Menuju konten utama

Nelangsa Warga Marunda: Krisis Air Bersih Masih Terjadi di Ibu Kota

Krisis air bersih dikeluhkan warga Marunda Kepu, Jakarta Utara. Air mati sudah sebulan masih terjadi di Ibu Kota.

Nelangsa Warga Marunda: Krisis Air Bersih Masih Terjadi di Ibu Kota
Warga Marunda Kepu, Jakarta Utara mengalami krisis air bersih, Sabtu (21/5/2022). Tirto.id/Riyan Setiawan.

tirto.id - "Gara-gara enggak ada air, jadi kesulitan buat kebutuhan sehari-hari kayak mandi, masak, nyuci. Pokoknya kita semuanya mah jadi keder [bingung]," kata Limba (50), warga RT 09/07 Marunda Kepu, Jakarta Utara saat memindahkan air dari tong ke galon menggunakan gayung, Jumat (20/5/2022).

Cara Limba mendapatkan air bersih di tengah krisis yang tengah melanda warga Marunda Kepu tak mudah. Perempuan separuh abad itu harus berjaga sejak pagi bersama warga lainnya berebut air bersih yang akan dikirimkan oleh PAM Jaya di depan jalan besar.

Masing-masing dari mereka sudah siap dengan jerigen, ember, dan tong besar, menengok ke arah jalan raya, bak menyambut rezeki datang.

Sekitar pukul 09.45 WIB, empat truk dari PAM Jaya tiba untuk mendistribusikan air kepada dua RT Marunda Kepu, yakni RT 08 dan RT 09, RW 07 yang tengah dilanda krisis air bersih sejak satu bulan lalu.

Dari empat mobil itu dibagi untuk dua RT. Masing-masing RT mendapatkan dua truk. Air pun dikucurkan dari selang besar, lalu dimasukkan ke tong besar, jerigen, hingga galon. Mereka pun berbaris yang dikoordinir oleh Ketua RT-nya masing-masing.

Sekiranya sudah mendapat air yang cukup, warga membawanya dengan menggunakan motor, sampai ada yang dipikul ke tumahnya masing-masing.

Bagi yang memiliki tong biru seperti tong sampah terpaksa ganti fungsi jaid tempat penampung air. Warga yang memakai tong biru ini cukup efektif karena memuat isi lebih banyak, setelah tongnya penuh, airnya dipindahkan ke dalam galon yang dia punya menggunakan gayung.

"Ya kira-kira satu tong ini bisa dapet lah delapan galon. Cukup lah untuk saya, suami, dan empat anak," ucapnya.

Selain untuk kebutuhan sehari-hari, Limba mengaku krisis air berdampak juga pada kegiatannya mencari nafkah sebagai penjual gorengan keliling.

"Kalau enggak ada air, susah buat berbenahnya, buat nyuci peralatan habis goreng, bersih-bersih. Bikin usaha saya jadi macet," tuturnya.

Setelah ke delapan galonnya terisi penuh, sang suami mengambilnya dengan kendaraan motor. Suaminya membawa galon dengan menaruh di dasbor depan secara bolak-balik sampai kedelapan galon terangkut. Rumahnya sekitar 50 meter dari lokasi pengambilan air.

Hal serupa juga dilakukan oleh warga RT 08/07, yang lokasinya berbeda di gang sebelah. Salah satunya Risma (39), dia mengaku sejak terjadi kelangkaan air di daerah ini, ia kesulitan untuk mandi, masak, hingga mencuci pakaian sekolah kedua anaknya.

"Yang paling kesulitan itu enggak ada air buat anak saya yang bayi 2 tahunan. Kan harus dimandikan, apalagi kalau buang air besar dan main kotor-kotoran, bingung kitanya," kata Risma saat ditemui Tirto.

Terkadang jika kebutuhan air bersih belum tercukupi, Risma terpaksa membeli galon isi ulang dengan harga Rp6.000.

Risma mengambil air dari tangki menggunakan dua jerigen dan dua galon. Dari lokasi pengambilan air, Risma harus memikul jerigen ke rumah yang berjarak sekitar 100 meter. Setelah dirasa memenuhi tong besar, ember, dan dua jerigen, hal itu sudah cukup buat Risma.

"Walaupun capek bolak-balik dikit, enggak apa-apa, yang penting kebutuhan air terpenuhi buat keluarga, terutama anak-anak," tuturnya. Risma hidup dengan suami dan ketiga anaknya.

Namun, berbeda dengan Limba, Risma hanya sendiri, sebab suaminya pergi berlayar mencari ikan.

Marunda Kepu sendiri berada di kawasan pesisir, di mana banyak warganya yang berprofesi sebagai nelayan. Hal tersebut terlihat dari kapal-kapal yang bersandar di tepi laut. Lokasinya di seberang perkampungan warga.

Awal Mula Krisis Air Bersih

Ketua RT 09, Habibah (56) menceritakan awal mula Kampung Marunda Kepu dilanda krisis air bersih. Hal itu terjadi sekitar pukul 7 malam, H-7 hari lebaran. Air di rumahnya tiba-tiba mati, namun dia berpikir jika peristiwa ini hal biasa seperti kejadian sebelumnya hanya beberapa waktu saja.

Habibah pun mengaku banyak mendapatkan keluhan dari warganya. Warga di RT 09 sebanyak 67 Kepala Keluarga yang terdiri 200-an warga. Akhirnya, dia coba menanyakan ke pihak koperasi yang mengelola air di kawasan Marunda Kepu yang ditunjuk oleh AETRA sebagai penyalur air bersih.

Dia juga bertanya ke petugas AETRA yang tengah memperbaiki saluran pipa air yang masuk ke kampung tersebut.

"Kami tanya kapan bisa hidup, tiap hari dibenerin. Kami dijanjikan terus, sampai bosen nanyanya," kata Habibah cerita kepada Tirto di lokasi.

Melihat kondisi air yang tak ada kepastian, akhirnya Habibah bersama warga membeli air bersih di jalan raya besar yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari pemukimannya. Harganya untuk galon Rp2.000 dan jerigen Rp3.000. Jika kebutuhannya mendesak, warga terpaksa harus membeli air galon isi ulang seharga Rp6.000.

Warga mengambil air ada yang menggunakan motor, gerobak, atau bahkan ada yang sampai memikul. Terdapat juga jasa ojek, namun harganya dua kali lipat.

"Jadi bayangin aja harus mikul dan dorong gerobak air sampai 1 kilometer, ya sekuat mereka saja," ujarnya.

Terkadang, Habibah bersama warga lainnya terpaksa menggunakan air laut dan empang untuk tambahan. Biasanya digunakan untuk mandi dan membersihkan kamar mandi.

"Jadi warga mandi pakai air itu, terus bilas satu dua gayung pakai air bersih," tuturnya.

Lima hari telah berlalu, namun kondisi air tidak juga menyala. Dia pun bingung waktu itu, sebab beberapa hari lagi sudah memasuki waktu lebaran. "Sampai malam takbiran air juga enggak hidup. Kami warga kalang kabut," tuturnya.

Warga pun terpaksa harus membeli air galon pada saat malam takbiran untuk kebutuhan lebaran besok. "Saya sampai beli 27 galon. Kalau punya duit mah enak, kalau enggak punya duit, ya merasa terbebani," pungkasnya.

Krisis Air di Marunda Kepu

Warga Krisis Air di Marunda Kepu Jakarta utarat. tirto.id/Riyan Setiawan

Melihat tak juga ada kepastian, Habibah mengatakan warganya sampai berburuk sangka satu sama lain.

"Warga jadi tuduh-tuduhan, ada yang bilang karena enggak bayar, ada yang tahan air. Jadi gara-gara ini konfliknya antarwarga," tukasnya.

Akhirnya seminggu setelah lebaran pihak AETRA datang ke warga. Mereka menjanjikan hari Selasa (10/5) air sudah kembali nyala. "Tapi kenyataannya sampai saat ini belum nyala," ucapnya.

Dia merasa heran di kota besar seperti Jakarta bisa terjadi krisis air seperti ini. "Padahal ini Ibu Kota, bukan daerah pedalaman, saya heran air bisa mati sampai sebulan gini," tegasnya.

Habibah mengatakan kondisi ini sangat berdampak kepada warganya sehingga membuat mereka menjadi kesulitan. Dia berharap AETRA segera memperbaiki kerusakan air yang ada di Marunda Kepu agar warganya tidak lagi tertimpa krisis air bersih.

"Kalau memang ini tidak berjalan, kami dari warga minta penyaluran airnya dialihkan ke PAM Jaya saja," pungkasnya.

Bahkan dia mengancam akan mengerahkan warga untuk melakukan unjuk rasa ke Wali Kota Jakarta Utara. "Kalau memang enggak nyala-nyala juga, biarin saja, kami demo," tegasnya.

Ketua RT 08, Abdullah (41) menambahkan memang air di Marunda Kepu sering mengalami mampet dan mati, namun tidak sampai selama ini.

Dia mengaku telah mengadukan kondisi ini ke hingga tingkat Wali Kota Jakarta Utara, namun belum juga membuahkan hasil. Pada saat beberapa hari air mati, dia mengatakan mendapatkan bantuan dari kenalannya sebuah pengusaha air swasta lantaran mereka prihatin atas kondisi warga Marunda Kepu.

Perusahaan tersebut memberikan tiga sampai empat truk air 8.000 liter setiap harinya untuk warga dua RT tersebut. Kesempatan itu pun dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh warga.

Abdullah pun berinisiatif untuk merekam bantuan yang diberikan oleh perusahaan tersebut dan mencoba memviralkan ke media sosial. Dia juga mengirim video tersebut ke tingkat kecamatan hingga Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Utara.

"Akhirnya setelah viral PAM dan Aetra baru kirim bantuan mobil masing-masing dua truk 5.000 liter," kata Abdullah.

Jika masih mengalami kekurangan, PAM atau Aetra akan mengirim satu truk lagi ke warga. Warga RT 08 lebih banyak dari RT 07, yakni 200 KK, sehingga kebutuhan airnya lebih besar.

Namun, Abdullah mengaku dengan bantuan tersebut membuat warga menjadi lebih rumit dibandingkan jika air PAMnya kembali menyala.

Lantaran warga harus mengantre, rebutan, bahkan ada yang sampai jatuh terpeleset. Selain itu, warga juga menjadi lebih sulit karena harus membawa jerigen dan menenteng air sampai ke rumah.

"Dibanding bantuan, kami minta penyaluran air di sini kembali seperti semula biar enggak ribet lagi. Pemerintah jangan anggap ini sepele, kami kesusahan terus kalau kaya gini," pungkasnya.

Direktur Walhi DKI Jakarta, Suci F Tanjung mendesak Gubernur DKI, Anies Baswedan untuk segera memperbaiki layanan air bersih di Marunda Kepu, Jakarta Utara.

Persoalan air bersih di Marunda Kepu sendiri, kata Suci, tidak terlepas dari buruknya layanan dan diskriminasi pemasangan pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Seperti disebutkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 16 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penyambungan dan Pemakaian Air Minum, warga yang tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan tanahnya seperti warga Marunda Kepu hanya bisa memasang pipa PDAM secara khusus.

“Hak atas air bersih adalah hak dasar seluruh masyarakat. Oleh karenanya, pelayanan air bersih tidak boleh diberlakukan secara tebang pilih untuk alasan apapun," kata Suci melalui keterangan tertulisnya yang dikutip, Kamis (19/5/2022).

Kemudian menurut Suci, terputusnya pasokan air bersih di Marunda Kepu adalah bentuk kegagalan negara dalam memenuhi hak setiap warga atas air yang memadai, aman, dan aksesibel.

Pelibatan swasta oleh pemerintah adalah kebijakan yang tidak tepat dan memperburuk kualitas pelayanan air bersih.

"Mitos bahwa swasta mendukung pemenuhan hak masyarakat atas air harus dihentikan. Negara harus memperbaiki kualitas layanan air dimulai dari mengambil alih seluruh pengelolaan air bersih di Jakarta sesuai amanat konstitusi," pungkasnya.

Krisis Air di Marunda Kepu

Warga Krisis Air di Marunda Kepu Jakarta utarat. tirto.id/Riyan Setiawan

Respons Pemprov DKI soal Krisis Air Bersih

Saat di lokasi, terlihat petugas Aetra tengah menggali tanah untuk mencari titik kerusakan pipa yang mengaliri air ke kampung Marunda Kepu.

"Iya ini kami lagi gali, lihat ada kebocoran enggak, biar kami perbaiki dan airnya bisa ngalir lagi," kata petugas di lokasi.

Saat Tirto minta keterangan lebih lanjut, petugas menyarankan untuk menghubungi pejabat AETRA secara langsung.

Corporate and Customer Communication Manager PT Aetra Air Jakarta, Astriena Veracia mengklaim pihaknya saat ini tim teknik telah dan terus melakukan investigasi, pengecekan, dan upaya teknik pada jalur pipa distribusi menuju lokasi yang mengalami kendala suplai air.

Atas permasalahan yang terjadi tersebut, Aetra sementara ini melakukan pengiriman air melalui mobil tangki dari PAM JAYA dan Aetra secara reguler dilakukan sebagai solusi sementara untuk memenuhi kebutuhan air warga.

"Aetra akan mengusulkan kepada PAM JAYA untuk opsi perbaikan jaringan agar kondisi suplai air lebih stabil sehingga kebutuhan air yang meningkat tersebut dapat terlayani," kata Astriena melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (21/5/2022).

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Riza Patria mengklaim pihaknya telah menerjunkan mobil PAM untuk mengatasi krisis air bersih di Marunda Kepu, Jakarta Utara.

"Ya kan itu sudah disiapkan tangki-tangki ya di Marunda," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat (20/5/2022)

Ketua DPD Jakarta Partai Gerindra itu menuturkan tak hanya di Marunda, jika daerah lain terjadi krisis air Pemerintah Provinsi (Pemprov DKI) akan menerjunkan mobil tangki PAM untuk memenuhi kebutuhan warga.

"Selama ini alhamdulillah bisa ditangani, diatasi dengan baik ya," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KRISIS AIR BERSIH atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri