Menuju konten utama

OJK Catat Kredit Perbankan Senilai Rp1.400 Triliun Tak Terpakai

Nilai kredit perbankan, yang tidak terpakai, berdasar catatan OJK sampai September 2017, sudah mencapai Rp1400 triliun.

OJK Catat Kredit Perbankan Senilai Rp1.400 Triliun Tak Terpakai
(Ilustrasi) Petugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang beraktivitas di ruang layanan Konsumen, Kantor OJK, Jakarta, Senin (23/10/2017). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Imansyah menyatakan, berdasar data per September 2017, dana kredit perbankan yang tidak terpakai (undisbursed loan) mencapai Rp1.400 triliun.

Menurut dia, nilai itu naik 9,62 persen (year on year/yoy) dibandingkan periode yang sama pada 2016. Tingginya nilai kredit tak terpakai ini mencerminkan masih terbatasnya kemampuan peminjam dana dari sektor usaha dalam negeri.

"Padahal bank-bank sudah punya kapasitas untuk menyalurkan kredit, namun tidak kunjung terealisasi," kata Imansyah pada Jumat (24/11/2017) seperti dikutip Antara.

Dia menjelaskan tren peningkatan kredit "menganggur" itu sebenarnya sudah sudah terlihat sejak Mei 2017. Saat itu, kredit menganggur bank sudah mencapai Rp1.350 triliun, kemudian naik menjadi Rp1.392 triliun pada Juli 2017 dan naik kembali menjadi Rp1.400 triliun pada September 2017.

Imansyah mengatakan situasi ini meyebabkan pertumbuhan kredit perbankan tak bisa optimal. Selama Oktober 2017, kredit perbankan baru tumbuh 8,18 persen (yoy) jika dibandingkan Oktober 2016. Jika dilihat dari data pada Januari-Oktober 2017, kredit perbankan baru naik 4,18 persen (year to date).

Meskipun demikian, Imansyah optimistis pada 2 bulan terakhir di tahun 2017, realisasi penyaluran kredit perbankan akan meningkat. Kenaikan ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi domestik yang terus pulih, ditambah dengan prospek perekonomian global yang memberikan sentimen positif bagi dunia usaha untuk berekspansi.

Selain itu, pada dua bulan terakhir di tahun ini, perbankan juga sudah berencana memburu penyaluran kredit guna mengejar target intermediasi dan perolehan laba sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB).

Imansyah memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan di Indonesia pada akhir tahun bisa melebihi sembilan persen (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 sebesar 7,8 persen.

Sementara dalam siaran persnya, pada 16 November 2017, Direktur Esekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Agusman menyatakan pertumbuhan kredit pada September 2017 tercatat memang tercatat hanya 7,9 persen (yoy), atau turun dari bulan sebelumnya 8,3 persen (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2017 tercatat 11,7 persen (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya 9,6 persen (yoy).

Untuk keseluruhan tahun 2017, DPK diperkirakan oleh BI tumbuh sekitar 10 persen dan kredit tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula yaitu menjadi sekitar 8 persen.

Menurut dia, karena pertumbuhan kredit masih rendah, BI menetapkan Countercyclical Capital Buffer (CCB) tidak berubah, yaitu 0 persen. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong bank bisa meningkatkan fungsi intermediasi.

Meskipun demikian, Agusman menjelaskan BI menyimpulkan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga di tengah intermediasi perbankan yang belum kuat.

Terjaganya stabilitas sistem keuangan tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan yang cukup tinggi pada level 23,0 persen dan rasio likuiditas (AL/DPK) pada level 22,6 persen pada September 2017. Pada bulan yang sama, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada pada level 2,9 persen (gross) atau 1,3 persen (net).

Baca juga artikel terkait OJK atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom