Menuju konten utama

Naskah Nusantara Bisa Jadi Sumber Kreatif Generasi Masa Kini

Borobudur Writer and Culture Festival (BWCF) 2016 kembali mengangkat kekayaan khazanah budaya Indonesia, yaitu khazanah yang terhimpun dengan baik dalam teks-teks tertulis yang dapat menjadi sumber inspirasi generasi masa kini untuk menciptakan karya-karya spektakuler.

Naskah Nusantara Bisa Jadi Sumber Kreatif Generasi Masa Kini
Pentas seni tari di panggung Borobudur Writer and Culture Festival (BWCF) 2016 di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Ngablak, Gunung Andong, Magelang, Jawa Tengah. Para penari menerjemahkan fragmen Serat Centhini dalam wujud tarian dan tembang. [Tirto/aya]

tirto.id - Borobudur Writer and Culture Festival (BWCF) 2016 kembali mengangkat kekayaan khazanah budaya Indonesia, yaitu khazanah yang terhimpun dari berbagai etnik dari Aceh hingga Papua yang telah terdokumentasikan dengan baik dalam teks-teks tertulis, seperti Serat Centhini dan I La Galigo. Generasi masa kini hanya perlu menggali kembali kekayaan Nusantara yang tertera dalam naskah untuk menjadi pelbagai bentuk kreatif yang bermanfaat dari berbagai perspektif.

“Saya sangat bahagia sekali tahun ini, perupa seni visual muncul, baik dari Bandung, Surabaya, Makasar, dari desa pedalaman gunung, komunitas lima gunung, total ada 121 Centhini dalam terjemahan mereka masing-masing,” papar Yoke Darmawan, Direktur Samana Foundation sekaligus Direktur Pelaksana BWCF, di Magelang, Sabtu (8/10/2016).

Meski selama ini telah muncul berbagai kajian oleh para peneliti dari dalam negeri maupun luar negeri, semua itu dinilai belum sepenuhnya mengungkapkan kekayaan Nusantara kepada masyarakat luas. Maka BWCF memfasilitasi para pemerhati bidang tersebut untuk melakukan telaah dan perayaan khazanah budaya Nusantara bersama-sama dengan pemerhati lainnya.

Dalam satu ruangan, mereka membedah kekayaan pengetahuan karya-karya besar berikut manifestasi ekspresifnya di masa lalu, masa kini, dan segenap pilihan inseminasi kreativitas di masa depan dalam perspektif sastra maupun dari sisi kajian sejarah dan arkeologis.

Dengan mendalami kekayaan naskah-naskah itu, diharapkan kreativitas di masa kini bisa dikerjakan dengan cerdas, kaya, dan dapat memberikan tawaran kepada keseragaman melalui proses globalisasi hari ini.

Yoke Darmawan menyebutkan contoh tentang pelbagai kuliner, obat-obat tradisional, arsitektur, seni tradisi, teknologi, dan seks yang terdapat dalam karya sastra klasik Serat Centhini bisa menjadi bahan yang menantang untuk diolah menjadi karya baru di masa kini.

Kemungkinan kreativitas itu juga bisa sangat luas diimplementasikan dalam seni tari, musik, sastra, film, dan bentuk-bentuk pagelaran pentas tradisi. Ia menuturkan, inovasi keativitas bertolak dari naskah-naskah lokal bisa menjadi basis untuk meningkatkan potensi ekonomi di sisi yang lain.

“Ada orang-orang yang datang karena ingin menjalin hubungan antar manusia atau network, bisa bertemu dengan penerbit dan orang-orang bisa menambah atau jadi distributornya, terus ahli spiritual dari berbagai macam kepercayaan agama, dari romo sampai ulama ngumpul semua di sini,” kata Yoke.

Dengan demikian, sambung Yoke melalui pertemuan antara para penulis dan pekerja kreatif serta aktivis budaya dengan masyarakat pada umumnya diharapkan muncul pemahaman interdisiplin yang berbasis pada pengembangan dan perluasan pengetahuan sehingga para kreator budaya maupun masyarakat yang hidup dalam budaya-budaya tersebut dapat memanfaatkan segala khazanah yang ada untuk memproyeksikan masa depan yang lebih baik.

Baca juga artikel terkait BWCF2016 atau tulisan lainnya

tirto.id - Humaniora
Reporter: Mutaya Saroh