Menuju konten utama

Omset Pedagang Turun 60 Persen Akibat Harga Beras Meroket

"> "Omset penjualan beras pedagang Pasar Kedoya menurun dua kali lipat yakni 60 persen pada Februari, sebelumnya penurunan omset hanya 30 persen pada Januari."

Omset Pedagang Turun 60 Persen Akibat Harga Beras Meroket
Pedagang memperlihatkan beras jenis medium di Pasar Panorama, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Sabtu (28/1/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/Lmo/nz

tirto.id - Melambungnya harga beras membuat para pedagang di Kawasan Pasar Kedoya, Jakarta Barat, gelisah. Pasalnya, para pedagang mulai kehilangan pelanggan karena harga beras yang terus meroket

Bedasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), rata-rata harga beras kualitas medium I di pasar tradisional sudah mencapai Rp12.950 per kg pada 2 Februari 2023. Sebelumya harga beras medium I sebesar Rp12.350 pada awal Desember 2022.

Nurdin, salah satu pedagang Pasar Kedoya mengaku telah kehilangan pelanggan setianya sebanyak 5 orang, sebab harga beras yang terus konsisten naik dan membuat para pelanggannya tak mampu dalam membeli beras.

“Beras konsisten naik terus saat ini, langganan saya 5 orang sampai belum balik lagi ke toko saya karena mereka pernah kabarin saya, buat saat ini mereka belum mampu beli beras lagi karena naik terus harganya,” kata Nurdin ketika diwawancarai Tirto.id, Jakarta, Kamis (2/2/2023).

Nurdin khawatir, harga beras yang melambung tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat sehingga dagangannya sepi dan membuat rugi.

Dia menungkapkan, pada saat harga beras stabil, omset penjualannya mencapai Rp5 juta. Namun, pada saat harga beras meroket, omset penjualannya menurun menjadi Rp3 juta pada Januari lalu. Kini omsetnya kian menurun mencapai 60 persen.

“Omset saya turun jauh sekali sekarang, yaitu di angka 60%. Penurunan omset 60% itu saya alami pertama kali. Padahal, sebelumnya omset saya turun hanya sekitar 30% pada Januari lalu,” katanya.

Kenaikan harga beras saat ini sangat disesali oleh Nurdin, karena ia yakin yang rugi bukan hanya pedagang melainkan konsumen. Ia berharap pemerintah menerapkan kebijakan yang efektif serta optimal untuk bisa mengendalikan harga beras yang tadinya tinggi menjadi turun.

“Regulasi dari pemerintah saya harap bisa efektif pengaruhnya ke pedagang beras seperti kami, karena kami sebagai pedagang pastinya tidak mau rugi dan berharap ada titik terang dalam permasalahan kenaikan harga beras yang terus naik saat ini,” pungkas Nurdin.

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso menuturkan, penyebab harga beras naik yaitu tingginya konsumsi beras oleh masyarakat ketimbang produksi beras. Kedua, harga gabah saat ini sangat tinggi.

Dia menilai tingginya harga gabah, otomatis membuat harga beras mahal. Dia menjelaskan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebagian gabah masih belum dikeluarkan petani. Sementara panen beras juga disinyalir belum bisa menutupi kebutuhan konsumen yang tinggi.

"Ada banyak berbagai penyebab mengapa harga beras bisa naik terus sampai saat ini, gabah menjadi salah satu penyebabnya. Ketika harga gabah tinggi, maka beras juga akan kompak naik harganya. Hal ini berpengaruh terhadap pasokan ke pasar yang berkurang untuk musiman saat ini,” tutur Sutarto ketika dihubungi Tirto, Jakarta, Rabu (1/2/2023).

Kemudian, Sutarto menilai captive market pada beras menurut perlu dipertahankan. Dia mengakui para petani terus bertahan dengan menggiling gabah dan mendistribusikannya ke pasar. Tetapi dia mengakui saat ini produksi gabah masih di bawah standar.

Akibatnya, terdapat persaingan dengan tetap membeli dengan harga yang mahal. Dia mengakui harga gabah saat ini masih diatas Rp6.000 sampai di penggilingan padi.

“Harga gabah saat ini masih terlampau mahal di harga Rp6.000 sampai di penggilingan,” tutupnya.

Baca juga artikel terkait EKBIS atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - News
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Reja Hidayat