Menuju konten utama
Seri Hans Christoffel

Nusa Tenggara Timur Digempur Pasukan Marsose Selama Enam Bulan

Aksi Hans Christoffel dan pasukan marsose yang kejam terus berlanjut. Kali ini mereka ditugaskan untuk "membersihkan" Nusa Tenggara Timur.

Nusa Tenggara Timur Digempur Pasukan Marsose Selama Enam Bulan
Ilustrasi Christoffel Melawan Rakyat Ende. tirto.id/Fuad

tirto.id - Jauh sebelum Sukarno dibuang ke Ende, di wilayah itu pernah terdapat sejumlah pemimpin berpengaruh yang tidak mau tunduk kepada Belanda seperti Aroeboesman dan Pua Meno. Selain mereka, ada juga Marilonga, Bara Nuri, dan Rapo Odja. Bara Nuri sejak lama dianggap musuh oleh pemerintah kolonial. Ia bersekutu dengan Marilonga. Sementara Rapo Odja yang berkuasa di Woloare, juga menjadi buruan penting pemerintah kolonial.

Untuk membungkam orang-orang itu, petinggi KNIL menugaskan Kapten Hans Christoffel, yang pada pertengahan 1907 berhasil menewaskan Sisingamangaradja XII di Tanah Batak. Christoffel bersama pasukan marsosenya menuju Flores, Nusa Tenggara Timur, lewat Surabaya.

Koran Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (06/08/1907) mengabarkan, Christoffel akan membantu Letnan De Vries di Ende yang kekuatannya terbatas untuk membersihkan para pemberontak. Sementara surat kabar De Preanger Bode (09/04/1908) melaporkan bahwa Kapten Hans Christoffel memimpin sekitar 100 orang marsose--satuan anti gerilya yang terkenal kejam. Dalam menjalankan operasi, pasukan Hans Christoffel didukung oleh satuan lain yang menyuplai logistik. Juga bantuan tempur lain seperti tembakan jarak jauh, termasuk dari kapal.

Dalam buku Sejarah Kota Ende (2006:161) disebutkan bahwa pada 10 Agustus 1907, Kapten Christoffel dan pasukannya tiba di Ende. Sekitar dua minggu mereka menggempur musuh-musuh pemerintah. Christoffel dan pasukannya bergerak ke utara untuk menyerang pasukan Rapo Odja dari Woloare dan pasukan Mosolaki Marilonga dari Watunggere.

Dalam koran Algemeen Handelsblad (10/02/1908) disebutkan, Rapo Odja ditahan di kampung Warowajo oleh kepala pos Rozet dengan dibantu beberapa marsose dan serdadu KNIL biasa. Christoffel juga bergerak ke timur, menyerbu rakyat yang melawan di Ndori dan Lise. Sementara perjalanan ke barat dimaksudkan untuk menyerang rakyat Watusipi.

Christoffel dan pasukannya yang terlatih dan bersenjata modern itu bergerak cepat dalam menghadapi rakyat sipil yang bersenjata alakadarnya. Setelah dua minggu beroperasi, Christoffel mengistirahatkan pasukannya, sebelum akhirnya terus bergerak ke pedalaman.

Selepas bulan Agustus, pasukan marsose yang dipimpinnya disebar ke beberapa wilayah hingga hanya tersisa 46 orang yang ikut dengannya ke Labuan Bajo, Manggarai, Reo, Riung, Ngada dan lainnya. Untuk menambal kekurangan itu, atasan Christoffel berusaha mendapatkan pasukan tambahan dari pasukan KNIL biasa untuk membantu marsose.

Christoffel dan pasukannya bergerak dari kampung ke kampung di pedalaman. Dari Todo, mereka bergerak ke Wontong, lalu Kampo. Di daerah ini, seperti disebut Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (20/01/1908), sempat terjadi perang antarkampung sebelum pasukan Christoffel tiba. Perang antarkampung dan serangan marsose menyebabkan sekitar 27 orang terbunuh, selusin bocah mati kelaparan, dan banyak bangunan rusak.

Infografik Christoffel Melawan Rakyat Ende

Infografik Christoffel Melawan Rakyat Ende. tirto.id/Fuad

Dari Kampo, pasukan Christoffel bergerak ke Labuhan Bajo, sebuah kota kecil di sisi barat Flores. Di labuhan Bajo, rombongan Christoffel bertemu kapal milik pemerintah kolonial bernama Spits. Maka 25 orang serdadu yang terluka diangkut ke Ende untuk beristirahat. Selain itu, perbekalan pasukan pun bisa diisi kembali. Setelah istirahat beberapa hari di Labuhan Bajo, pasukan Christoffel bergerak ke Manggarai bagian utara yang berbukit dan gersang.

Di sekitar Manggarai, seorang kepala kampung muncul menghampiri pasukan marsose. Ia mengatakan bahwa orang Manggarai dipaksa masuk Islam oleh Sultan Bima. Setelah itu, pasukan Christoffel tiba di Reo yang terdapat sungai besar, dan istirahat beberapa hari. Dari Reo, perjalanan dilanjutkan ke Potta. Pasukan ini kemudian bertemu lagi dengan kapal Spits yang membawa pasukan tambahan hingga jumlah personel mencapai 52 serdadu bersenjata. Di daerah Riung, kontak senjata terjadi dan kerajaan kecil itu kemudian ditaklukkan.

Ekspedisi Christoffel dan pasukannya di Nusa Tenggara Barat berlangsung sekitar 6 bulan dan banyak jatuh korban dari orang-orang kampung di sekitar Manggarai, Ngada, Ende, dan lainnya. Para perwira yang membantu Christoffel selama operasi di NTT antara lain Letnan GD Spander, Letnan Saragouw, dan Letnan Sayminan.

Setelah operasi militer berakhir, para pejabat sipil pemerintah kolonial akhirnya bisa ditempatkan dengan aman di sana. Sementara bagi Hans Christoffel, tugas selanjutnya telah menanti. Meski demikian, pangkatnya di KNIL hanya sampai Kapten dan ia pensiun pada 1910. Tiap tahun, ia mendapat uang pensiun sebesar 2 ribu gulden.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh