Menuju konten utama
22 Maret 1950

Oetje F. Tekol, Sang Penyelamat Krisis The Rollies

Lahir 22 Maret 1950 atau 67 tahun yang lalu, Oetje F. Tekol pada masanya menjadi nyawa kedua The Rollies yang sempat kritis dan nyaris habis.

Oetje F. Tekol, Sang Penyelamat Krisis The Rollies
Oetje F Tekol, pemain bass The Rollies.

tirto.id - Sinyal kehancuran The Rollies mulai tercium usai merilis album ke-3 pada medio 1973. Saat itu tiga personel utamanya—Deddy Stanzah si pencabik bass sekaligus sang pendiri, Iwan Krisnawan yang bertugas menggebuk drum, dan vokalis Bangun Sugito alias Gito—semakin terpuruk dalam pengaruh narkoba.

Padahal, hingga sewarsa sebelumnya, The Rollies masih perkasa. Popularitasnya bahkan sampai ke negeri-negeri tetangga. Band yang dibentuk di Bandung oleh Deddy Stanzah, Iwan Krisnawan, Tengku Zulian (TZ) Iskandar, dan Delly Joko Alipin pada 1967 ini rutin manggung di Singapura dan Thailand.

The Rollies juga dipercaya menjadi band pembuka dalam konser Bee Gees pada 2 April 1972 dan Shocking Blue beberapa bulan berselang di Jakarta. Boleh dibilang, saat itu mereka adalah salah satu grup band terlaris dan paling tajir di tanah air.

Tahun 1973, Deddy Stanzah akhirnya mundur dari band yang digagasnya itu. Iwan Krisnawan kemudian meninggal pada 1974, membuat The Rollies benar-benar sekarat. Beruntung, Gito masih sempat dipulihkan dan bisa diajak untuk bersama-sama menjauhkan The Rollies dari ambang keadaan kritis.

Akhirnya, band yang mengusung genre jazz rock, pop, dan soul funk sekaligus itu perlahan mampu bangkit berkat direkrutnya dua anggota baru. Salah satunya adalah Oetje F. Tekol yang kemudian diakui menjadi nyawa kedua The Rollies sepeninggal Deddy Stanzah.

Musisi Peraih Kalpataru

Suatu ketika dalam perjalanan dari Bandung ke Jakarta pada 1977, rute yang dilalui terasa kering, gersang, dan tak lagi teduh. Tiada lagi pohon-pohon rindang yang sebelumnya berjajar di sisi kiri maupun kanan jalan hingga merangsek ke area yang lebih dalam.

Oetje miris, hatinya pun terasa teriris. Tanpa sadar, bait-bait syair dan melodi terekam di otaknya. Maka, terciptalah lagu “Kemarau”, terinspirasi dari kondisi yang dilihatnya dalam perjalanan ke ibukota itu. Tembang ini pun dimasukkan ke dalam album ke-9 The Rollies yang rilis tahun 1979. “Kemarau” sebenarnya hanya lagu tambahan karena album itu masih kekurangan satu lagu.

Respons publik ternyata di luar dugaan. Di tengah gempuran tembang-tembang cengeng yang merajai pasar musik tanah air, lagu bertema lingkungan hidup macam “Kemarau” ternyata mendapatkan tempat tersendiri di hati pendengar. “Kemarau” pun membahana di mana-mana, terutama lewat corong radio.

Tak sebatas jadi hits di telinga masyarakat, popularitas dan makna lirik “Kemarau” yang sarat pesan positif dan kritik sosial itu ternyata mengusik kuping penguasa. Menteri Lingkungan Hidup saat itu, Emil Salim, bahkan memanggil The Rollies dan Oetje F. Tekol selaku penciptanya.

Kritikus musik Denny Sakrie mencatat The Rollies mendapat penghargaan Kalpataru pada 1979 karena lagu itu.

Oetje F. Tekol adalah seorang blasteran Belgia-Maluku yang dilahirkan di Bandung pada 22 Maret 1950. Sejak belia, Oetje sudah menyukai musik dan kerap menjajal berbagai alat musik, dari drum, gitar, hingga akhirnya menetapkan bahwa bass yang menjadi senjata pilihannya dalam bermusik.

Ketika duduk di bangku SMP, Oetje membentuk grup bernama Risnada bersama kawan-kawan sepermainannya di lingkungan rumah. Mereka sering mengisi acara-acara di sekolah maupun di kampung. Gairah bermusik Oetje kian membara saat ia masa SMA. Oetje kerap menyambangi acara-acara musik di luar kota untuk menambah pengalaman dan wawasannya.

Kala itu, Oetje bergabung dengan grup band Players, kemudian pindah ke Diablo. Uniknya, ia bersama Diablo pernah menjadi band pembuka konser The Rollies yang memang sedang merintis kejayaan di akhir dekade 1960-an itu.

Nyawa Kedua The Rollies

Setelah Deddy Stanzah hengkang dan wafatnya Iwan Krisnawan pada 1974, The Rollies membuka audisi untuk dua posisi, yakni bassis dan drumer. Oetje F. Tekol memberanikan diri ikut. Ternyata, ia lolos dan didapuk menggantikan Deddy Stanzah sebagai pembetot bass. Sedangkan di posisi drumer, terpilihlah Jimmie Manoppo.

Masuknya Oetje dan Jimmie memberikan gairah anyar kepada The Rollies yang sejatinya sudah nyaris habis. Sempat vakum membikin album sejak 1973, The Rollies menjadi semakin produktif, termasuk berkat ide-ide cemerlang yang dicetuskan oleh si anak baru, Oetje F. Tekol.

Sejak Oetje bergabung pada 1976, The Rollies sangat gencar meluncurkan karya dengan merilis tidak kurang dari 9 album hingga 1983. Bahkan, dalam setahun, The Rollies bisa menelurkan 2-3 album dan bukan asal-asalan dalam proses pembuatannya.

Tidak bisa disangkal bahwa Oetje adalah salah satu alasan utama di balik kebangkitan The Rollies. Tak hanya sebagai pemain bass, ia juga orang bertanggung jawab atas kesukesan banyak lagu The Rollies yang menjadi hits pada masa itu.

Namun, sekuat-kuatnya bertahan, ujung jalan pastinya akan terlihat juga. Dan itu yang dialami The Rollies setelah merilis album bertajuk “Rollies” pada 1983. Meskipun sempat melambungkan hits “Astuti” yang dinyanyikan dengan asyik oleh Gito, masa emas The Rollies tampaknya memang sudah habis.

Bukan karena tidak lagi digemari lantaran semakin banyaknya pilihan jenis musik, dari pop, rock, hingga dangdut, bahkan rap. The Rollies sebenarnya tetap menghasilkan 4 album lagi meskipun seolah tanpa arah dan tujuan yang jelas. Namun, The Rollies tampaknya kembali bermasalah dengan urusan dapurnya sendiri yang akhirnya semakin membenamkan pamor mereka. Kali ini, Oetje belum mampu membangkitkannya lagi.

infografik otak bassist the rollies Oetje Frank

Asa Kebangkitan Ketiga

The Rollies memang tidak pernah bubar secara resmi. Namun di pertengahan era 1980-an itu, spirit para punggawanya sepertinya sudah mencapai limit, ditambah berbagai masalah internal dan rasa jenuh yang kian menggerus. Dan akhirnya, The Rollies pingsan kendati sesekali siuman meskipun masih tetap tanpa kepastian.

Oetje F. Tekol tak lantas ikut terpuruk. Masih menyimpan The Rollies di dalam hatinya, ia melanjutkan kiprah dan bergabung dengan Giant Step yang dimotori oleh Benny Soebardja, Jelly Tobing, Triawan Munaf, Erwin Badudu, serta Albert Wanerin, juga Badai Band bersama bersama Jockie Soerjoprajogo, Idris Sardi, dan Chrisye.

Meskipun tidak lagi berada dalam satu langkah, namun hubungan Oetje dengan sesama anggota The Rollies yang kini berkarier sendiri-sendiri masih sangat baik. Ia menciptakan lagu untuk album solo rekan-rekannya, termasuk untuk Gito dan Delly, bahkan untuk Deddy Stanzah yang dulu digantikannya.

Oetje juga menjadi pencipta lagu sekaligus penata musik bagi para penyanyi top kala itu, termasuk Vina Panduwinata, Grace Simon, Ira Maya Sopha, Betharia Sonata, Andi Meriem Mattalatta, Farid Hardja, Trio Libels, Anggun C. Sasmi, Nicky Astria, Atiek CB, Ita Purnamasari, dan masih banyak lagi.

Di sela kesibukannya yang padat, The Rollies masih tersimpan dengan aman di hati Oetje. Meskipun satu demi satu personelnya wafat, Oetje bersama anggota yang masih tersisa tetap setia mengawal nadi The Rollies sembari menunggu waktu yang tepat untuk bangkit lagi.

Tahun 2013, Oetje dan para pengawal asa The Rollies lainnya, yakni TZ Iskandar, Benny Likumahuwa, serta Jimmy Manopo, ditambah sejumlah personel tambahan, merilis album terbarunya berjudul “Return.” Mereka pun menggelar konser bertajuk “The Rollies Journey in Concert” di Bandung.

Tiga tahun berselang, The Rollies kembali tampil, kali ini dengan konser "Brass Section Night" di Bandung pada 25 Maret 2016. Suaranya memang hanya lamat-lamat dan tidak segemerlap dulu, tapi mereka masih ada.

Baca juga artikel terkait MUSISI INDONESIA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Musik
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Maulida Sri Handayani