Menuju konten utama

Ombudsman DKI Jakarta Kaji Pengelolaan Apartemen yang Merugikan

Sejumlah peroslan terkait pengelolaan apartemen tengah dikaji Ombudsman Perwakilan DKI Jakarta. Diperkirakan 2 bulan ke depan kajian rampung.

Ombudsman DKI Jakarta Kaji Pengelolaan Apartemen yang Merugikan
Pekerja beraktivitas di areal proyek pembangunan kawasan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (3/11/2018). ANTARA FOTO/Risky Andrianto.

tirto.id - Ombudsman Perwakilan DKI Jakarta tengah mengkaji sejumlah persoalan pengelolaan apartemen yang berpotensi merugikan konsumen atau pemilik apartemen.

Hal ini dimulai dengan rencana mendata pengurus apartemen yang belum menyerahkan sertifikat hak milik kepada pemilik apartemen.

"Kalau berapa jumlahnya, itu yang akan kami lakukan [pendataan]. Nah tapi kami sudah koordinasi kemarin kan dengan teman-teman dari KPK. kita akan melakukan pendataan," kata Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Teguh Nugroho saat ditemui di kantor Ombudsman DKI Jakarta, Jakarta, Selasa (5/3/2019).

Teguh mengakui, ada banyak pengaduan kepada Ombudsman DKI Jakarta terkait status perizinan apartemen.

Dari laporan yang masuk ke Ombudsman Jakarta, rata-rata merupakan apartemen yang belum punya izin seperti IMB maupun izin lingkungan. Namun, pengelola terlanjut memasarkan apartemen kepada masyarakat.

"Ini kan memang seharusnya ada pengawasan dari dinas perumahan, dari PUPR, dari Satpol PP gitu, dari DPMTSP, dan kemudian mereka harus mengeluarkan list apartemen-apartemen mana saja yang izinnya sudah selesai dan pembangunannya sudah selesai, baru kemudian mereka boleh menjual," kata Teguh.

Teguh mengatakan, penelitian akan melalui sejumlah tahapan. Dimulai, kata dia, dari pendataan seluruh apartemen di wilayah kerja Ombudsman DKI Jakarta terkait jumlah apartemen yang memiliki IMB atau izin lain dan tidak.

Kemudian, didata berapa jumlah apartemen yang menyediakan sarana, prasarana dan utilitas (PSU) sesuai Permendagri nomor 9 tahun 2009. PSU, kata dia, berkaitan dengan IPL (iuran pengelolaan lingkungan).

"Selama ini PSU itu yang dijadikan alat untuk mengambil keuntungan dengan menagih IPL. Nah IPL itu kemudian menjadi tinggi karena kan taman, fasilitas, prasarana dan utilitas itu dijadikan sebagai bahan untuk meng-charge IPL. Jadi IPL jadi tinggi dan itu juga jadi kerugian pemprov karena pemprov kemudian tidak bisa menjadikan PSU yang ada di apartemen ini sebagai aset dia," Kata Teguh.

Selain itu, pendataan juga akan menyoroti masalah listrik. Teguh menerangkan, ada indikasi permainan harga listrik. Bentuknya, kata dia, pengelola apartemen menjadi penjual listrik dari PLN.

"Jadi sebetulnya swasta memang diperbolehkan untuk menjual listrik ketika tidak ada jaringan PLN yang ada di sana. Nah, tapi kan unit-unitnya ini kalau di Jakarta, apartemen, banyak yang kemudian menjual listrik PLN di mana mereka hanya punya satu meteran dan menjual lagi ke warga-warga apartemen yang ada di situ. Jadi tarifnya lebih tinggi dari tarif dasar PLN," Kata Teguh.

Teguh mengatakan, temuan tersebut berpotensi merugikan konsumen. Ke depan, Ombudsman membuat kajian kurang lebih 2 bulan.

"Kita sih targetkan sekitar bulan April [atau] Mei itu sudah keluar hasil assessment kita," Kata Teguh.

Baca juga artikel terkait APARTEMEN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali