Menuju konten utama

Nikotin dan Tar: Mana yang Berbahaya?

Ada yang salah selama ini dalam memahami nikotin dalam rokok.

Nikotin dan Tar: Mana yang Berbahaya?
Ilustrasi kemasan rokok. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - “Orang-orang merokok untuk nikotin tetapi mereka mati karena TAR,” itu ucapan yang terkenal dari Michael Russell, bapak teori pengurangan bahaya tembakau dan pengembang permen nikotin.

Apa yang Anda ketahui tentang nikotin? Sebagian orang mungkin akan menjawab zat tersebut sebagai kandungan berbahaya dalam rokok. Namun, ada hal-hal lebih rinci yang perlu diketahui soal zat ini.

Secara kimiawi, nikotin merupakan senyawa organik kelompok alkaloid. Ia dihasilkan secara alami dari berbagai macam tumbuhan, seperti suku terung-terungan (Solanaceae), tembakau, tomat, dan kafein. Senyawa alkaloid tersebut memiliki efek candu dan bersifat stimulan ringan. Pada tubuh yang sehat, nikotin bahkan tak memiliki efek yang signifikan.

Sebagai stimulan, nikotin dapat meningkatkan mekanisme tubuh, terutama yang berkaitan kewaspadaan dan pemrosesan isyarat, ketajaman memori, konsentrasi, dan perhatian dalam jangka pendek. Reseptor nikotin mengatur sistem reseptor lain, sehingga efeknya bervariasi sesuai dengan suasana hati seseorang.

Ketika nikotin berikatan dengan reseptor di otak, ia akan melepaskan dopamin yang memainkan peran penting dalam modulasi perhatian, konsentrasi, nafsu makan, dan gerakan. Efek dopamin juga terbukti dapat meringankan penyakit parkinson dan alzheimer. Kondisi ini menjelaskan alasan orang menjadi lebih rileks atau gembira ketika merokok. Namun, bukan berarti rokok secara keseluruhan baik untuk meredakan stres. Tanpa rokok, nikotin dapat ditemukan dalam kandungan beberapa tumbuhan.

“Nikotin memang membikin kecanduan, tapi tidak memicu berbagai penyakit yang lazim disebutkan pada kemasan rokok,” ujar Amaliya, PhD, tim peneliti dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia.

Keamanan nikotin dalam jangka panjang telah diamati dari hewan dan manusia yang menggunakan nikotin selama bertahun-tahun. Peneliti menyimpulkan tak ada zat karsinogen pada tubuh responden yang menggunakan nikotin obat seperti permen karet, pelega tenggorokan, inhaler, dan semprotan. Zat tersebut juga tidak meningkatkan risiko serangan jantung atau stroke, bahkan pada orang dengan penyakit jantung sebelumnya.

Pada tumbuhan, konten nikotin yang dilaporkan paling tinggi pada kembang kol adalah 3,8-16,8 nanogram/gram, terong 100 nanogram/gram, kulit kentang 4,8 nanogram/gram, bubur kentang 15,3 nanogram/gram, kentang 7,1 nanogram/gram. Semakin dimasak, kandungan nikotin dalam tumbuhan semakin berkurang. Misal kandungan pada tomat hijau adalah 42,8 nanogram/gram, tomat yang dihaluskan 52 nanogram/gram, dan tomat 10,7 nanogram/gram. Sementara tomat matang hanya 4,1-4,3 nanogram/gram.

“Ini yang belum banyak diketahui masyarakat, nikotin itu adanya di tumbuhan, tembakau, dan bahkan sayuran.”

Penelitian Sahar Taghavi, dkk pada 2012 yang menghitung jumlah nikotin yang terkandung dalam rokok menunjukkan kisaran kandungan antara 1,23-3,82 mg per batang rokok. Sementara itu, sebatang rokok memiliki berat antara 1-1,9 gram. Artinya, jika dirata-rata, kandungan nikotin dalam sebatang rokok bisa mencapai 1-2 mg/gram.

Artinya, nikotin yang terkandung dalam rokok bakar lebih besar dibandingkan jumlah nikotin dalam tumbuhan. Takaran ini menjelaskan alasan orang lebih mungkin kecanduan rokok dibanding memakan tomat, misalnya.

Bahaya Tar

Pada 1988, para ahli bedah di Amerika menggolongkan merokok sebagai aktivitas yang membikin kecanduan. Hal ini diakibatkan adanya kandungan nikotin dalam rokok. Namun, nikotin bukan komponen faktor risiko berbagai penyakit seperti jantung, kanker, dan paru-paru. Tertuduhnya adalah tar, senyawa yang dihasilkan dari proses pembakaran. Artinya, selama tembakau tidak dibakar, dia aman.

Tar, seperti dicatat National Cancer Institute Amerika Serikat, merupakan zat kimia yang dihasilkan saat tembakau dibakar. Ia mengandung sebagian besar penyebab kanker dan bahan kimia berbahaya lainnya dalam asap tembakau. Ketika asap rokok dihirup, tar dapat membentuk lapisan lengket di bagian dalam paru-paru. Kondisi tersebut dapat merusak paru-paru, menyebabkan kanker, emfisema, atau masalah paru-paru lainnya. Menghirup asap tembakau juga menyebabkan jenis kanker lain, termasuk kanker mulut dan tenggorokan.

Penelitian terdahulu pada 1982 mengevaluasi faktor risiko terkuat dari batuk kronis, dahak kronis, mengi, dan dyspnea. Mereka mengamati kondisi tersebut pada perokok tar berat, yakni 25 batang per hari (22 mg) dengan perokok ringan 1-14 batang per hari (7 mg). Peneliti menyimpulkan kandungan tar rokok adalah faktor risiko independen yang signifikan terhadap batuk dan dahak kronis. Asap pembakaran juga menjadi faktor risiko yang signifikan untuk batuk dan dahak kronis. Sementara itu, gejala mengi dan dyspnea lebih terkait oleh uap asap rokok.

“Tapi selain pembakaran tembakau, tar juga dihasilkan dari pembakaran batubara, minyak bumi, gambut, dan kayu,” jelas Amaliya. Tar pada batubara dihasilkan dari pemanasan hampa udara dengan suhu berkisar 900 hingga 1.200 °C.

Infografik Nikotin vs Tar

Public Health England (PHE), sebuah badan kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan Inggris Raya, melakukan penelitian pada 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan dapat menurunkan risiko kesehatan hingga 95 persen. Tak ada tembakau yang dibakar dalam penelitian ini, itulah sebabnya tar tak terbentuk.

Selain itu, sebuah studi dari Georgetown University Medical Center Amerika Serikat yang diterbitkan dalam jurnal Tobacco Control mengungkapkan ketika perokok beralih ke produk tembakau alternatif, sebanyak 6,6 juta orang di Amerika Serikat terhindar dari kematian dini.

Penelitian Jonathan Foulds dari Penn State University College of Medicine juga menyebutkan perokok yang beralih ke vape lebih mudah meredam kecanduannya, dibanding saat mereka merokok secara konvensional. Sebab, takaran nikotin dalam vape lebih rendah dibanding rokok bakar.

Aktivitas merokok masih menjadi penyebab kematian terbesar yang sejatinya dapat dicegah. Merokok mempengaruhi perkembangan janin, secara signifikan meningkatkan risiko kanker tertentu, serangan jantung, stroke, dan memperparah kondisi orang dengan diabetes. Namun, bukan berarti beralih ke produk tembakau tanpa pembakaran aman dari risiko kesehatan.

Perlu diingat, selain nikotin, ada sekitar 6.000 bahan kimia lainnya dalam asap rokok, sehingga sulit mengetahui komponen mana yang paling menimbulkan risiko kesehatan. Karbon monoksida, nitrogen oksida, dan konstituen gas asap rokok lain, misalnya, telah terbukti mengurangi transportasi oksigen ke sel, meningkatkan pertumbuhan plak aterosklerotik dalam pembuluh darah, dan membuat platelet darah lengket sehingga membentuk gumpalan.

Baca juga artikel terkait ROKOK atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani