Menuju konten utama
Satgas Penanganan COVID-19:

Obat Molnupiravir Harus Ikuti Uji Klinis di BPOM sebelum Beredar

Satgas COVID-19 menegaskan obat Molnupiravir jika akan digunakan pasien COVID harus melalui tahapan uji klinis di BPOM sebelum diedarkan.

Obat Molnupiravir Harus Ikuti Uji Klinis di BPOM sebelum Beredar
Ilustrasi Obat. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Terkait obat Molnupiravir yang sempat ramai diperbincangkan untuk obat penyakit COVID-19, Satgas Penanganan COVID-19 menegaskan setiap obat yang akan digunakan pasien Corona harus melalui tahapan uji klinis di BPOM sebelum diedarkan.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan obat ini merupakan salah satu antivirus yang semula dikembangkan untuk penyakit influenza. Namun di kemudian hari diperkirakan efektif dalam penanganan COVID-19. Cara kerja obat ini dengan memicu kesalahan pada proses perbanyakan virus dalam tubuh.

Saat ini, Molnupiravir dalam proses pengajuan izin kepada Food and Drugs (FDA) selaku Badan Pengawas Obat di Amerika Serikat.

“Sama halnya, sebelum dapat digunakan di Indonesia tentu saja obat Molnupiravir terlebih dahulu harus menjalani tahapan yang dipersyaratkan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Mulai dari proses tahapan penemuan dan pengembangan hingga pengawasan keamanan konsumsi obat di masyarakat,” jelas Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19, Kamis (7/10/2021) yang juga disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Penting untuk diketahui masyarakat, bahwa pemberian obat pada setiap pasien COVID-19 akan berbeda, menyesuaikan kondisi masing-masing individu termasuk tingkat keparahan gejala yang dirasakan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengikuti anjuran dokter dalam menjalani pengobatan dan tidak disarankan mengkonsumsi obat tanpa pengawasan tenaga kesehatan.

“Informasi ini penting diketahui masyarakat agar dapat memahami perbedaan peruntukan masing-masing produk tersebut,” jelas Wiku.

Lebih lanjut, salah satu produk yang mampu mencegah dan mengurangi dampak infeksi COVID-19 adalah vaksin. Vaksin bertujuan memicu terbentuknya kekebalan tubuh tanpa menimbulkan penyakit. Pada umumnya, vaksin dibuat dari virus terkait, baik secara utuh maupun merekayasa bagian-bagiannya.

Vaksin diperuntukkan bagi orang sehat atau orang dengan penyakit tertentu dalam kondisi yang terkendali, sesuai dengan arahan dokter. “Usaha pencegahan melalui 3M dan vaksin, serta penanganan COVID-19 dengan obat dan terapi sama pentingnya serta saling melengkapi,” lanjut Wiku.

Ada tiga kategori penanganan COVID-19 berdasarkan tujuannya, yaitu Pertama, mengatasi penyebab penyakit. COVID-19 adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus sehingga obat yang digunakan ialah antivirus. Apabila terjadi infeksi bakteri di saat yang bersamaan, maka akan diberikan antibiotik. Selain obat, terdapat juga terapi antibodi monoklonal dan plasma konvalesen.

Kedua, mengatasi gejala penyakit, seperti demam yang diobati dengan obat penurun panas, nyeri yang diobati dengan obat pereda nyeri dan radang yang diobati dengan obat anti-radang. Ketiga, mendukung penyembuhan seperti vitamin dan mineral.

Dalam upaya penanganan pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia sendiri berkomitmen untuk terus meningkatkan aksesibilitas vaksin dan obat kepada seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah juga membuka peluang bagi peneliti untuk berinovasi menemukan vaksin dan obat COVID-19 yang aman dan efektif.

“Meskipun demikian, inovasi yang dilakukan wajib mematuhi standarisasi nasional dan internasional serta mematuhi seluruh tahapan pengembangan vaksin dan obat yang baku, semata-mata agar keamanan dan efektivitasnya terjamin,” pungkas Wiku.

Banner BNPB Info Lengkap Seputar Covid19

Banner BNPB. tirto.id/Fuad

Baca juga artikel terkait KAMPANYE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Maya Saputri
Editor: Iswara N Raditya