Menuju konten utama

Nasib Mahasiswa Indonesia di Tengah Tsunami COVID-19 India

Ada banyak mahasiswa Indonesia di India, negara yang tengah dilanda gelombang kedua COVID-19. Bagaimana nasib mereka?

Nasib Mahasiswa Indonesia di Tengah Tsunami COVID-19 India
Seorang anak lelaki berada di sebelah jenazah ayahnya yang meninggal akibat terinfeksi virus corona (COVID-19), di sebuah krematorium di New Delhi, India, Sabtu (24/4/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi/AWW/djo

tirto.id - “Perkuliahan di beberapa universitas di India ada yang mulai tatap muka. Tapi ketika awal gelombang dua ini mencuat, perkuliahan dialihkan daring. Itu dampak utama bagi para pelajar,” ucap Fikri (23), mahasiswa semester 4 jurusan Islamic Studies di Aligarh Muslim University sekaligus Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di India kepada reporter Tirto, Selasa (27/4/2021).

Rencana lain yang ingin digelar oleh mahasiswa pun sontak urung, katanya. Para mahasiswa baru juga belum sempat menjejakkan kaki di sana lantaran gelombang COVID-19 sedang tinggi-tingginya.

Meski begitu tetap ada kampus yang memperbolehkan tatap muka untuk mata pelajaran tertentu, seperti University of Lucknow.

Ada 160 anggota PPI tercatat berada di India. Mereka harus menaati peraturan pemerintah setempat jika ingin selamat dari pagebluk. Misalnya, tidak keluar rumah setelah pukul 20 kecuali dalam keadaan darurat seperti ke apotek atau klinik. Bila membandel dan ketahuan, maka aparat akan memberikan sanksi teguran atau bayar denda Rs500-1.000 (setara Rp100-200 ribu).

28 negara bagian masing-masing memiliki kebijakan yang berbeda soal penguncian wilayah. Ada yang menerapkan karantina selama 14 hari seperti di Karnataka; ada pula yang di akhir pekan saja. Toko-toko beroperasi pukul 11-20 setiap hari, lalu aparat ‘keluar kandang’ untuk berpatroli dan menegakkan aturan.

Fikri, berasal dari Kabupaten Serang, Banten, menyewa indekos di Aligarh, distrik di Uttar Pradesh, sekitar 90 mil arah tenggara New Delhi. Di daerah itu menurutnya sebagian besar masyarakat telah mematuhi protokol kesehatan meski tetap ada yang membandel. Ini menurutnya berbeda dengan penduduk di Mumbai yang kelakuannya menyebabkan rumah sakit penuh dan kekurangan stok oksigen tabung.

Sebagai bentuk solidaritas, Fikri mendata para anggota PPI India di kotanya, kemudian membagikan vitamin atau parasetamol sebagai stok. Sedangkan anggota lain di tempat yang berbeda akan ia tulis ke dalam daftar, lalu data tersebut diserahkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di New Delhi.

Para anggota PPI belum kebagian vaksin meski negara tersebut sedang gencar-gencarnya melakukan itu. Para mahasiswa harus melakukan vaksinasi mandiri. Per vaksin dapat ditebus sekira Rs200-500. Bagi dia dan rekan-rekannya, tak masalah bila harus merogoh kocek pribadi demi diinjeksi.

Sementara KBRI di New Delhi kerap memberikan masker, vitamin, hingga cairan pembersih tangan kepada anggota PPI sebagai bentuk tanggung jawab terhadap warga negara. Setidaknya bantuan itu diterima oleh mereka yang kerja atau belajar dari rumah di masa pandemi ini. Begitu juga dengan pihak kampus. Mereka menyalurkan bantuan serupa bagi mahasiswa yang menetap di asrama.

Ramadan tahun ini “tak terlalu sulit ketimbang tahun lalu,” ujar Fikri. Soalnya, tahun lalu, ketika gelombang pertama COVID-19 menyikat India, pertokoan dilarang beroperasi. Masjid-masjid juga menerima kunjungan jemaah meski terbatas; yang datang pun harus menaati protokol kesehatan.

Fikri menduga ritual keagamaan di Sungai Gangga jadi penyebab Corona meledak lagi. “Itu salah satu ritual keagamaan yang cukup menambah COVID-19 di India. Mereka lebih percaya dengan datang ke situ COVID-19 segera hilang,” tutur dia.

Faktor lainnya, penduduk India abai dengan protokol kesehatan, apalagi ketika negara tersebut dicap berhasil menekan peredaran COVID-19. Mereka jadi bersikap biasa saja terhadap virus ini. “Juga penumpukan massa di pasar atau jalanan.”

India menjadi negara dengan jumlah kasus COVID-19 terbanyak ke-2 di dunia setelah Amerika Serikat. Total kasus terkonfirmasi sebanyak 17.636.307. Pada 27 April 2021 terdapat penambahan 10.572 kasus baru dan 14 kematian.

Pemerintah Indonesia melalui kedutaan besar di New Delhi terus melakukan pemantauan terhadap 750 WNI yang berada di India. Pemantauan dilakukan melalui WhatsApp Group, Zoom, dan kontak secara personal.

Pelaksana Fungsi Pensosbud KBRI New Delhi, Hanafi, mengatakan sebanyak 29 WNI sempat dinyatakan positif COVID-19 dan menjalani isolasi mandiri. “Tapi kayaknya sudah ada beberapa yang negatif,” ujar Hanafi kepada reporter Tirto, Selasa.

Mengingat gelombang kedua COVID-19 yang mengkhawatirkan, pemerintah India menetapkan vaksinasi lanjutan untuk masyarakat dengan usia 18 tahun ke atas. Sebelumnya mereka menerapkan vaksinasi untuk petugas kesehatan, pekerja garis depan, dan mereka yang usianya telah 45 tahun ke atas.

“Karena ada lonjakan ini pemerintah mengubah kebijakan, mulai 1 Mei boleh semua umur (18+), tidak diurutkan lagi,” ujarnya.

Selain itu, jika selama ini distribusi vaksin dilakukan oleh pusat, nantinya pemerintah daerah diizinkan untuk memperoleh langsung dari produsen.

Baca juga artikel terkait COVID-19 DI INDIA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika & Alfian Putra Abdi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Adi Briantika & Alfian Putra Abdi
Penulis: Adi Briantika & Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino