Menuju konten utama

Nasdem & Paloh Ingin Jokowi, PDIP & Mega Tak Menghendaki Nasdem?

Nasdem mengklaim selalu setia mendukung Jokowi. Kini keduanya, plus PDIP, terlihat mulai saling menyindir.

Nasdem & Paloh Ingin Jokowi, PDIP & Mega Tak Menghendaki Nasdem?
Jokowi dan Surya Paloh. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/ 16

tirto.id - Pemilu presiden 2019 berakhir. Pihak pemenang dan pecundang mulai mengendurkan tensi politik. Namun riak-riak perpecahan justru sekarang muncul dari dalam koalisi partai pemenang. Nasdem dan PDIP, jika dibaca dari pernyataan publik para elite masing-masing, rupanya sedang tidak akur.

Dalam pidato di acara Kongres II Partai Nasdem, Ketua Umum Surya Paloh tidak suka ada yang menaruh curiga dan sinis ketika dia bertemu dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman. PKS memang bukan bagian koalisi Joko Widodo-Ma’ruf Amin, tapi, menurut Paloh, pertemanan seharusnya tetap dijaga meski berbeda pandangan politik.

"Rakyat membutuhkan pembuktian. Rakyat mana yang paling mengamalkan nilai-nilai Pancasilais. Kalau partainya melakukan cynical, propaganda kosong, berkelahi satu sama lain sudah pasti bukan Pancasila itu," ujar Paloh di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (9/11/2019).

Paloh menegaskan sebuah partai semestinya mengedepankan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi. Dia juga berspekulasi bahwa partai yang terlihat loyal belum tentu terus berada di barisan koalisi membela kepemimpinan Jokowi.

"Karena apa? Karena nanti [jika] ada ujian berat yang dijalani Bapak Presiden, jangan-jangan hanya tinggal Nasdem yang bersama Bapak Presiden," kata Paloh.

"Kita menganut sebuah sistem demokrasi yang begitu liberal, tapi dalam praktiknya kita begitu ortodoks dan konservatif. Ada paradoksal. Kita bilang mau bergotong-royong, tapi praktiknya: 'Aku lah yang lebih penting, yang lainnya biar mati semua,'" lanjut Paloh.

Pendiri ormas Nasdem ini tidak menyebut pihak mana yang dia maksud "nasionalis, pancasilais", "mau bergotong royong" namun egois, dan mendukung Jokowi. Tapi spekulasi bertebaran di banyak media massa bahwa Paloh sebenarnya sedang menyindir PDIP.

Meski demikian, Paloh mengklaim hubungannya dengan PDIP tidak punya masalah. Bagi politikus cum pebisnis ini, PDIP adalah kawan.

"[PDIP] Enggak [tersinggung], PDIP kan sahabat. Kita bersahabat dengan semuanya. Untuk apa saling menyinggung, salah lagi kita," ujarnya.

Akar Masalah dengan PDIP

Nasdem dan PDIP sebenarnya akur-akur saja dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin. Menurut Hamid Awaludin dalam Solusi JK: Logis, Spontan, Tegas, dan Jenaka (2009), dahulu Paloh, yang masih berada di Partai Golkar, juga membina hubungan baik dengan suami Megawati, almarhum Taufiq Kiemas.

Keakraban kedua partai ini setidaknya bertahan sampai Gerindra, PAN, dan Demokrat mulai membina hubungan baik dengan Jokowi dan PDIP.

Pada 22 Juli 2019 Paloh sengaja menggelar pertemuan dengan para ketua umum partai yang tergabung di KIK. Mulai dari Ketua Umum Partai Golkar, PKB, dan PPP. Ketiganya adalah partai KIK yang lolos ke parlemen pada Pileg 2019.

Tidak ada perwakilan PDIP yang datang. Tapi menurut Nasdem, Megawati sudah diundang. Saat itu Megawati memang berada di luar kota dan PDIP mengaku sibuk dengan urusan internal.

Salah satu poin bahasan pertemuan itu menegaskan tidak ada niatan koalisi memberikan kesempatan oposisi bergabung—poin kesepakatan yang kelak diabaikan Jokowi, dan mungkin PDIP.

Dua hari setelahnya, 24 Juli 2019, PDIP menggelar pertemuan dengan Gerindra. Pada saat bersamaan, Paloh juga menggelar pertemuan dengan Anies Baswedan. Beberapa pihak memperkirakan Nasdem sedang mencari konfigurasi politik lain.

Keduanya tak terbuka mengaku punya masalah. Hanya saja dalam acara pelantikan anggota DPR/MPR tanda-tanda ketidakakuran PDIP-Nasdem seperti tampak alamiah. Megawati terlihat menyalami sebagian tamu yang hadir, termasuk politikus Golkar Rizal Mallarangeng yang saat itu berada di sebelah Paloh. Sementara Paloh sudah berdiri seperti hendak menyambut kehadiran Megawati. Tapi Ketua Umum PDIP itu melewatinya begitu saja sambil membuang muka ke arah lain. Paloh pun duduk kembali di bangkunya.

Momen itu kemudian menjadi sorotan publik. Lagi-lagi, kedua kubu mengklaim baik-baik saja.

Rebutan Jokowi dengan PDIP

Nasdem percaya diri sebagai pendukung Jokowi paling setia. Pada 2014 Nasdem adalah partai kedua yang menjadi pendukung Jokowi bersama dengan PDIP. Saat itu Paloh menyampaikan Nasdem mendukung tanpa syarat.

Hal yang sama juga disampaikan Paloh pada 2017 kala mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi untuk Pilpres 2019. Nasdem menjadi partai pertama yang mengusung Jokowi. Setelahnya ada sepuluh partai lain yang ikut mendukung, termasuk PDIP.

Nasdem, dalam situs resminya, mengaku tidak setengah hati mendukung kemenangan Jokowi-Ma’ruf. Alasannya, Nasdem sempat menyumbang dana paling awal dan paling besar untuk kampanye Jokowi. Pada Januari 2019 sumbangan dari Nasdem senilai Rp1,5 miliar. Jumlah ini terus bertambah di kemudian hari.

Nasdem juga menyatakan Paloh terus melakukan safari politik untuk mengajak masyarakat memilih Jokowi. Yang belum dikatakan Nasdem, media milik Paloh, Metro TV, dan mungkin seluruh media di bawah payung Media Group, dikerahkan untuk membantu Jokowi.

Dalam sebuah wawancara dengan Beritagar di pengujung 2018, pemimpin redaksi Metro TV, Don Bosco Selamun, mengatakan Paloh memberi arahan, “You harus bantu [Jokowi].”

Saking senangnya Paloh dengan Jokowi, dia bahkan menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai “kader Nasdem.”

“Saya harus mengatakan sesungguhnya dengan kerendahan hati, atas semua perhatian Bapak terhadap partai ini, atas semua dukungan yang telah diberikan kepada partai ini. Saya percaya, sebagai ketua umum, Nasdem tidak dapat 59 kursi tanpa dukungan Jokowi,” ucap Paloh pada 16 Juli 2019, seperti dikutip Kompas. “Jadi kalau kau bilang, ada perlombaan Jokowi kader partai siapa? Saya katakan pasti nomor satu, Nasdem!”

Tidak Dapat Kursi Jaksa Agung?

Dalam pidato di Kongres II Partai Nasdem, Paloh juga seperti menyindir Jokowi. Pangkalnya adalah perkataan Jokowi tentang pertemuan Paloh dengan Sohibul Iman. Jokowi menyampaikan, "Bapak Surya Paloh yang kalau kita lihat malam hari ini lebih cerah dari biasanya. Sehabis pertemuan beliau dengan Pak Sohibul Iman di PKS. Wajahnya cerah setelah beliau berdua berangkulan dengan Pak Sohibul Iman."

Jokowi mengaku tak pernah melihat Paloh seakrab itu sebelumnya. Dalam kesempatan sama, Jokowi juga menegaskan Paloh masih koalisinya.

“Tidak pernah saya dirangkul seperti itu oleh Bang Paloh seerat beliau merangkul Pak Sohibul Iman,” imbuhnya.

Seakan membalas ucapan Jokowi, Paloh mengatakan, “Hubungan rangkulan, tali silaturahmi pun dimaknai dengan berbagai tafsir dan kecurigaan."

Kubu PDIP juga mengakui bahwa sindiran Paloh lebih menyasar Jokowi daripada partai mereka. Politikus PDIP Andreas Hugo Pareira menganggap Paloh terlalu emosional menyikapi omongan yang keluar dari Jokowi.

“Faktanya, yang mengomentari rangkulan Surya Paloh dan Shohibul Iman adalah Jokowi yang dalam kapasitasnya sebagai Presiden tentunya berharap banyak, setelah pembentukan kabinet, meskipun tentu tidak memenuhi harapan semua partai pendukung, tetapi pemerintahan tetap solid," kata Andreas lewat rilis yang diterima wartawan Tirto, Sabtu (9/11/2019).

Infogafik Pasang surut Nasdem Jokowi

Infogafik Pasang surut Nasdem Jokowi. tirto.id/Quita

Jelang penetapan kabinet, Paloh memang seperti dikucilkan Jokowi dengan tidak diajak bicara soal menteri. Padahal ketua umum lain sudah diajak bicara atau setidaknya menyetor nama calon menteri mereka, termasuk PDIP.

"Susunan kabinet saya sudah ngomong jujur, betul-betul, sampai menit ini saya enggak tahu apa, ada perubahan dan sebagainya, barangkali [Jokowi] sibuk. Saya belum bicara, begitu, nanti, belum bicara," kata Surya Paloh usai pelantikan Jokowi di kompleks DPR/MPR, Senayan, Minggu (20/10/2019).

Pada kesempatan yang sama, dia masih berpendapat tidak baik bila seluruh partai diajak bergabung ke kubu pemerintah. Akomodasi itu bisa berujung pada pemerintahan otoriter. Dia pun mengancam akan menjadi oposisi.

"Kalau tidak ada yang mau jadi oposisi, Nasdem saja jadi oposisi," kata Paloh.

Lima tahun sebelumnya, Nasdem mendapat jatah besar dalam Kabinet Kerja. Jokowi memberikan posisi Jaksa Agung kepada M. Prasetyo yang merupakan kader Nasdem. Setelah ditunjuk, Prasetyo mengaku diberhentikan dari Nasdem, tapi afiliasinya dengan Nasdem sebelumnya tetap menuai protes.

Jika tahun 2014 Nasdem mendapat jatah empat posisi penting, kali ini mereka hanya mendapat tiga menteri. Terlebih lagi posisi Jaksa Agung diberikan kepada Sanitiar Burhanuddin, orang yang tak memiliki afiliasi dengan Nasdem.

Meski menyatakan mendukung Jokowi tanpa syarat, Nasdem tetap protes ketika posisi Jaksa Agung diberikan kepada Burhanuddin yang merupakan adik dari politikus PDIP Tb. Hasanuddin. Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago tidak lupa menyinggung pembelaan dari kader PDIP Masinton Pasaribu terkait posisi Jaksa Agung.

"Kemarin kan sempat kencang sekali agar Jaksa Agung profesional. Bahkan saat ada talkshow di salah satu stasiun tv, Masinton bilang jangan sampai orang yang disodorkan bagian dari parpol, walau pun profesional tapi ternyata simpatisan partai juga. Itu bahasanya Masinton. Tapi sekarang yang jadi malah salah satu adik pengurus PDIP," tutur Irma, Kamis (24/10/2019), seperti dilansir Detik.

Surya Paloh boleh saja berseloroh tidak sedang menyindir Jokowi dan PDIP. Tapi pernyataan pria 68 tahun itu mesti dibaca sebagai pernyataan seorang politikus. Bagaimanapun, Surya Paloh memang secerdik itu.

Baca juga artikel terkait KOALISI PARTAI POLITIK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Ivan Aulia Ahsan