Menuju konten utama

Nostalgia Kejayaan Generasi Bunga

Make love not war."> Tahun 1967 adalah masa yang dijuluki "summer of love". Tak ada kebencian, yang ada hanya cinta. Make love not war.

Nostalgia Kejayaan Generasi Bunga
Jan Rose, seorang demonstran memberikan bunga pada tentara garda nasional saat demonstrasi anti perang Vietnam. Washington DC, AS, 1967. Marc Riboud/Magnum Photos

tirto.id - "Pernahkah kamu terlibat kerusuhan?"

Pertanyaan itu dilontarkan Roger, seorang bandar ganja di San Francisco, pada Charles Perry, seorang penulis. Perry tak menjawab dan lebih memilih menyimak.

Maka Roger pun melanjutkan. Dalam kerusuhan, kata Roger, awalnya kamu mungkin tak tahu apa-apa. Bisa jadi kamu sedang minum kopi, bersantai, membayangkan percintaan penuh keringat dan desahan dengan Marianne Faithfull. Lalu mendadak ada kerusuhan di sekitarmu. Kerusuhan itu bisa mengisapmu. Ada energi di sana, yang membuat adrenalinemu melonjak-lonjak dan membuatmu ikut serta dalam kerusuhan itu.

"Ada ujung yang berbeda dari kerusuhan itu," kata Roger. "Yakni cinta dan kasih sayang. Bayangkan semua orang berjalan dengan cinta dan solidaritas seperti di Haight. Saat kamu dikelilingi itu, kamu bisa terisap juga."

Haight yang dimaksud Roger adalah Haight-Ashbury, nama sebuah distrik yang diambil dari nama perempatan di Jalan Haight dan Ashbury. Pada 1967, ruas jalan ini menjadi pusat kultur hippie. Pada Januari tahun itu, tak lama setelah tahun baru, poster acara mulai bermunculan di mana-mana. Tiang listrik. Tembok apartemen. Dinding toko kelontong. Dekat kantor polisi.

Poster Human Be-In itu dibuat oleh seniman Stanley Mouse dan Michael Bowen. Konsep acaranya bersimpul pada ide budaya tanding (counterculture) hippie. Mulai penolakan sistem materialisme, kepedulian terhadap lingkungan, hingga perlawanan terhadap perang Vietnam.

"Perkumpulan para suku untuk Human Be-In... Bawalah makanan untuk dibagi, bawalah bunga, manik-manik, kostum, bulu ayam, dan simbal," begitu bunyi pengumuman di poster itu.

Pada 14 Januari, anak-anak muda berkumpul di Taman Golden Gate. Mereka nyimeng bersama. Ngobrol ngalor ngidul. Ada yang bermesraan. Beberapa band bermain di pangggung terbuka. Kebanyakan mereka masih merintis karier. Ada Grateful Dead. Jefferson Airplane dan Big Brother and the Holding Company dengan vokalis perempuan bernama Janis Joplin.

Penyair Allen Ginsberg juga datang. Ia penyair dari era 1950-an, yang dikenal sebagai elemen penting Generasi Beat. Hari itu, Ginsberg memimpin ritual pembacaan mantra Hindu, diikuti oleh bunyi gemerincing simbal.

Penulis Kate Daloz menulis bahwa acara Human Be-In bisa jadi salah satu reriungan terbesar anak muda di bawah usia 25 kala itu. Diperkirakan sekitar 20.000 orang hadir. Meski ramai dan riuh, tak ada kekacauan. Semua berjalan penuh cinta, semua terisap oleh atmosfer penuh kehangatan itu. Sama seperti yang diungkapkan oleh Roger sang bandar ganja. Bahkan anggota geng motor Hells Angels yang dikenal brutal dan sangar, bermain dan menghibur anak-anak kecil yang terpisah dari orang tuanya.

Banyak anak muda giting, dengan senyum riang, membagikan bunga pada setiap mereka yang lewat. Allen Ginsberg lantas menyebut gerakan ideologis ini sebagai Gerakan Bunga. The Flower Power. Para generasi yang merayakan ini, disebut sebagai Generasi Bunga. Flower Generation.

Merayakan 50 Tahun Musim Panas Penuh Bunga

Pada Mei 1967, John Phillips dari band The Mamas and the Papas menulis lagu tentang musim panas yang sudah mulai menjelang. Ia ingin menulis tentang kota tempat tinggalnya yang riuh oleh bunga dan cinta. Dalam 20 menit lagu telah selesai dibuat. Diberi judul "San Francisco (Be Sure to Wear Flowers in Your Hair)". Scott McKenzie diberi kehormatan untuk menyanyikannya.

Setelah dirilis, tak perlu waktu lama lagu ini jadi klasik, terjual 7 juta kopi di seluruh dunia. Dianggap sebagai lagu yang bisa menggambarkan bagaimana suasana San Francisco kala itu.

For those who come to San Francisco

Summertime will be a love-in there

In the streets of San Francisco

Gentle people with flowers in their hair

All across the nation

Such a strange vibration

People in motion

There's a whole generation

With a new explanation

People in motion

People in motion

Tapi dunia tak selalu sehangat San Francisco. Amerika Serikat sedang berperang dengan Vietnam. Ini perang panjang yang sudah berlangsung sejak 1955. Melelahkan, membunuh banyak anak muda, dan menggerus uang negara. Anak-anak muda lantas melakukan protes dengan cara mereka sendiri. Bercinta menjadi laku perlawanan. Make love, not war, ujar mereka. Bunga jadi senjata.

Pada 16-18 Juni 1967, digelar festival musik Monterey Pop Festival. Festival ini jadi salah satu festival musik bersejarah, sebab di sana The Jimi Hendrix Experience pertama kali tampil di panggung besar Amerika Serikat. Begitu pula The Who dan Ravi Shankar. Janis Joplin juga dianggap mulai dikenal publik luas setelah tampil di festival ini. Festival yang berlangsung selama tiga hari ini dihadiri oleh sekitar 90.000 orang.

Selagi bersenang-senang dengan musik, LSD, dan seks, para generasi muda yang masuk dalam Generasi Baby Boomer ini juga rutin mengadakan protes anti perang. Salah satu parade anti perang yang terkenal adalah yang dilakukan pada 21 Oktober. Dengan pakaian hippies, mereka menuju Pentagon. Tentu saja dihadang oleh para tentara lengkap dengan bedil dan bayonet. Tapi tak ada kekerasan, sebab Generasi Bunga adalah sekelompok pemuda-pemudi pasifis. Mereka malah menyorongkan bunga pada tentara itu.

Fotografer Bernie Boston kemudian memotret momen saat George Harris, 18 tahun kala itu, meletakkan bunga anyelir ke moncong senapan seorang tentara. Foto itu awalnya ditolak editor fotonya, dan masuk dalam rak foto tak terpakai. Namun Boston yang yakin itu adalah foto bagus, mengirimkannya ke lomba. Ternyata foto itu bahkan lolos jadi finalis Pulitzer.

"Meski foto itu dibuang oleh editorku, aku yakin kalau itu foto bagus," kata Boston.

infografik generasi bunga

Bulan Oktober 1967 mungkin bisa dianggap sebagai salah satu sinyal awal kepudaran Generasi Bunga yang melek politik dan punya bekal ideologis. Setelah kesuksesan Festival Monterey, merebaklah kisah dan dongeng tentang generasi bunga yang hidupnya terasa menyenangkan dan seolah tanpa beban. Akibatnya, banyak anak muda yang ingin lepas dari kewajiban turut pula dalam euforia itu. Pendeknya: anak muda yang emoh memikul apa-apa, dan hanya ingin bersenang-senang.

Hasilnya, San Francisco kebanjiran anak-anak muda yang datang dari seluruh penjuru negeri. Mereka ingin ikut merasakan terisap dalam fenomena besar itu. Menurut Kate Daloz yang menulis We Are As Gods: Back to the Land in the 1970s on the Quest for a New America, jumlah populasi di Haight meningkat hingga lima kali lipat. Dari 20.000-an menjadi sekitar 100.000-an orang.

Masalahnya, dari segitu banyak manusia, kebanyakan adalah anak muda yang berusaha lari dari tanggung jawab. Banyak pula anak muda yang minggat hanya karena ingin merasakan suasana Summer of Love. Selama Januari-Juni 1967, Kepolisian San Francisco sudah mengembalikan 748 remaja yang minggat dari rumah yang hanya ingin bersenang-senang. Teler. Bercinta. Mabuk. Makan gratisan. Mereka tak punya uang saku, tak membekali diri dengan kemampuan apapun. Jangan tanyakan tentang ideologi.

Sama seperti kota dengan populasi berlebih, masalah mulai datang. Penyakit muncul. Pada hari pertama dibuka, Haight Ashbury Free Medical Clinic menangani 250 hippies yang menderita berbagai jenis penyakit. Mulai pneumonia sampai hepatitis. Banyak juga yang datang karena malnutrisi.

