Menuju konten utama

Optimisme Nasib Buruh RI di Tengah Terjangan Robotisasi dan PHK

Di tengah badai gelombang PHK dan ancaman penerapan AI, kondisi lapangan kerja di Indonesia masih cukup kokoh.

Optimisme Nasib Buruh RI di Tengah Terjangan Robotisasi dan PHK
Header Buruh Artifisial. tirto.id/Fuad

tirto.id - Pada akhir April kemarin, forum ekonomi dunia (World Economic Forum/WEF) baru saja merilis hasil studi terkait prospek pekerjaan di masa depan.

Laporan tersebut menggarisbawahi bahwa hingga tahun 2027 sekitar 83 juta lapangan kerja diprediksi akan hilang dengan gejolak paling tinggi dialami oleh industri transportasi, media dan hiburan, olahraga, dan pasokan (supply-chain).

Lebih lanjut, reportase Bloomberg juga mengamini kondisi tersebut. Gelombang PHK yang melanda berbagai belahan dunia diproyeksi belum reda setelah memasuki 2023.

Ini adalah awal tahun paling buruk sejak situasi serupa terjadi pada 2009 silam pasca krisis moneter. Dalam enam bulan terakhir, para eksekutif lintas sektor telah memecat hampir setengah juta karyawannya.

Kurun Oktober 2022-Maret 2023, Amazon.com Inc telah memberhentikan nyaris 30.000 orang pekerja. Sedangkan Meta Platforms Inc tercatat menyingkirkan setidaknya 21.000 orang. PHK besar-besaran juga diterapkan Philips, Microsoft, Alphabet, Ikea, Royal Mail hingga Central China Real Estate Group.

Di dalam negeri, gelombang PHK konon melanda nyaris satu juta orang sepanjang 2022. Sebab, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat terdapat 998.882 orang yang mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) pada tahun lalu. Biasanya, JHT dicairkan oleh karena alasan PHK maupun pensiun.

“Jadi kalau lihat data klaim JHT memang di situ jelas ada, 2022 ya sekitar 998.882 orang kalau lihat datanya, itu kan plus minus ya. Jadi kalau pakai JHT seperti itu," Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadly Harahap dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (14/2/2023).

Ancaman AI Memperburuk Kondisi Buruh

Sebenarnya, berdasarkan hasil laporan WEF, jumlah lapangan pekerjaan bersih yang akan hilang hanya sebanyak 14 juta lapangan kerja. Hal ini dikarenakan akan ada peningkatan lapangan kerja untuk jabatan struktural sekitar 69 juta pekerjaan.

Meskipun demikian, informasi tersebut juga menyorot fakta baru. Secara tidak langsung hasil studi menyimpulkan lapangan kerja yang hilang umumnya akan dialami oleh level staf dan buruh. Mengapa demikian?

Pasalnya, pada level pekerjaan itulah otomatisasi dan pemanfaatan kecerdasan buatan (Artifial Intellegence/AI) paling banyak diterapkan perusahaan untuk efisiensi biaya. Terlebih lagi di tengah isu resesi yang masih melanda perekonomian global.

Infografik Buruh Artifisial

Infografik Buruh Artifisial. tirto.id/Fuad

Laporan WEF menyampaikan bahwa kecerdasan buatan akan diadopsi oleh setidaknya 75% perusahaan yang disurvei, dimana sepertiga perusahaan yang mengadopsi AI meyakini keputusan tersebut akan mengakibatkan hilangnya lapangan pekerjaan.

Ancaman AI yang akan mencuri lapangan pekerjaan di masa depan sudah terbukti. Belum lama ini, raksasa IT asal Amerika Serikat, IBM, mengumumkan akan menangguhkan perekrutan karyawan untuk selanjutnya digantikan oleh AI.

Merujuk Business Insider, jenis pekerjaan yang diambil alih adalah pekerjaan yang tidak berhadapan langsung dengan pelanggan, dimana jumlahnya diprediksi mencapai 7.800 dalam kurun waktu 5 tahun ke depan.

Rapor Ekonomi RI Berkata Lain

Pada Jumat Minggu lalu (5/5/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi RI tumbuh 5,03% secara year on year (yoy) pada Triwulan I/2023. Angka itu berhasil mencatatkan nama Indonesia ke dalam daftar negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan pertama tahun ini.

Tak tanggung-tanggung, pertumbuhan ekonomi kita mampu mengungguli Tiongkok, Amerika Serikat (AS) hingga Jerman. Meski berfluktuasi, grafiknya tetap stabil di atas 5% selama enam kuartal terakhir.

“Jadi, bukan karena kita lima persen dalam enam kuartal berturut-turut menjadi business as usual, tetapi kita berhasil tumbuh di tengah ketidakpastian global dan kita lebih tinggi dari rata-rata negara lain,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dilansir dari Antara, Senin (8/5/2023).

Klaim Airlangga bukan bualan belaka. Faktanya, ekonomi Indonesia pada Triwulan I/2023 memang melaju di atas sederet negara-negara maju versi Bank Dunia. Tiongkok misalnya. Mengutip data China’s National Bureau of Statistics, pertumbuhan ekonomi mereka hanya 4,50% (yoy). Begitu pula dibanding AS yang tercatat cuma 1,1% (yoy), serta Jerman 0,2% (yoy).

Mengacu pada data BPS, seluruh lapangan usaha bergerak naik pada Triwulan I/2023. Tiga golongan yang mengalami lonjakan tertinggi adalah sektor transportasi dan pergudangan, lalu akomodasi dan makan minum, serta jasa lainnya. Masing-masing tumbuh 15,93%, lalu 11,55% dan 8,90%.

Akselerasi ketiganya ditopang oleh peningkatan mobilitas masyarakat, kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara serta penyelenggaraan ragam acara bertaraf nasional maupun internasional.

Sementara industri pengolahan, perdagangan dan pertambangan menjadi sektor yang paling berkontribusi pada Triwulan I/2023. Dari sisi pengeluaran, perekonomian Indonesia didongkrak oleh seluruh komponen utama. Mulai dari ekspor, impor hingga konsumsi rumah tangga.

Peningkatan lapangan usaha di atas tidak sekadar berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi juga terbukti berperan menyerap jumlah tenaga kerja di Indonesia.

Berdasarkan data BPS, lebih dari 138 juta penduduk RI tercatat bekerja pada Februari 2023, jumlahnya bertambah sebanyak 3 juta orang dalam kurun satu tahun terakhir. Selaras dengan kenaikan tersebut, angka pengangguran berkurang 0,4 juta orang sehingga totalnya kini sekitar 7,9 juta jiwa.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum merupakan lapangan yang paling banyak menyerap pekerjaan, jumlahnya mencapai 0,5 juta orang atau naik 0,2%. Sementara itu, yang mengalami penyusutan signifikan adalah sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.

“Pertumbuhan ekonomi makin baik, ini memberi dampak positif pada penurunan tingkat pengangguran terbuka,” ujar Deputi Bidang Neraca dan Analisa Statistik BPS Moh Edy Mahmud saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/5/2023).

Data di atas tentunya menjadi angin segar tersendiri bagi kalangan buruh di Indonesia. Buktinya, jumlah pengangguran berhasil turun meskipun tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melanda banyak perusahaan, baik di dalam maupun luar negeri.

Baca juga artikel terkait PHK BURUH atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas