Menuju konten utama

Nasib Proyek Trans Papua di Tengah Perburuan Aparat

Pemerintah menghentikan sementara proyek jembatan Trans Papua di titik penyerangan. Kelanjutannya kini tergantung aparat.

Nasib Proyek Trans Papua di Tengah Perburuan Aparat
Foto udara Jalur Trans Papua di ruas jalan Wamena-Habema, Papua, Selasa (9/5). Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jalur Trans Papua segmen 5 yakni Wamena-Habema-Kenyam-Mumugu sepanjang 284,3 Km telah tersambung. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nz/17

tirto.id - Pemerintah menghentikan sementara proyek jembatan Trans Papua yang digarap BUMN PT Istaka Karya usai peristiwa pembunuhan di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, Minggu (2/12/2018) kemarin. Penundaan diberlakukan pada wilayah proyek yang menghubungkan Mamugu dan Wamena.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono mengatakan nasib proyek masih belum jelas dan menunggu sampai perburuan kelompok bersenjata selesai. Perburuan ini diprediksi memakan waktu cukup lama karena lanskap wilayah yang cukup sulit ditembus.

"Kami menunggu sampai kondisi kondusif sesuai dengan rekomendasi Panglima Kodam dan Kapolda Papua," kata Basoeki di kantornya, Selasa (5/12/2018) kemarin.

Saat ini, kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustafa Kamal, polisi masih berupaya mengevakuasi korban. Jalan berkelok, naik-turun, dan berbatu, menyulitkan petugas mencapai lokasi kejadian. Perjalanan dari Mbua ke Wamena, kata Kamal, membutuhkan waktu tujuh hingga delapan jam.

"Kami masih belum sentuh lokasi. Anggota kami masih menuju ke sana karena medannya juga cukup berat," kata Kamal kepada reporter Tirto, Rabu (5/12/2018).

Mengutip laporan jurnalis Islami Adisubrata dari tabloidjubi.com, Komandan Resor Militer 172/PWY Kolonel Infanteri Jonatan Binsar Sianipar mengatakan satuannya telah menurunkan tim yang beranggotakan 150 personel untuk menembus Yigi.

Jonatan memperkirakan butuh waktu cukup lama untuk bisa menguasai lokasi lantaran medan yang luas dan sulit ditembus. Sebelum ke Yigi, pasukan TNI bakal menyisir Distrik Yall, dekat dengan Yigi.

Sekretaris PT Istaka Karya Yudi Kristanto menyampaikan hingga saat ini jumlah korban diduga dibunuh di lokasi proyek Istaka masih simpang-siur. Penembakan itu kabarnya terjadi di wilayah segmen 5 Trans Papua, tepatnya di antara Kali Aorak (km 102+525) dan Kali Yigi (km 103+975). Mereka adalah karyawan PT Istaka Karya.

Yudi menyebut ada 28 pekerja yang bertugas di dua jembatan tersebut sebelum insiden penembakan terjadi. Artinya, setiap jembatan digarap oleh 14 orang pekerja.

Namun, hingga saat ini perusahaan pelat merah itu belum punya informasi lengkap berapa pekerja yang tewas. Yang jelas, kata dia, sebagian besar karyawannya yang ada di lokasi berasal dari Sulawesi.

"Ada yang bilang 31, [ada juga] 24. kami belum bisa bilang sebelum memperoleh data dari tim yang melakukan penjemputan dan menangani masalah ini. Akan kami publish kalau identifikasi sudah keluar nama dan orangnya sudah jelas," ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu (4/12/2018) kemarin.

Infografik Target jalan trans papua

Kontrak Berpotensi Diperpanjang

Istaka karya menggarap 14 jembatan pada segmen 5 Trans Papua yang meliputi wilayah Wamena, Habema, Kenyam, dan Mamugu sepanjang 278 kilometer. Selain Istaka Karya, proyek pada segmen ini dikerjakan PT Brantas Abipraya.

Bagian yang digarap Istaka berada di sepanjang jalan Habema-Mugi, Nduga, Papua. "Jadi jembatan itu namanya jembatan Habema-Mugi. Di situ ada 14 kali atau sungai yang dilalui dan di situlah proyek kami," terang Yudi.

Proyek pembangunan jembatan ini mulai dikerjakan pada 2016 dan ditargetkan rampung pada Desember 2019. Dengan total 14 jembatan, PT Istaka Karya memiliki kontrak dengan pemerintah dengan nilai Rp184,4 miliar.

Namun, ia tak bisa menjelaskan berapa rincian dana per jembatan.

Kontrak tersebut kemungkinan bakal diperpanjang jika penyelesaian dari aparat memakan waktu cukup lama. Sebab hingga saat ini, proyek yang digarap Istaka baru rampung sekitar 70 persen.

"Secara kumulatif, ya. secara keseluruhan. karena kami dihitung bukan satu per satu," tuturnya.

Yudi juga belum bisa memastikan kapan proyek Istaka bisa berlanjut. Di samping itu, perusahaannya juga perlu memastikan faktor keamanan agar insiden serupa tidak terulang saat proyek kembali berjalan.

"Saya tidak bisa memastikan pengawalannya nanti bagaimana. Tapi yang jelas ada standar operasional prosedur, yaitu kami lihat, dibagi, dari kerawanan tingkat tinggi atau mitigasi risiko tinggi, risiko sedang, dan resiko tengah. Kalau risiko tinggi berarti kami harus koordinasi dengan aparat setempat," imbuhnya.

Pengamat militer dan pertahanan dari Universitas Padjadjaran, Muradi menyampaikan operasi yang dilakukan aparat di kabupaten Nduga bakal berlangsung cukup lama lantaran kelompok bersenjata jelas bakal melawan.

Di atas kertas, operasi untuk menyisir kawasan bisa berlangsung cuma tiga hari. Namun, karena aparat harus memastikan jalur benar-benar aman, bisa jadi jangka waktu sterilisasi kawasan berlangsung hingga satu bulan, bahkan lebih.

"Tergantung instruksi panglima, ya. Kalau Panglima TNI bilang amankan sampai habis bisa berbulan-bulan. Tapi paling tidak, kan, harus sterillah dari radius lima kilometer dari proyek BUMN," ujarnya saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (5/12/2018).

Ia memberi contoh operasi teritorial Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah, pada April lalu. Operasi itu diperpanjang hingga beberapa bulan.

Saat dikonfirmasi Tirto, Wakil Kepala Penerangan Daerah Militer Kodam XVII/Cenderawasih Letkol Infanteri Dex Sianturi mengatakan belum ada instruksi apakah operasi teritorial akan dilakukan atau tidak.

Operasi Teritorial merupakan operasi yang dijalankan satuan militer dengan sasaran, waktu, tempat, dan dukungan logistik yang telah ditetapkan sebelumnya. Operasi tersebut disusun dengan perencanaan terinci untuk mencapai misi khusus.

"Kami serahkan kepada panglima saja, mas," ujarnya singkat.

Baca juga artikel terkait KASUS PENEMBAKAN DI PAPUA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino