Menuju konten utama

Nasib Investor Kampung Kurma yang Tertipu Konsep Bisnis Syariah

Investasi di Kampung Kurma Bogor dibumbui dengan unsur syariah tapi kini ada sekitar 12 investor rugi dengan nilai senilai Rp1 miliar.

Nasib Investor Kampung Kurma yang Tertipu Konsep Bisnis Syariah
Ilustrasi investasi ilegal. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Irvan Nasrun masih ingat saat kali pertama mengenal Kampoeng Kurma atau Kampung Kurma Bogor, Jawa Barat, lewat media sosial pada akhir 2017. Ia tertarik dengan konsep bisnis Syariah berdasar Islam yang diusung mereka.

“Kan banyak bermunculan di internet tuh waktu itu soal Kampung Kurma. Ini dia bilang kavling syariah, kawasan Islam, dia anti-riba terus disitu dibangun cottage Islam. Misal seperti pesantren, kolam renang, pacuan kuda, dan area memanah," kata Irvan saat ditemui Tirto, Kamis (15/11/2019).

"Itu kan olahraga kalau di Islam disunnahkan sama Nabi jadi seolah-olah bagus dengan tawaran si Kampung Kurma itu," imbuh dia.

Irvan kemudian mempelajari skema bisnis Kampung Kurma. Ia juga mencari informasi tambahan via media sosial.

Kala itu, ia mengetahui kalau Kampung Kurma juga didukung oleh tokoh agama seperti Syekh Ali Jaber dan Bupati Lebak, Iti Jayabaya.

Pohon kurma tersebut akan dirawat perusahaan hingga 5 tahun. Kemudian, perusahaan dengan investor bagi hasil setelah kurma berbuah. Ia diinfokan bila per pohon kurma bila berbuah bisa sampai puluhan juta.

“Pokoknya full capacity per pohon Rp30 juta. Pokoknya panen penuh per pohon Rp30 juta,” imbuh dia.

Setelah mempelajari Kampung Kurma, ia memutuskan bergabung pada 2018 dengan membeli satu kavling investasi.

Kala itu, ia menggelontorkan Rp99 juta dengan ganti 5 pohon kurma dan lahan 400 meter. Kemudian, ia membeli lagi lahan pada pertengahan 2018 dua kavling.

Kemudian, ia berinvestasi lagi di tempat lain yang diduga berafiliasi dengan PT Kampung Kurma senilai Rp30 juta untuk 2 pohon kurma, lahan 100 meter dan kolam lele. Ia membeli 4 tempat.

Namun, kini perusahaan Kampung Kurma kini menjadi sorotan. Perusahaan tersebut diduga telah menipu para konsumen mereka dan memberikan investasi bodong kepada konsumen.

Perusahaan tak kunjung memenuhi janji jual-beli hingga tak mengembalikan uang yang diminta investor.

Terkait masalah perusahaan, ia sempat mendengar kalau ada masalah sejak 2018. Sebab, beberapa investor mengajukan pengembalian uang kepada perusahaan.

Namun, ia tetap yakin bisnis investasi tetap jalan, karena disebut ada investor akan masuk ke Kampung Kurma.

Justru, ia mulai menemukan kejanggalan ketika pihak perusahaan tak kunjung menyelesaikan perjanjian pengikatan jual beli lahannya.

Dana Investasi Sulit Ditarik

Pria yang bekerja di Kebon Sirih ini tak kunjung mendapat kejelasan status jual beli lahannya. Ia pun akhirnya mengajukan refund, tetapi pihak perusahaan justru sudah tidak punya dana.

“Akhirnya ketemu Jumat kemarin Minggu lalu. Di sana si manajemen bilang dana sekarang manajemen kurma sekarang tinggal Rp5 juta. Ratusan miliar itu habis tinggal Rp5 juta. Nah, jadi makanya progress kok gak jalan-jalan,” ungkapnya.

Irvan kini terus menagih uangnya kembali. Ia tidak menutup melakukan upaya hukum pidana maupun perdata.

“Rencana bulan-bulan ini [mengajukan gugatan],” ujar dia.

Apa yang dialami Irvan hanya satu dari beberapa konsumen Kampung Kurma.

Direktur LBH Bogor, Zentoni menerima setidaknya 12 pengaduan investasi bodong dari Kampung Kurma.

Dalam temuan awal LBH Bogor, mereka menemukan indikasi para korban umumnya termakan iklan di internet dan pernyataan tokoh-tokoh publik.

“Mereka itu kan rasa percayanya tinggi. Ini dipasang tokoh-tokoh tersebut bahkan ada yang datang ke kami itu hanya berdasarkan iklan tersebut. Langsung transfer lunas, oh saya beli berapa kavling, transfer. Habis itu mereka baru ke kantor nanti, tanda tangan perjanjian sama kwitansinya,” kata Zentoni kepada Tirto, Jumat (15/11/2019).

Zentoni juga mengatakan, pelaku mentransfer sekitar Rp75 juta R99 juta untuk mendapatkan lahan seluas 400 meter-500 meter.

Sepengetahuan Zentoni, lahan 500 meter dijual di Lebak dan Cirebon. Selebihnya uang 400 meter berada di Jasinga dan Jonggol, Kabupaten Bogor.

Selain lahan, para korban mendapat 5 pohon kurma yang baru berbuah 5 tahun kemudian.

Namun, ia tidak tahu detil keuntungan diperoleh bila berbuah karena fokus isu legalitas usaha dan upaya pengembalian uang. Sebab, pihak Kampung Kurma sudah wanprestasi.

“Kita belum sampai proses bagi hasil atau keuntungan karena prosesnya sekarang mereka mempertanyakan legalitasnya,” tutur Zentoni.

Ia mencontohkan pihak Kampung Kurma tidak kunjung menyerahkan akta jual beli. Pihak perusahaan justru mengalihkan lahan secara sepihak tanpa ada informasi kepada pembeli.

“Kan orang jadi gak percaya di PPJB tertulis begitu tiba-tiba diubah melalui surat pemberitahuan. Itu yang membuat mereka tidak percaya. Terus dia berpikir daripada uang tidak jelas, mending ditarik, diminta dikembalikan uangnya. Cuma permasalahannya dari Kampung Kurma nya nggak bisa,” imbuh Zentoni.

Zentoni juga mengatakan, kerugian para kliennya variatif. Sebab, kebanyakan klien membeli lahan lebih dari 1.

“Pokoknya sudah ratusan juta. Bahkan mungkin sudah miliaran. Kalau satu sudah Rp78 mendekati RP100 juta. Tinggal dikali 12 atau dikali 13 [klien]. Jadi Rp1 Miliar lah kurang lebih,” imbuh dia.

LBH Bogor kini masih mengumpulkan para korban Kampung Kurma lewat posko pengaduan hingga Sabtu (16/11/2019). Ia berencana melayangkan somasi kepada perusahaan setelah berkas administrasi rampung.

“Rencana kita buka sampai sabtu kita buka abis itu kita buatkan surat kuasa setelah itu kami akan mensomasi perusahaan mengembalikan uang klien kami,” katanya.

Baca juga artikel terkait KAMPUNG KURMA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali