Menuju konten utama

Obligasi Freeport Capai Rp58 T, Inalum: Terbesar di Indonesia

Jadi Gunadi mengatakan bahwa, nilai obligasi akuisisi PT Freeport Indonesia mencapai Rp58 triliun adalah yang terbesar di Indonesia.

Obligasi Freeport Capai Rp58 T, Inalum: Terbesar di Indonesia
llustrasi. Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Direktur Utama Inalum Jadi Gunadi menyebut bahwa, pihaknya siap melakukan transaksi dalam akuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI).

Pasalnya, perusahaan pelat merah ini telah mengantongi dana setelah menawarkan obligasi Internasional (global bond) ke beberapa negara senilai 4 miliar dolar AS.

Utang tersebut setara dengan Rp58 Triliun, dengan kurs Rp14.500 per dolar AS. "Ini kan (obligasi Internasional) terbesar yang pernah diajukan oleh Indonesia. Alhamdulillah dapat," ujar Budi di Hotel The Darmawangsa, Jakarta Selatan, Jumat (16/11/2018).

Kendati telah memiliki dana, Budi menyampaikan bahwa hingga saat ini pihaknya belum melakukan transaksi untuk mengakuisisi Freeport. Sebab, masih ada sejumlah ketentuan yang harus diselesaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) soal rekomendasi ekspor dan Izin Usaha Pertambangan Khusus.

Selain itu, ada pula sejumlah rekomendasi terkait lingkungan yang belum diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Sekarang kalau di kami anytime, mereka selesai, kami siap," tegas mantan staf ahli kementerian BUMN tersebut.

Budi juga menjelaskan alasan mengapa Inalum akhirnya memilih global bond ketimbang kredit dari sindikasi bank internasional. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko pembengkakan bunga kredit.

Apalagi, kata Budi, saat ini suku bunga di London Interbank Offerd (LIBOR) menunjukkan tren kenaikan. "Kalo Perbankan bunganya, kan, tergantung LIBOR. Dan sekarang tren bunga itu naik, jadi kita pengen fixed-kan (global bond) karena takutnya naik," imbuhnya.

Selain itu, global bond juga lebih bagus bagi arus kas perusahaan. Sebab, "kalau pinjam dari perbankan harus ada cicilan pokoknya setiap 6 bulan, atau setiap tahun. Kalau dalam bentuk obligasi, kan, pokoknya dibayarnya diujung."

Awalnya ia tak menyangka tawaran obligasi tersebut ternyata banyak diminati oleh pemodal luar negeri. Setelah berkeliling ke beberapa negara seperti Amerika, Hongkong dan Singapura, kata dia, "ternyata dapet semua, jadi gimana. Permintaannya over subscribe."

Baca juga artikel terkait PT FREEPORT INDONESIA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yandri Daniel Damaledo