Menuju konten utama

Nasib Konsumen Meikarta Usai Petinggi Lippo Group Ditangkap KPK

Para konsumen Meikarta mengeluhkan sulitnya pengembalian dana (refund) yang sudah mereka setorkan.

Nasib Konsumen Meikarta Usai Petinggi Lippo Group Ditangkap KPK
Foto arsip suasana pembangungan proyek kawasan Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (14/9/2017). Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Bekasi terkait perizinan proyek Meikarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Wasono, warga Bekasi Timur mengaku punya pengalaman menjengkelkan dengan Meikarta. Ia merupakan salah satu konsumen yang termakan iklan megaproyek Lippo Group yang sempat memenuhi sejumlah media, baik elektronik maupun cetak.

Pada November 2017, Wasono memesan satu unit apartemen bertipe studio. Dengan iming-iming janji pembangunan segera direalisasikan, ia akhirnya menyetor uang pemesanan sebesar Rp2 juta.

Waktu itu, pemberitaan terkait masalah lahan Meikarta belum jadi sorotan. Promosi masih dilakukan jor-joran oleh pengembang. Setelah masalah rekomendasi lahan dilontarkan oleh Deddy Mizwar yang saat itu menjabat sebagai wakil gubernur Jawa Barat, barulah Wasono dirundung gelisah.

Jangan-jangan, Wasono bergumam, proyek Meikarta itu bermasalah. Karena itu, pada Januari lalu, ia meminta pengembalian uang pemesanan sebesar Rp2 juta. Uang ini merupakan setengah dari pendapatannya selama sebulan.

Akan tetapi, proses pengembalian uang tersebut berbelit-belit. “Saya diminta sabar. Sudah berbulan-bulan tapi proses refund saya belum cair,” kata Wasono kepada reporter Tirto, Rabu (17/10/2018).

Kini, hatinya makin mencelus setelah mengetahui salah satu petinggi serta beberapa pegawai Lippo Group tertangkap tangan KPK soal kasus suap pemberian izin pembangunan. Mereka adalah Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, pegawai Lippo Group Henry Jasmen serta konsultan Lippo Group Taryudi.

Harapannya untuk dapat menarik kembali uang yang pernah ia bayarkan itu, lenyap sudah. “Saya udah enggak mikirin lagi lah, percuma juga, kayaknya,” kata Wasono dengan nada kecewa.

Tak hanya Warsono, Anggia Fatmawati, salah seorang pegawai BUMN juga sempat kecele dengan iklan Meikarta yang cukup masif di akhir tahun 2017. Tergiur dengan harga murah yang ditawarkan, serta syarat yang tak begitu sulit, ia memesan satu unit apartemen dengan dua kamar.

Pembayaran booking fee ia lakukan di booth pameran Meikarta di Lippo Mall Kemang, awal tahun lalu. Belakangan, Anggia baru mengetahui kalau proyek tersebut masih terkendala berbagai masalah.

Namun, ia terpaksa batalkan niatnya untuk membeli menyusul maraknya imbauan untuk menunda pembelian apartemen Meikarta di berbagai media. “Akhirnya mau bayar enggak jadi,” kata Anggia saat dihubungi reporter Tirto.

Padahal waktu itu, Anggia telah memantapkan hati untuk mulai membayar cicilan sekitar Rp2 juta per bulan. Pihak marketing Meikarta juga berkali-kali menghubunginya dan meminta agar pembayaran segera dilakukan.

“Ya kalau saya sih sudah ikhlasin saja. Daripada rugi lebih banyak. Lagian saya juga malas ngurus-ngurusnya,” kata Anggia.

Peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi, menyebut bahwa pihaknya telah berkali-kali mengingatkan publik soal betapa rentannya hak-hak konsumen di hadapan proyek Meikarta.

Lantaran itu, kata Sularsi, YLKI meminta agar penjualan serta promosi dan iklan hunian dihentikan oleh Lippo Group hingga seluruh permasalahan selesai. Selain itu, lembaganya juga mengimbau masyarakat agar menunda pembelian unit-unit apartemen yang dipasarkan.

“Dalam kasus ini, konsumen berada di posisi yang sangat lemah. Bahkan untuk meminta pengembalian booking fee saja mereka sampai menyerah,” kata Sularsi saat dihubungi reporter Tirto.

Infografik CI Suap Meikarta

Sejak April 2018 hingga saat ini, kata Sularsi, setidaknya ada delapan pengaduan Meikarta yang telah masuk ke YLKI. Ia menduga akan banyak laporan bermunculan seiring dengan kasus dugaan suap izin Meikarta yang diusut KPK.

“Delapan yang sudah minta refund. Dua berkaitan dengan kredit pembelian apartemen (KPA) kemudian satu terkait dengan angka kredit. Dia sudah tanda tangan tapi kan ia masih pertanyakan status lahan dan surat-menyurat Meikarta,” kata dia.

Menurut Sulastri, aduan terkait Meikarta usai tertangkapnya petinggi dan sejumlah karyawan Lippo Group akan terus meningkat. Lantaran itu lah, YLKI mendesak agar managemen Meikarta untuk segera menjelaskan kepada publik terkait keberlanjutan proyek tersebut.

“Kalau sampai proyek Meikarta disetop akibat perizinan yang belum/tidak beres, atau masalah lain, maka negara harus hadir menjamin hak-hak keperdataan konsumen yang sudah terlanjur melakukan transaksi pembelian. Sebab bagaimanapun hal ini merupakan tanggung jawab negara, dan merupakan kegagalan negara dalam melakukan pengawasan,” kata dia.

Apalagi, berdasar data Bidang Pengaduan YLKI pada 2018, kata Sulastri, masalah properti menduduki paling tinggi di daftar aduan konsumen. 43 persen dari total pengaduan yang masuk ke YLKI, juga kasus properti.

“Mayoritas pengaduan Meikarta adalah masalah downpayment yang tidak bisa ditarik lagi, padahal diiklannya mengatakan refundable. Plus masalah model properti yang dipesan tidak ada, padahal iklannya menyebutkan adanya model tersebut,” kata dia.

Terkait masalah ini, reporter Tirto telah menghubungi Denny Indrayana, kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), korporasi yang mengerjakan proyek Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Sayangnya, hingga artikel ini ditulis, ia belum memberikan respons.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz