Menuju konten utama

OJK Akui Terhambat Payung Hukum Soal Penanganan P2P Lending Ilegal

OJK mengakui terganjal payung hukum dalam penanganan P2P lending ilegal. Penanganan aduan sejauh ini pada P2P lending terdaftar.

OJK Akui Terhambat Payung Hukum Soal Penanganan P2P Lending Ilegal
Logo OJK. FOTO/ojk.go.id

tirto.id - Penegakkan fintech peer to peer (P2P) lending ilegal disebabkan karena peraturan masih sebatas level Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Sehingga sanksi sebatas administrasi berupa pencabutan izin.

Hal ini berbeda dengan sektor jasa finansial lain seperti perbankan, asuransi, hingga pasar modal yang penegakkan hukumnya lebih mudah lantaran memiliki payung hukum selevel undang-undang.

"Kalau melangkah lebih jauh ada keterbatasan karena masih di level POJK. Perbankan itu mudah [penegakkan hukumnya] karena ada UU perbankan. Asuransi, pasar modal juga gitu," ucap Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi dalam konferensi pers di gedung Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Jumat (8/3/2019).

"Seperti yang disampaikan perlu peraturan [setara] UU [atau] yang lebih tinggi dari POJK," tambah Hendrikus.

Hendrikus juga mengatakan hal inilah yang menyebabkan OJK hanya dapat melakukan pengawasan dan penindakan pada P2P lending yang telah terdaftar.

Hal ini berdampak, pemberian sanksi hanya dapat diterapkan pada P2P lending yang berinisiatif mendaftar. Kalau pun diberi sanksi OJK, hanya sebatas pencabutan izin.

OJK mengaku tak berdaya, bila sudah sampai berurusan dengan P2P lending yang tidak terdaftar. Ia merujuk pada wewenang satuan tugas (satgas) waspada investasi yang menaungi sejumlah kementerian lembaga (K/L).

"Di POJK kan tidak ada sanksi pidananya. Sanksi paling hanya pencabutan. Beda sama peraturan UU yang punya kata ‘barangsiapa yang melakukan..’ itu bisa ada sanksi pidana,” Hendrikus.

"Susah menangkapnya [P2P ilegal] karena tidak ada kata-kata ‘barangsiapanya’,” lanjut Hendirkus.

Meskipun demikian, Hendrikus menjamin tak akan meloloskan fintech P2P Lending yang mendaftar. Terdapat sejumlah prosedur yang harus dilalui, bahkan ia menganggapnya wajar bila dinilai terlalu memberatkan.

Hal ini, kata Hendrikus, tak lepas dari syarat berupa P2P lending yang terdaftar harus memiliki target kreditur-debitur yang jelas.

Syarat lain, yakni dari infrastruktur IT yang dimiliki hingga manajemen juga harus mumpuni untuk menghindari penyalagunaan seperti kebocoran data pribadi atau persekongkolan direksi hingga komisarisnya.

Baca juga artikel terkait P2P LENDING atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali