Menuju konten utama

Nasib FPI & PA 212 Jika Prabowo Gabung Koalisi Jokowi-Ma'ruf

Meski Prabowo dan Gerindra merapat ke Jokowi, Slamet Ma'arif mengatakan sikap FPI dan PA 212 akan tetap berpegang teguh pada hasil Ijtima Ulama IV.

Nasib FPI & PA 212 Jika Prabowo Gabung Koalisi Jokowi-Ma'ruf
Pembacaan sikap Ijtima Ulama IV di Lorin Hotel Sentul Bogor, Jawa Barat. tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Sinyal Prabowo Subianto dan Partai Gerindra bergabung dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin semakin tampak. Berawal ketika ketua umum Gerindra itu bertemu dengan Jokowi usai penetapan presiden dan wakil presiden terpilih di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, pada 13 Juli 2019.

Usai bertemu dengan Jokowi, Prabowo pun melakukan safari politik ke sejumlah ketua umum parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf. Mereka antara lain: Megawati Soekarnoputri (ketum PDIP), Suharso Monoarfa (PPP), Surya Paloh (Nasdem), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Airlangga Hartarto (Golkar).

Sementara Prabowo sebagai capres yang berpasangan dengan Sandiaga Uno di Pilpres 2019 didukung partai koalisi Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat, dan Partai Berkarya. Beberapa parpol pengusung Prabowo-Sandi belakangan juga mulai merapat ke Jokowi.

Tak hanya parpol, saat maju Pilpres 2019, Prabowo juga didukung penuh oleh organisasi masyarakat (ormas) seperti Persaudaraan Alumni (PA) 212, Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Pengawal Fatwa Ulama (GNPF), dan beberapa ormas lain.

Pada saat masa kampanye, sejumlah ormas tersebut mendukung capres 02, Prabowo Subianto hingga "mati-matian". Bahkan beberapa pendukung Prabowo dari ormas tersebut pun terkena kasus hukum.

Sebut saja pengacara dan aktivis PA 212 Eggi Sudjana. Ia menjadi tersangka atas kasus dugaan makar. Politikus PAN ini diduga menyerukan makar saat berpidato di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/4/2019).

Ketua PA 212 Slamet Ma'arif juga terkena kasus hukum lantaran diduga melanggar aturan saat mengisi ceramah di acara Tablig Akbar 212 Solo Raya, 13 Januari 2019 silam, di Gladak, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah.

Dalam orasi itu, pentolan Front Pembela Islam (FPI) yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga menyinggung soal tagar “2019 Ganti Presiden”.

Badan Pengawas Pemilu Kota Solo kemudian menindaklanjuti orasi tersebut. Slamet diduga melakukan tindak pidana pemilu yakni tentang kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.

Selain Eggi dan Slamet, masih banyak lagi pendukung Prabowo yang terjerat kasus hukum demi membawa ketum Partai Gerindra itu sebagai Presiden periode 2019-2024. Namun, kenyataannya harapan itu sirna ketika Jokowi yang keluar sebagai pemenang pilpres.

Lalu, jika Prabowo akan bergabung ke dalam koalisi pemerintah Jokowi, seperti apa nasib dan sikap FPI serta PA 212 ke depan?

Sikap FPI dan PA 212

Ketua Tim Bantuan Hukum Front Pembela Islam (FPI) Sugito Atmo Prawiro mengaku sangat kecewa dengan langkah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang melakukan rekonsiliasi dan terlihat akan bergabung dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Sugito pun mengaku kecewa dengan Prabowo yang tidak mengambil sikap politik sebagai oposisi kritis terhadap pemerintah di parlemen.

“Kalau semuanya malah menyatu di dalam lingkaran kekuasaan, menurut saya jadi tidak ada check and balance. Bagusnya, kan, tetap harus ada oposisi yang kritis, yang jumlahnya signifikan,” kata Sugito saat dikonfirmasi reporter Tirto, Kamis malam (17/10/2019).

Namun, Sugito mengatakan tak heran dengan sikap Prabowo itu. Pasalnya, politik itu dinamis sehingga bisa berubah sikap sesuai dengan kepentingan parpol. Sugito menambahkan, FPI tetap akan menjadi mitra kritis pemerintah.

“Kalau sikap kami [FPI] tetap mengikuti perkembangan, siapapun yang memimpin, meskipun Pak Prabowo yang memimpin, jika bertentangan dengan kepentingan masyarakat dan umat, kami tetap akan bersikap kritis jika ada yang tidak sesuai,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Ketua PA 212, Slamet Ma'arif. Ia juga menyayangkan sikap Prabowo dan Partai Gerindra yang melakukan rekonsiliasi dengan Jokowi sebagai presiden terpilih.

“Kami menyayangkan Prabowo Subianto dan Gerindra yang kurang sensitif dengan perasaan emak-emak, umat Islam, dan lainnya yang selama ini ikhlas mendukung dan telah berkorban untuk beliau," kata dia kepada reporter Tirto, Kamis (17/10/2019).

Meskipun nanti Prabowo beserta Partai Gerindra bergabung dengan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, kata Slamet, PA 212 dengan tegas tidak akan pernah melakukan rekonsiliasi dengan ketidakadilan, kecurangan, dan kezaliman.

Slamet meminta kepada pemerintah untuk menghentikan kriminalisasi terhadap para ulama dan aktivis 212. Ia juga mendorong kepada pemerintah untuk mengusut kasus pembantaian massa aksi pada 21-22 Mei, pelajar, dan mahasiswa agar segera diungkap.

"Jangan bicara rekonsiliasi sebelum kasus tewasnya 700 petugas pemilu diungkap. Jangan bicara rekonsiliasi dengan kami sebelum imam besar kami Habib Rizieq dipulangkan," kata Slamet.

Menurut Slamet, sikap FPI dan PA 212 ke depan akan tetap berpegang teguh pada hasil Ijtima Ulama IV yang digelar di Lorin Hotel Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada Senin (5/8/2019).

Salah satu sikap pada pertemuan tersebut menolak kekuasaan yang berdiri atas dasar kecurangan dan kezaliman. Sebab, mereka menilai Pemilu 2019 kemarin, adalah pesta demokrasi yang penuh dengan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) serta brutal.

Pengamat politik islam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menilai sikap FPI, PA 212 dan kelompoknya akan tetap menjadi oposisi pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Ma'ruf.

"Hal ini justru menjadi dilema bagi pemerintahan nanti. Kedua aktor ini akan secara aktif mendorong sikap anti-pemerintah dengan pendekatan agama," kata dia kepada reporter Tirto.

Wasisto menilai PA 212 dan FPI kecewa dengan sikap Prabowo yang merapat ke Jokowi.

Sebab, kata dia, ormas-ormas tersebut saat kampanye Pilpres 2019 “mati-matian” mendukung pasangan calon Prabowo-Sandiaga Uno, bahkan banyak di antara mereka yang harus berurusan dengan masalah hukum.

Karena itu, kata Wasisto, mereka tak akan segan-segan mengkritisi ketika Prabowo masuk ke dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

“Mereka merasa telah dikhianati Prabowo dengan bergabung ke Jokowi,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KOALISI JOKOWI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz