Menuju konten utama

Nasib RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Tamat

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) tak mungkin dilanjutkan pembahasannya. Kalaupun mau, maka harus dimulai dari awal lagi oleh DPR periode selanjutnya.

Nasib RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Tamat
Rapat paripurna di masa persidangan I tahun 2019-2020, Kamis (29/8/2019). tirto.id/Bayu Septianto

tirto.id - Panitia Khusus (Pansus) RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) membatalkan rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS), Jumat (27/9/2019).

Sampai 30 menit setelah rapat dibuka, perwakilan pemerintah--yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, dan Menteri PAN-RB Syafruddin--tidak juga tampak batang hidungnya.

Ketua Pansus RUU KKS Bambang Wuryanto mengatakan "karena tidak ada satu pun meteri yang hadir," rapat bukan lagi ditunda, melainkan dibatalkan. Pasalnya, masa persidangan DPR RI periode 2014-2019 terakhir dilaksanakan hari ini, Jumat (27/9/2019).

Menurut Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDIP itu, imbas dari pembatalan rapat ini RUU KKS tak bisa dilanjutkan (carry over) oleh DPR periode berikutnya. Soalnya, dalam UU Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan (UU PPP) yang baru disahkan DPR RI, salah satu syarat pembahasan rancangan atau revisi undang-undang bisa dilanjutkan adalah sudah masuk dalam pembahasan DIM.

Sementara Pansus RUU KKS sampai saat ini belum menerima DIM dari pemerintah.

"So, dimulai dari awal," jelas Bambang.

"Jadi jangan lagi ada yang ngomong bahwa nanti akan ada pengesahan RUU Keamanan Siber. Enggak ada itu," pungkasnya.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai pasal ini bermasalah. Bahkan terkait definisi keamanan siber itu sendiri.

"Sampai saat ini penulisan 'cyber security' disambung atau dipisah saja masih menuai perdebatan, apalagi definisi soal apa itu keamanan siber," kata Wahyudi di Atma Jaya, Jakarta, Kamis (5/9/2019).

RUU juga memuat tentang pengaturan konten yang dianggap ancaman--mencakup konten yang destruktif dan negatif. Namun, tak ada definisi yang jelas soal konten yang dimaksud.

"Artinya dengan alasan ini konten-konten tertentu yang secara subjektif dianggap destruktif atau negatif, bisa dilakukan pembatasan," ujar Wahyu.

Baca juga artikel terkait KEAMANAN SIBER atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino