Menuju konten utama

Nukman Luthfie Wariskan Etika Media Sosial Beradab

Menurut Pakde, Nukman Luthfie merupakan sosok yang selalu mengajak orang untuk bermedia sosial dengan baik dan bijak.

Nukman Luthfie Wariskan Etika Media Sosial Beradab
Nukman Luthfi. Instagram/@nukman

tirto.id - Penggiat Media Sosial, Blontank Poer merasa kehilangan sosok almarhum Nukman Luthfie yang disebutnya sebagai orang yang bijaksana dalam menggunakan medsos. Saat ini, kata dia, para pengguna media sosial juga telah berubah lantaran mudah percaya dengan isu-isu di dunia maya.

"Belum ada tokoh yang bisa menggantikan Nukman, dia tak pernah terlibat dalam kontroversi apa pun. Sebisa mungkin mengajak orang untuk hati-hati bermedsos, mewariskan etika untuk bermedia sosial yang beradab," ujar Poer yang akrab disapa Pakde ini dalam Diskusi Senja 'Tribute to Nukman Luthfie' di Padepokan Asa, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (2/2/2019).

Menurut Pakde, Nukman merupakan contoh pegiat sosial media yang layak dijadikan panutan. Dia menyebutkan pribadi Nukman yang selalu mengajak pengikut di akun media sosialnya untuk melakukan hal-hal baik.

"Kita enggak sadar diarahkan oleh FB (Facebook), timeline orang-orang di sekitar yang sering berinteraksi dengan kita. Empat bulan lalu dia [Nukman] menggerakkan ibu-ibu muda karena keprihatinan asupan informasi yang buruk buat anak-anak. Misalnya, daripada main maka diberikan tablet, itu tentu buruk. Nah dia lalu mengedukasi bagaimana menghadapi hal seperti itu," terangnya.

Nukman, kata Pakde, sering mengajaknya untuk memikirkan bagaimana cara agar anak-anak saat ini bisa menjadi lebih baik.

"Maka bareng-bareng akan kita pikirkan bersama. Berangkat dari keprihatinan orang tua jarang kontrol anaknya, orang tua cenderung anak dolan enggak suka, lebih suka kalau anaknya main di rumah, padahal ini juga memprihatinkan," tuturnya menirukan ucapan Nukman.

Pakde menambahkan, selain sebagai teman yang baik, Nukman juga termasuk orang yang selalu memberi perhatian jika ada sesuatu yang dianggapnya tidak baik.

"Nukman termasuk teman baik saya, kami sering concern melakukan perlawanan [sesuatu yang negatif] kepada teman-teman di Jakarta. Kami biasanya melakukan kopdar jika ada pertarungan antara blogger kota dan desa. Tiap tahun kopdar [untuk mengajak etika bermedia sosial]. Itu dulu sebelum ada buzzer, influencer," pungkasnya.

Pemimpin Redaksi Tirto A. Sapto Anggoro yang menginisiasi diskusi tersebut mengatakan, banyak hal baik yang diajarkan Nukman kepadanya, salah satunya memberi pelajaran bisnis digital.

"Saya jurnalis murni, yang mengajak berbisnis mas Nukman, dia dulu Direktur Bisnis detik.com, saya diminta bantu jualan. Dia tidak menyuruh, tapi mengajari, bagaimana cara mendekati banyak orang," ujar dia.

Menurut Sapto, Nukman termasuk orang yang diperhitungkan dalam menjalankan bisnis digital, karena ia bisa meyakinkan orang untuk membeli produknya pada saat itu.

"Dia termasuk sesepuh digital, mas Nukman bikin web, dan dia bisa meyakinkan orang untuk membeli dengan harga Rp1 miliar. Setelah sukses, Mas Nukman keluar, dilimpahkan ke saya, mengajarkan kepada saya bermain di dunia digital," terangnya.

Sapto pun mengaku kaget saat mendengar kabar Nukman meninggal dunia, kepergian Nukman, tambahnya, sempat menjadi topik populer di dunia media sosial, di mana itu menjadi bukti bahwa banyak orang yang merasa kehilangan.

"Sebagai orang dekat, kaget, terkejut. Jauh lebih besar, yang tidak saya bayangkan sebelumnya, jadi trending. Ide ini, kita sering lupa. Atau kita tidak pernah merawat sesuatu itu ada, namun ketika tidak ada, jadi merasa kehilangan. Tidak ada lagi orang yang jadi panutan. Netral, wise, becik dan bijak," pungkasnya.

Pegiat media sosial Nukman Luthfie meninggal pada usia 54 tahun pada Sabtu (12/1/2019) malam di Yogyakarta. Pria kelahiran 24 September 1964 ini dikenal sebagai sosok yang selalu mengingatkan masyarakat internet untuk berperilaku baik di dunia maya melalui akun Twitter @Nukman.

Baca juga artikel terkait MEDIA SOSIAL atau tulisan lainnya dari Dewi Adhitya S. Koesno

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dewi Adhitya S. Koesno
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Alexander Haryanto