Memang ada beberapa kelompok yang menyediakan makanan dan pengobatan gratis. The Diggers, misalkan. Mereka adalah kelompok aktivis dan aktor teater yang sering dianggap sebagai sekelompok anarko yang berkeinginan adanya kebebasan dan kesadaran dalam komunitas tempat mereka hidup. Setiap hari mereka memberi makan gratis sekitar 600 orang. Dananya berasal dari urunan dan berbagai aktivitas ekonomi.

Tapi seiring banyaknya anak muda yang datang dan hanya mencari kesenangan, kelompok ini pun kesal, jengah, dan perlahan kehilangan kesabaran. Mereka mulai kesal dengan jargon flower power, hippies, dan segala macam lainnya.

"Para anak muda yang terpukau dengan Summer of Love itu tidak melihat kelaparan, brutalnya hidup di sini, pemerkosaan, gang bang, gonorhea, sipilis, pencurian, kelaparan, dan kejorokan," tulis Emmet Grogan, salah satu pendiri The Diggers.

Daloz menulis, anak-anak muda itu datang karena utopia. Mereka berpikir, seseorang bisa begitu saja datang ke San Francisco tanpa uang sama sekali, dan akan disambut dengan makanan, disediakan tempat tinggal, juga cinta.

"Fantasi kekanakan ini yang menarik orang-orang dari seluruh pelosok negeri," tulisnya.

Sosiolog Stuart Hall juga memberikan kritik terhadap gerakan yang mulai membesar dan tanpa tujuan ini. Menurut Hall, gerakan hippies ini menjelma jadi, "bagian dari Amerika kulit putih."

Hall menulis, hanya ada segelintir orang kulit hitam di Haight-Asbury. Kelompok yang lebih radikal seperti Black Panthers, seperti punya garis pembeda dari simpul-simpul gerakan yang berisi orang kulit putih. Kancah besar hippies di San Francisco, ujar Hall, terpisah dengan area kumuh yang dihuni orang kulit hitam. Seperti dibatasi oleh tembok laten."

The Diggers, pada 6 Oktober 1967, menyelenggarakan parade di jalan Haight. Parade dan teater jalanan ini diberi judul "The Death of Hippie". Mereka mengkritik anak-anak muda dengan fantasi kekanakan itu, yang hanya mengambil tanpa memberi, terus mengambil hingga tak ada yang tersisa untuk diberikan pada orang lain.

"Kami ingin memberi sinyal bahwa, inilah akhir dari gerakan hippies. Tetaplah tinggal di rumahmu, lakukan revolusi di tempat tinggalmu. Jangan datang ke sini karena semua sudah usai."

Tapi gerakan generasi bunga ini memang sudah terlanjur membesar, dan tak ada satupun yang bisa menghentikannya. Puncaknya mungkin terjadi pada festival Woodstock 1969. Festival musik yang berlangsung selama 3 hari itu dihadiri oleh lebih dari 400.000 orang.

Sayangnya, gong kematian bagi gerakan bunga akhirnya benar-benar berbunyi setelah Woodstock. Penandanya adalah konser di Altamont Speedway, California, 6 Desember 1969. Di konser yang dihadiri 300.000-an penonton itu, berbagai kasus kekerasan muncul. Mick Jagger dipukul. Para penonton saling berkelahi. Meredith Hunter, pemuda usia 18, ditusuk hingga tewas oleh anggota Hells Angels karena mencabut pistol di depan panggung dan dianggap membahayakan The Rolling Stones yang sedang tampil.

Dalam konser yang juga menampilkan Santana dan Jefferson Airplane itu, total ada empat orang tewas, beberapa mobil hilang dicuri, serta kerusakan peroperti. Tak ada cinta di sana. Hanya kekacauan.

John Burks dari majalah Rolling Stone, menyebut hari itu sebagai, "hari paling buruk dalam sejarah rock n roll."

Dari sana, gerakan generasi bunga akhirnya perlahan surut. Peter Coyote, salah satu pendiri The Diggers mengakui pada The Guardian, gerakan budaya tanding generasi bunga ini kalah di tataran politis. Perang Vietnam baru benar-benar berhenti pada 1975. Rasisme juga masih ada, bahkan hingga sekarang.

"Kami juga tidak berhasil mengakhiri kapitalisme atau imperialisme. Tapi di level budaya, kami memenangkan semuanya. Hari ini, hampir semua tempat di Dunia Barat memiliki gerakan makanan organik, gerakan perempuan, dan gerakan lingkungan."

Semua itu, bagi Coyote, adalah bukti kemenangan itu.

Baca juga artikel terkait ROCK N ROLL atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Humaniora
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Zen RS