, Farno, Bourail, dan Kone. Tugu peringatan itu dibangun oleh pemerintah setempat.

Infografik Kaledonia

Agen Bahasa dan Budaya Indonesia

Keberadaan orang-orang Jawa di Kaledonia Baru dianggap sebagai aset penting bagi Indonesia. Hal itu tak lepas dari posisi mereka yang dapat menjadi medium penyebaran bahasa serta budaya Indonesia. Mereka dapat menjadi perekat diplomatik antara Indonesia dan Kaledonia Baru.

Penggunaan bahasa Indonesia di wilayah tersebut sudah mulai berkembang sejak gelombang pertama kedatangan pekerja asal Jawa. KJRI juga menyelenggarakan kursus bahasa Indonesia dengan menggunakan bahasa Prancis sebagai pengantar. Kursus bahasa Indonesia ternyata banyak diminati orang Kanak (penduduk bumiputera), warga keturunan Prancis hingga Vietnam. Selain untuk kebutuhan komunikasi, bahasa Indonesia juga dipelajari sebagai kebutuhan saat berlibur ke Indonesia.

Keturunan Jawa atau Indonesia di sana juga membentuk komunitas bernama Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya (PMIK). Tujuannya untuk melestarikan dan mempromosikan budaya Indonesia bersama KJRI setempat.

Salah seorang yang kerap mempromosikan budaya Indonesia di Kaledonia Baru adalah Roesmaeni Sanmohammad yang menjadi anggota parlemen di sana. Ia aktif melestarikan seni tari Jawa kreasi baru dan pernah belajar tari Jawa di Padepokan Bagong Kusudihardjo, Yogyakarta. Bekal tersebut ia gunakan untuk mempromosikan Indonesia.

Bagian dari Rencana Strategis Indonesia (2015-2019)

Keberadaan keturunan Jawa secara tak langsung mempengaruhi politik luar negeri Indonesia terhadap wilayah tersebut. Meski sebagian besar penduduk Indonesia masih asing dengan Kaledonia Baru, namun pemerintah Indonesia tengah melancarkan Rencana Strategis Indonesia di Kaledonia 2015-2019.

Pada awalnya kepentingan Indonesia di wilayah tersebut hanya sebatas keberadaan migran asal Jawa dan keturunannya. Seiring berjalannya waktu, kepentingan Indonesia mulai meluas di pada peningkatan hubungan ekonomi dan sosial budaya.

Keberadaan penduduk keturunan Jawa dimanfaatkan sebagai aset soft power diplomacy di wilayah tersebut. Mereka didorong untuk mendukung kepentingan nasional Indonesia dengan mendukung tugas KJRI setempat. Mulai dari promosi sosial budaya, ekonomi hingga memantau perkembangan politik setempat.

Selama beberapa tahun terakhir, kerja sama ekonomi Indonesia dan Kaledonia Baru pun meningkat. Total perdagangan Indonesia dengan wilayah tersebut mencapai 13,49 juta dolar AS pada 2013. KJRI bahkan memperkirakan nilai perdagangan Indonesia akan terus meningkat. Semua tak lepas dari penduduk Kaledonia Baru keturunan Jawa.

Baca juga artikel terkait DIASPORA atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Zen RS