Menuju konten utama
Misbar

One Piece Film: Red, Musik, Tragedi, dan Semarak Semesta One Piece

One Piece Film: Red rilis bertepatan dengan sejumlah tonggak penting dalam saga bajak laut Topi Jerami. Semarak dan mencoba terus relevan dengan kekinian.

One Piece Film: Red, Musik, Tragedi, dan Semarak Semesta One Piece
One Piece Film: Red. FOTO/IMDB/Toei Company

tirto.id - Animo publik terhadap film One Piece rasanya tak pernah setinggi ini. Ketika saya menontonnya di bioskop lokal, One Piece Film: Red (selanjutnya ditulis Red) telah meraih status sebagai film One Piece dengan pendapatan kotor tertinggi dan rekor-rekor lainnya.

Wajar saja, kehadiran feature film One Piece ke-15 yang diproduksi Toei Animation itu bertepatan dengan sejumlah tonggak pencapaian kisah bajak laut rekaan Eiichiro Oda itu. Red diumumkan seiring perayaan episode ke-1.000 seri anime-nya. Perilisannya di tahun ini sekaligus bertepatan dengan 25 tahun penerbitan seri manga-nya.

Ada beragam faktor di balik antusiasme besar terhadap Red. One Piece sebagai salah satu judul buku terlaris dunia sekaligus manga terlaris sepanjang masa jelas punya fanbase yang kuat. Selain itu, Red bakal menyingkap misteri salah satu karakter terpopulernya "Si Rambut Merah" Shanks—meski tak dianggap kanon.

Tak ada karakter dalam karya-karya fiksi seperti Shanks. Selama 25 tahun, salah satu kaisar lautan itu hanya muncul sesekali, belum pernah ditampilkan bertarung, tapi tetap menjadi salah satu karakter paling digemari. Kiprahnya selalu dinanti, mulai dari saat masih disapa "Jeki" dalam sulih suara TV lokal hingga akhirnya dia kini mulai bergerak serius jelang saga terakhir One Piece.

Di antara sedikit hal yang dibocorkan Toei selama masa promosi, ada Uta, karakter utama film, yang disebut-sebut sebagai putri Shanks. Berbagai teori fan sontak bermunculan, dari yang serius hingga lelucon yang menyebut Shanks dan awaknya sebagai deadbeat dads.

Tsutomu Kuroiwa didapuk menjadi penulis naskah Red, sementara Gorō Taniguchi yang disebut Oda sebagai "orang pertama yang menganimasikan Luffy" bertugas sebagai sutradara. Oda sendiri turun langsung sebagai produser eksekutif, desainer karakter, sekaligus script reviewer.

Menilik dari sekian judul film One Piece sebelumnya, normal untuk berasumsi bahwa Luffy cs. bakal bertindak sebagai "bajak laut baik" sebagaimana mestinya. Red juga bakal bermuatan karakter-karakter yang perlu pertolongan, villain yang kelewat besar untuk dijejalkan ke dalam kanon hari ini, dan tentunya, kisah tragis.

Kita juga bisa berekspektasi akan adanya "eksperimen", hal-hal yang tak bakal hadir dalam seri manga bahkan filler anime-nya.

Uta dan Dunia Baru nan Utopis

Eksperimen itu adalah musik. Dalam materi sumbernya, musik kerap dihadirkan, baik dalam pertunjukan maupun melalui karakter-karakter yang mengusung tema musik seperti Brook dan Scratchmen Apoo. Red membawa musik lebih jauh ke dalam One Piece.

Uta (disuarakan Kaori Nazuka dan singing voice oleh Ado) tak ubahnya seorang idol global. Dia sangat terkenal dan menggelar konser masif di panggung raksasa sarat warna cerah di pulau berdesain unik. Perempuan muda itu punya misi membawa kedamaian melalui musiknya, menyongsong dunia baru yang bebas bajak laut.

Sekilas, misi itu terkesan normal belaka. Namun, ia jadi aneh lantaran Uta pernah bertumbuh bersama Shanks. Dia semula bahkan bercita-cita untuk bergabung menjadi awak Bajak Laut Rambut Merah.

Lebih dari sekadar idol, Uta punya bekal mumpuni untuk memberantas para begundal lautan. Berkat buah iblis Uta Uta No Mi, dia mampu menaklukkan siapa pun—terlebih dalam realitas palsu yang dia ciptakan.

Dengan buaian musik-musik J-Pop yang dinyanyikannya (favorit saya sejauh ini berjudul Backlight dan Tot Musica), Uta menghajar sesiapa yang menghalanginya, termasuk kru Topi Jerami pimpinan Luffy yang sebenarnya adalah sahabat masa kecilnya.

Penyingkapan fragmen masa kecil Luffy selalu menarik. Kendati demikian, bagian itu justru menimbulkan pertanyaan: mengapa Luffy bersikap tak acuh ketika para nakama-nya dijebak paranada ciptaan Uta? Padahal, dia adalah laki-laki yang berani melawan pemerintah dunia demi menyelamatkan rekannya.

Saya mungkin melewatkan beberapa hal lantaran sederet pertanyaan lain lantas turut mengikuti. Bagaimana para awak Topi Jerami akhirnya lepas dari kungkungan Uta? Apakah dengan sekadar Brook membaca not? Atau, bagaimana sesungguhnya kekuatan Uta bekerja? Lalu, bagaimana dia bisa dengan mudahnya mengalahkan para pengguna haki?

Di sela-sela konflik, kisah berlanjut menerangkan latar belakang Uta dan Shanks, termasuk peristiwa hancurnya Kerajaan Musik Elegia akibat Tot Musica alias Demon King of Songs.

Sang demon yang kembali bangkit itu sanggup memusnahkan jutaan penggemar Uta dan menghancurkan Elegia sekali lagi. Sayangnya, kekuatan yang sanggup mendatangkan malapetaka itu juga terasa digarap kurang maksimal. Entah karena kekuatannya (nada) yang terlihat tak sesangar kekuatan lava atau gempa bumi atau memang disengaja agar Tot Musica tak mereduksi sorotan terhadap Uta sebagai antagonis utama.

Pertempuran berlangsung dalam visual memukau, begitu banyak yang terjadi, dan butuh peran beberapa karakter terkuat One Piece untuk mengalahkan sang demon.

Red berjalan dan berakhir dengan haru. Ending terkesan ganjil dan lantas diakhiri oleh Luffy yang meneriakkan catchphrase sekaligus cita-citanya: Raja Bajak Laut.

Parade Kekayaan Karakter dan Semesta One Piece

Plot Red pada dasarnya mudah dimengerti. Kita juga bisa memahami alasan atas apa yang menimpa Uta di akhir film. Namun, saya sendiri merasa perlu menonton ulang karena beberapa penyampaian narasi yang lumayan bikin bingung. Ya, Red memang terasa rumit di beberapa bagian.

Di balik "kekurangan" itu, Red tetap berpegang kuat pada banyak karakteristik One Piece. Di dunia yang ini, seseorang dengan kemampuan menciptakan realitas berbeda bukanlah hal aneh. Sama sekali tak ada yang aneh pada kekuatan Uta dan Tot Musica.

Salah satu ragam kekuatan itu ialah menjadikan Bepo mengecil dan menjadikan Thousand Sunny singa antropomorfik kecil. Pada satu sisi, kita bisa melihatnya sebagai tambahan untuk elemen kawaii, pun siasat pemasaran, sekalian tetap menghadirkan Sunny ke dalam cerita kala para awaknya bertualang di daratan.

Beberapa karakter bahkan dihadirkan murni karena mereka dapat dijejalkan ke dalam cerita serta memiliki kemampuan yang substansial seperti Trafalgar Law dan Blueno. Demikian juga Bartolomeo, meskipun penampilannya kali ini tak selucu biasanya. Ada yang ingat apa fungsi kehadiran Kalifa, selain fan service?

Omong-omong fan service, Red memberi kesempatan tampil untuk karakter-karakter yang dirindukan fan dan membuka peluang kerja sama antarkarakter yang mustahil terjadi di anime. Para penggemar lama juga disuguhkan ulah Zoro dan Sanji yang kerap bertukar celaan, tapi tetap bekerja sama dengan efektif dalam pertempuran.

Ada pula momen Benn Beckman menodongkan lagi pistolnya ke arah Kizaru seperti yang pernah terjadi di anime dan sempat menghebohkan mereka yang gemar akan power-scaling.

Dari sisi Angkatan Laut, Red juga menampilkan para pentolannya, semisal Koby atau para admiral yang mengusung nilai dan definisi keadilan yang berbeda-beda. Koby bahkan diberi peran lebih sebagai ahli strategi—hal yang sejauh ini tidak (atau belum) terlihat di manga.

Pada puncaknya, kekayaan karakter dan simpul yang membelit mereka dipamerkan dalam aksi paralel "ayah-anak" antara Shanks-Luffy dan Yasopp-Usopp—pemandangan yang bisa jadi takkan terulang dalam manga maupun anime.

Dengan banyaknya porsi untuk karakter sampingan dalam durasi tak sampai dua jam, bisa dimaklumi jika tak banyak yang dilakukan kru Bajak Laut Rambut Merah—bahkan kru Topi Jerami sendiri.

Satu poin plus lagi: adanya karakter (kali ini, Uta) yang tak sungkan menghajar wajah ngeselin Saint Charlos. Momen yang selalu pantas dirayakan.

Infografik Misbar One Piece Film Red

Infografik Misbar One Piece Film Red. tirto.id/Tino

Mengukur Impak Red

Semaraknya karakter dengan keunikan (dan keanehan) masing-masing tampaknya bakal membingungkan mereka yang baru kali ini terpapar semesta One Piece. Kisahnya memang cukup aksesibel bagi penonton baru. Namun, sulit rasanya membayangkan, misalnya, mengapa Bartolomeo bertingkah demikian atau mengapa Shanks begitu dielu-elukan tanpa konteks lebih lengkap.

Masih perlu dinanti seberapa efektif Red dalam merengkuh penggemar baru yang bakal menenggelamkan diri ke dalam lore karya Oda. Paling tidak, film ini mengenalkan bahwa dalam One Piece, tragedi yang menggugah nyaris tak pernah absen.

Bagi para penggemar lama, Red menjaga penceritaan yang berlangsung di manga-nya. Ambil contoh hubungan Luffy dan Shanks. Meski sempat beraksi bersama, Luffy masih “dihalangi” agar tak melihat langsung sosok anutannya itu.

Kendati sudah mulai beraksi dan menampilkan haki sedemikian dahsyat, sosok Shanks tetap serupa mitos, kalau bukan semakin misterius. Dia masih punya lines keren dan motif-motif yang menunjukkan bahwa dia sosok yang berdiri di sisi keadilan yang “tepat”.

Dengan warna-warni meriah, visual kombinasi 2D dan CGI 3D, serta voice acting sesuai standar Mayumi Tanaka cs., Red berdiri sebagai upaya terdekat untuk film One Piece yang musikal.

Red juga bisa dibilang sebagai upaya One Piece untuk terus relevan dengan kekinian. Tengoklah, ada den den mushi yang tak ubahnya alat streaming menuju popularitas. Juga tentu saja asosiasinya dengan kultur idol di Jepang yang mewabah ke seluruh dunia.

Untuk urusan terakhir, tentu ada andil besar komposer Yasutaka Nakata di baliknya. Lagu-lagu dalam Red sukses di banyak tangga lagu. New Genesis bahkan telah disetel lebih dari 60 juta kali di Youtube.

Kiwari, saga One Piece sudah sedemikian besar. Ia perlu kontrol kualitas menyeluruh dan mumpuni demi memenuhi ekspektasi penggemar yang kian melangit sekaligus menghadirkan film yang sanggup disejajarkan dengan manga dan anime-nya.

Lantas, apakah Red sudah memenuhinya?

Jawaban atas pertanyaan itu bisa saja subjektif. Yang jelas, Red menghadirkan cerita yang cukup menyentuh, cukup seru, meski tak selucu standar One Piece. Namun, harus diakui pula ia masih belum cukup menonjol sebagai film perayaan 25 tahun perjalanan One Piece. Sekadar tambahan yang cukup layak untuk daftar panjang film resmi yang mengusung nama One Piece.

Baca juga artikel terkait ONE PIECE atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Film
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi