Menuju konten utama

Ombudsman RI Sebut Jokowi Bisa Take Over Alih Status 75 Pegawai KPK

Ombudsman memberi waktu 30 hari bagi KPK untuk menjalankan tindakan korektif dengan mengangkat 75 pegawai tak lolos TWK sebagai ASN.

Ombudsman RI Sebut Jokowi Bisa Take Over Alih Status 75 Pegawai KPK
Aktivis Gerakan Rakyat Antikorupsi (Gertak) Kalimantan Barat berunjuk rasa di Bundaran Digulis Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (3/6/2021). ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/wsj.

tirto.id - Ombudsman RI memberikan sejumlah langkah korektif terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat tindakan malaadministrasi dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Ombudsman memberikan waktu 30 hari bagi komisi antirasuah itu untuk melaksanakan langkah korektif yang diarahkan Ombudsman.

"Harapan ke depan karena tindakan korektif ini Ombudsman kemudian memberikan waktu bagi KPK dan BKN selama 30 hari untuk merespons dan tentu saja melaksanakan tindakan-tindakan korektif. Kita berharap akan berhenti di sana. Sangat penting untuk KPK taat hukum, taat asas, dan sesuai dengan fungsi dan tugas untuk menyampaikan itu," kata Anggota Ombudsman Robertus Na Endi Jaweng secara virtual pada Rabu (21/7/2021).

Ombudsman telah menyelesaikan investigasi terhadap proses pelaksanan Tes Wawasan Kebangsaan setelah para pegawai KPK mengadu. Kesimpulan investigasi adalah Tes Wawasan Kebangsaan malaadministrasi.

Ombudsman mengingatkan jika dalam tiga puluh hari langkah korektif itu tidak dilaksanakan, maka langkah korektif akan dinaikkan sebagai rekomendasi. Status rekomendasi itu wajib hukumnya dilaksanakan dalam kurun waktu 60 hari.

Jika tidak dilaksanakan juga, maka Ombudsman akan membawa rekomendasi itu ke Presiden Joko Widodo.

Robert mengatakan, ada dua alasan kenapa masalah ini bisa berujung ke presiden. Pertama, KPK adalah lembaga yang berada di bawah rumpun eksekutif. Kedua presiden adalah pejabat pembina kepegawaian tertinggi. Kewenangan pembinaan kepegawaian yang dimiliki menteri, kepala daerah, atau kepala lembaga, hanyalah delegasi kewenangan milik presiden.

"Maka jika PPK [pejabat pembuat komitmen] KPK tidak mengindahkan tindakan korektif atau tidak melaksanakan tindakan korektif yang disampaikan di depan tadi, maka kepada presiden kami menyampaikan saran untuk take over, mengambil alih kewenangan yang diberikan kepada pejabat pembina kepegawaian KPK terkait pengalihan status pegawai KPK untuk kemudian saran kebijakan ini jadi dasar bagi presiden untuk melakukan substansi yang sudah kita sampaikan," jelas Robert.

Ombudsman menemukan sejumlah tindakan malaadministrasi terkait TWK dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi ASN, mulai dari tahap penyusunan dasar hukum yakni Peraturan KPK Nomor 1 tahun 2021; pelaksanaan TWK; dan penetapan hasil.

Di antaranya, Asesmen TWK dinyatakan sebagai selipan yang diselundupkan pada tahap akhir pembahasan Peraturan KPK 1/2021; manipulasi nota kesepahaman KPK-BKN tentang kerangka kerja; hingga keputusan Ketua KPK Firli Bahuri menonaktifkan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK. Padahal tidak ada satu pun aturan yang mengatur tentang konsekuensi tidak lolos TWK.

Sebagai langkah korektif, Ombudsman menuntut KPK mengangkat 75 pegawai tersebut menjadi aparatur sipil negara sebelum 31 Oktober 2021; menjadikan hasil TWK sebagai masukan guna perbaikan pegawai di masa mendatang; memberikan kesempatan pada 75 pegawai yang tidak lolos TWK untuk memperbaiki diri melalui pendidikan kedinasan; dan memberi hasil tes TWK kepada masing-masing pegawai dan memberi penjelasan kepada pegawai KPK mengenai konsekuensi.

Baca juga artikel terkait TES WAWASAN KEBANGSAAN atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali