Menuju konten utama

Ombudsman Temukan Masalah Penempatan TKA, Sebagian Jadi Buruh Kasar

Ombudsman menemukan sejumlah pelanggaran terkait dengan penempatan tenaga kerja asing tidak menerima sanksi dan lepas dari pengawasan pemerintah.

Ombudsman Temukan Masalah Penempatan TKA, Sebagian Jadi Buruh Kasar
Sejumlah tenaga kerja asing menunggu pemeriksaan oleh Polisi di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/8/2017). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya.

tirto.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan permasalahan dalam penempatan dan pengawasan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia.

Temuan tersebut berdasar investigasi Ombudsman di tujuh Provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara dan juga Kepulauan Riau. Investigasi itu berlangsung pada Juni-Desember 2017.

Komisioner Ombudsman, Laode Ida menjelaskan investigasi itu menemukan, pada aspek penempatan tenaga kerja asing, belum dilakukan integrasi data antara pemerintah pusat dan daerah. Data yang dimaksud Ombudsman meliputi jumlah TKA, persebaran dan alur keluar-masuknya para pekerja itu.

“Data resmi [soal TKA], baik yang di [institusi] keimigrasian maupun ketenagakerjaan, tidak sesuai di lapangan. Itu yang tak terbantahkan,” kata Laode Ida di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (26/4/2016).

Laode mencontohkan persoalan data itu terkait penerbitan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah TKA pemegang jabatan sebagai teknisi mencapai 6534 orang. TKA berstatus manager sebanyak 2.442 orang dan tenaga profesional mencapai 7.757 orang.

Tetapi, Ombudsman menemukan bahwa banyak TKA justru bekerja di level terbawah, yaitu kuli kasar.

“Faktanya, banyak yang bekerja di level terbawah yaitu buruh kasar dan kuli. Ini memberikan indikasi kalau perusahaan pengguna TKA berbohong pada pemegang otoritas dan lemahnya pengawasan dari pihak pemerintah,” kata Laode.

Sementara pada aspek pengawasan, Ombudsman menilai Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) belum bekerja maksimal, terutama dalam pemberian sanksi administratif kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran.

Salah satu sebabnya, menurut Laode, jumlah pengawas masih sedikit. Selain itu, nilai anggaran untuk pengawasan juga tidak memadai.

“Dan lemahnya antar koordinasi baik di instansi pemerintah pusat atau pun daerah,” ujar Laode.

Karena itu, Ombudsman meminta integrasi data tenaga kerja asing segera dilakukan oleh Kemenaker, Kemenkumham, Kemendagri, Polri, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Pemerintah Daerah.

Ombudsman juga menyoroti persoalan terkait dengan penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan.

Laode mengatakan Perpres tersebut memuat indikasi maladministrasi sebab menghilangkan potensi penerimaan negara bukan pajak dari bea visa kunjungan. Perpres itu juga mempersulit pengawasan mobilitas warga asing di Indonesia serta dapat dimanfaatkan oleh para pekerja asing ilegal.

“Yang awalnya bertujuan melakukan kunjungan wisata namun praktiknya bekerja secara ilegal,” ujar dia.

Baca juga artikel terkait TENAGA KERJA ASING atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Addi M Idhom