Menuju konten utama

'Naturalisasi Sungai': Janji Manis Anies Ingin DKI Meniru Singapura

Salah satu janji Anies melaksanakan program "naturalisasi sungai". Sampai setahun, program ini belum jadi prioritas.

'Naturalisasi Sungai': Janji Manis Anies Ingin DKI Meniru Singapura
Gubernur Jakarta Anies Baswedan berswafoto dengan Wali Kota Bogor Bima Arya (kiri) saat mengunjungi Bendung Katulampa, di Bogor, Senin (12/10/2018). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Pertengahan September lalu, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cilwung Cisadane Bambang Hidayah mewanti-wanti bahwa hampir setengah wilayah DKI Jakarta terancam banjir pada musim hujan tahun ini. Ia mengingatkan ada 129 kelurahan terancam banjir karena air sungai meluap.

Kelurahan-kelurahan terancam banjir ini terletak di dekat Sungai Angke, Pesanggrahan, Krukut, Ciliwung Kelurahan, Kanal Banjir Barat, Ciliwung Lama Kelurahan, Sunter, Cipinang Kelurahan, daan Cengkareng Drain. Kelurahan paling rawan banjir terkonsentrasi di Jakarta Selatan, berikutnya di Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara.

Selain itu, beberapa ruas jalan dan permukiman bakal terkena limpasan genangan air hujan karena sistem drainase yang buruk, menurut Bambang.

"Sudah dua tahun tidak melakukan normalisasi di Sungai Ciliwung," kata Bambang.

Pemerintahan Anies Baswedan memang menolak melakukan pendekatan "normalisasi sungai"—di mana di era Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama biasanya dikenali lewat penggusuran permukiman di bantaran sungai, dan warga dipaksa pindah ke rumah susun. Daerah aliran sungai itu lalu dilebarkan dan dibeton demi menampung limpasan air dari daerah hulu saat musim hujan.

Anies berbeda. Ia melakukan apa yang disebutnya "naturalisasi" dengan berupaya "menghidupkan ekosistem" sungai dan waduk, salah satunya mengembangkan tanaman di tepi sungai dan menolak pembetonan. Dalam kampanye tahun lalu, program ini bagian dari janji Anies menolak penggusuran permukiman.

Tapi, bagaimana realisasinya selama setahun sejak Anies menduduki Balai Kota?

Program naturalisasi kali pertama diimplementasikan di Setu Babakan. Beberapa kegiatannya adalah penanaman pohon dan membuat taman kecil di tepi setu.

“Kita sudah kerjakan sejak Januari,” kata Kepala Dinas Sumber Daya Air Teguh Hendarwan kepada Tirto.

Dinas juga melakukan pengerukan di dasar setu. Pada awal Selasa siang, 9 Oktober lalu, saya menyaksikan bagaimana sebuah ekskavator baru saja selesai mengeruk tanah di sisi utara Setu Babakan. Lumpur dan tanah disisihkan ke tepi. Sementara satu ekskavator lain menganggur di sebelah timur setu. Ekskavator-ekskavator ini menjadi alat andalan untuk program pengendalian banjir dan naturalisasi ala Anies Baswedan.

Meski begitu, mengeruk lumpur waduk atau sungai lazim dilakukan setiap tahun oleh pemerintah DKI Jakarta. Tapi problemnya, ujar Bambang Hidayah, "pengerukan tidak seefektif normalisasi dalam mengurangi banjir."

Inilah mengapa masih ada perbedaan pandangan antara Dinas SDA dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane soal naturalisasi dan normalisasi. Sampai kini pun program naturalisasi belum menyentuh sungai.

"Karena itu kami sekarang melakukan yang bisa dulu, ke waduk-waduk yang sudah ada,” ujar Teguh.

Infografik HL Indepth Setahun Anies

Program 'Naturalisasi Sungai' Tanpa Anggaran

Meski digadang oleh Anies Baswedan bisa menjadi solusi mengatasi banjir di Jakarta, program naturalisasi sangat mungkin tak semanis ucapannya. Selama setahun ini, naturalisasi belum mendapatkan jatah anggaran sendiri.

Dalam APBD DKI Jakarta 2018 ataupun APBD-Perubahan 2018, tidak ada nomenklatur anggaran untuk naturalisasi. Anggaran untuk urusan waduk dan sungai didominasi oleh kegiatan program pengendalian banjir, yang saban tahun sudah dialokasikan dalam APBD.

Lalu dari mana uang untuk kegiatan yang diklaim sudah dimulai sejak Januari 2018?

Teguh Hendarwan mengklaim anggaran naturalisasi sementara ini diambil dari gelondongan dana operasional kegiatan Dinas SDA, “Akan kita anggarkan tahun depan. Tahun ini on progress karena dilakukan swakelola."

Anggaran operasional ini disisipkan pada nomenklatur pemeliharaan saluran. Misalnya untuk Setu Babakan, disisipkan pada anggaran pemeliharaan waduk/situ/embung dan kelengkapannya Sistem Aliran Tengah, yang biayanya Rp2 miliar. Namun, berapa pastinya anggaran yang sudah dikeluarkan untuk naturalisasi, Teguh tidak dapat merincinya.

“Tanya ke sekretaris dinas,” katanya.

Sekretaris Dinas SDA Oo Rodiah juga tak bisa menjawab secara rinci besaran anggaran untuk program naturalisasi. “Itu kembali tadi, khusus untuk yang naturalisasi, kita tidak menggunakan kegiatan sendiri, nomenklatur sendiri, tapi masuk dalam kegiatan pemeliharaan saluran,” kata Rodiah.

Mirisnya lagi, klaim Teguh akan mengalokasikan program ini untuk tahun anggaran 2019 juga belum terbukti. Pada anggaran kegiatan input dan supervisi hasil finalisasi penyusunan rencana kerja pemerintah daerah 2019, tidak ada nomenklatur naturalisasi yang diusulkan oleh Dinas Sumber Daya Air.

Kerja Tanpa Target

Tidak ada anggaran khusus pada APBD 2018 menurut Teguh lantaran saat itu konsep naturalisasi belum jelas. “Masih meraba-raba,” katanya.

Meski masih meraba-raba dan tanpa anggaran, Dinas SDA sudah berencana menaturalisasi 16 waduk. Sebanyak delapan waduk yang sudah ada dan siap dinaturalisasi adalah Kali Baru Timur, Situ Babakan, Waduk Grogol, Waduk Tomang, Waduk Sunter Utara, Waduk Sunter Selatan sisi Timur, Waduk Sunter Selatan sisi Barat, dan Waduk Bojong Indah, Rawa Buaya.

Sedangkan delapan waduk lain yang masih dalam proses pembuatan: Waduk Kampung Rambutan, Waduk Cimanggis, Embung Sejuk, Embung Aselih, Waduh Kaja, Waduk Jagakarsa, Waduk Setiabudi Barat, dan Waduk Setiabudi Timur.

Anies Baswedan sendiri menginginkan "naturalisasi sungai" kelak seperti sungai di Singapura. Pembetonan di bantaran sungai, yang sudah telanjur dilakukan, tak perlu dibongkar. Cara untuk melakukan naturalisasi adalah menutupi dinding beton dengan pohon rambat, seperti yang dilakukan oleh pemerintah di Singapura.

"Anda baiknya lihat beberapa contoh proyek yang sebelumnya dibeton lalu menjadi naturalisasi. Paling mudah di Singapura, lihat situ saja," ujar Anies di DPRD DKI Jakarta, 10 Oktober lalu.

Anies tidak memberikan target untuk program ini, menurut Teguh.

“Yang penting 200-300 meter spot-spot itu ada aja,” katanya mencontohkan "kinerja" dinasnya melakukan program "naturalisasi sungai" di sebuah titik Setu Babakan.

Baca juga artikel terkait PEMERINTAHAN ANIES atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam