Menuju konten utama

OJK Temukan Fintech Yang Diduga Tawarkan Investasi Ilegal

Ada 407 entitas entitas peer to peer lending yang beroperasi tanpa izin.

OJK Temukan Fintech Yang Diduga Tawarkan Investasi Ilegal
Ilustrasi Fintech. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan ada 182 entitas yang melakukan kegiatan usaha peer to peer lending, namun tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK.

Dengan demikian, maka jumlah perusahaan fintech peer to peer lending yang diketahui ilegal sampai saat ini ada sebanyak 407 entitas. Sebelumnya, OJK telah menemukan 227 entitas peer to peer lending yang beroperasi tanpa izin.

Akan tetapi dua platform dari jumlah sebanyak 227 aplikasi peer to peer lending itu telah mempunyai izin dan terdaftar di OJK. Kedua fintech yang dimaksud OJK tersebut ialah Bizloan yang merupakan milik PT Bank Commonwealth dan KTA Kilat milik PT Pendanaan Teknologi Nusa.

“Berdasarkan pemeriksaan pada website dan aplikasi pada Google Playstore, kami menemukan 182 entitas tanpa izin OJK sesuai POJK 77/POJK.01/2016, yang berpotensi merugikan masyarakat,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam Lumban Tobing di Jakarta pada Jumat (7/9/2018).

Oleh karena sudah ketahuan aktivitasnya, Satgas Waspada Investasi OJK pun meminta agar sejumlah perusahaan fintech peer to peer lending tersebut menghentikan kegiatannya.

Perusahaan lantas diminta untuk menghapus semua aplikasi yang berbasis teknologi informasi, serta menyelesaikan segala kewajibannya kepada pengguna dan segera mengajukan pendaftaran ke OJK. Tongam pun meminta agar masyarakat tidak melakukan kegiatan dengan entitas yang tidak berizin itu.

Masih dalam kesempatan yang sama, Tongam turut menyampaikan 10 entitas yang diketahui berkegiatan usaha tanpa seizin OJK. Kesepuluh entitas tersebut adalah PT Investasi Asia Future, PT Reksa Visitindo Indonesia, PT Indotama Future, PT Recycle Tronic, MIA Fintech FX, PT Berlian Internasional Teknologi, PT Double Network Internasional (Saverion), PT Aurum Karya Indonesia, Zain Tour and Travel, dan PT WhatsappIndonesia.

Menurut Tongam, kesepuluh investasi ilegal tersebut berbahaya bagi masyarakat karena menyertakan iming-iming keuntungan tinggi tanpa melihat risiko yang bakal diterima. Ia pun menyebutkan bahwa penawaran investasi ilegal berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan.

“Ini karena pelaku memanfaatkan kekurangpahaman sebagian anggota masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil yang tidak wajar,” ucap Tongam.

Adapun Tongam mengimbau agar masyarakat memastikan perizinan dari otoritas yang berwenang terhadap kegiatan usaha yang dilakukan. Selain itu, perlu adanya kepastian terhadap produk investasi yang ditawarkan serta tercatat sebagai mitra pemasar.

“Lalu juga memastikan ada pencantuman logo instansi atau logo pemerintah dalam media penawarannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.

Baca juga artikel terkait PERUSAHAAN FINTECH atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yantina Debora