Menuju konten utama
Kasus Proyek BTS 4G Kominfo

Nama Petinggi Kominfo dalam Pusaran Korupsi Menara Sinyal

Proyek Rp28,3 T yang seharusnya jadi jalan mengentaskan ketertinggalan di Indonesia diduga dikorup segelintir elite. Menteri Plate disebut terlibat.

Header Proyek Sinyal Jumbo Petinggi Kominfo. tirto.id/Ecun

tirto.id - Nada bicara Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerdard Plate tak selantang biasanya usai diperiksa Kejaksaan Agung pada 14 Februari malam. Padahal, politikus Partai Nasdem itu terkenal dengan suaranya yang keras dan nyaring sejak duduk di kursi anggota Komisi XI DPR RI.

“Terkait dengan permasalahan hukum, pembangunan base transceiver station (BTS) 4G pada badan layanan umum Bakti yang berada di Kominfo sebagai organisasi non-eselon,” kata Jhonny.

Ada jeda sekitar satu detik Plate terdiam dan menarik napas sebelum menyebut nama lembaga yang dirinya pimpin. Hari itu, ia diperiksa lebih dari sembilan jam dan dicecar sebanyak 51 pertanyaan sebagai saksi dalam dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G—proyek lembaganya sendiri—yang sedang diusut Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, ia mangkir saat dipanggil pada 9 Februari karena berdalih menemani Presiden Joko Widodo saat perayaan Hari Pers Nasional di Medan, Sumatera Utara. Belakangan, menteri kelahiran Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur itu hadir di pemanggilan ketiganya pada 15 Maret lalu.

Pemanggilan terhadap Plate dilakukan usai Kejaksaan Agung menetapkan lima orang tersangka dalam dugaan korupsi menara BTS proyek Kementerian Kominfo, yang sedari awal diniatkan untuk penyediaan jaringan sinyal di daerah terdepan, terpencil, dan terluar (3T).

Tiga orang pertama yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti)—sebuah badan layanan umum di bawah Kementerian Kominfo—Anang Achmad Latif, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk (PT Moratelindo) Galumbang Menak Simanjuntak, dan tenaga ahli dari Human Development (Hudev) Universitas Indonesia Yohan Suharyanto pada 4 Januari lalu.

Dalam penyidikan Kejaksaan Agung, Anang diduga mengatur sedemikian rupa—salah satunya dengan meneken aturan teknis—agar vendor tertentu bisa memenangkan proyek pembangunan BTS 4G. Dalam manuver tersebut, Anang mendapat masukan dari Galumbang—pemimpin salah satu perusahaan penyedia perangkat proyek BTS. Sedangkan Yohan, diduga merekayasa kajian teknisnya.

Apa yang mereka lakukan adalah patgulipat menutup kesempatan perusahaan lain untuk bersaing secara sehat.

Pada 25 Januari lalu, orang keempat yang ditetapkan tersangka adalah Direktur Akuntansi PT Huawei Tech Investment (PT HWI) Mukti Ali. Ia diduga berkongkalikong dengan Anang—saat perencanaan hingga penawaran harga—sampai akhirnya PT HWI dinyatakan menang tender.

Sedangkan tersangka kelima—yang ditetapkan pada 7 Februari—adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy (PT SES) Irwan Herawan, yang diduga juga berkongkalikong dengan Anang untuk mengarahkan ke perusahaan tertentu menjadi pemenang tender di semua paket proyek.

Demi Sinyal Senilai Puluhan Triliun

Proyek pengadaan menara BTS 4G ini memang lahan basah yang rentan terjadi penyelewengan. Selama hampir tiga bulan terakhir, kami dari Klub Jurnalis Investigasi (KJI)—koalisi sejumlah media yang terdiri dari Tempo.co, Liputan6 SCTV, Narasi TV, Suara.com, Jaring.id, Detik.com, termasuk juga Tirto—menelusuri lebih detail bagaimana proyek yang seharusnya bisa mengentaskan kemiskinan dan ketertinggalan lewat amanat hak atas informasi justru diduga jadi bancakan segelintir orang rakus.

Membangun menara BTS 4G awalnya adalah proyek Kementerian Kominfo yang digarap oleh Bakti. Dalam Rencana Strategis 2020-2024, targetnya tak main-main: pembangunan 9.583 unit menara BTS 4G hingga 2023. Pada 2020, pembangunannya sudah mencapai 1.679 unit. Belakangan, tersisa 7.904 unit yang akan dibangun sepanjang 2021-2023.

Total angka proyeknya mencapai Rp28,3 triliun, yang berasal dari tiga sumber: universal service obligation (USO), penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan anggaran Kementerian Kominfo. Besaran angka ini diakui sendiri oleh Plate. Rencananya, semua unit BTS yang dibangun tersebut akan disewakan ke dua operator di Indonesia: Telkomsel dan XL.

Untuk membangun itu semua, proyek dibagi menjadi dua tahap: 4.200 unit pada 2021 dan sisanya pada 2022. Dalam dokumen Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang kami terima, diketahui pembangunan tahap satu itu—yang angkanya mencapai Rp11 triliun—kemudian dipecah menjadi lima paket berbeda sesuai pembagian wilayah, yang dikerjakan oleh tiga konsorsium perusahaan berbeda.

Untuk Paket I, rencananya pembangunan unit berada di 725 desa yang tersebar di Sumatera, Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Angkanya masih dipecah menjadi dua tahap: 417 desa senilai Rp1,2 triliun untuk tahap satu dan 308 desa senilai Rp874 miliar untuk tahap dua.

Sedangkan Paket II, rencana pembangunan unit berada di 710 desa yang tersebar di Sulawesi dan Maluku. Angkanya masih dipecah menjadi dua tahap: 409 desa senilai Rp983 miliar untuk tahap satu dan 301 desa senilai Rp720 miliar untuk tahap dua.

Kedua paket itu digarap oleh konsorsium tiga perusahaan: PT Fiberhome Technologies Indonesia (PT FTI), PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom Infra), dan PT Multi Trans Data (MTD)—berikutnya akan disebut konsorsium FTM.

Untuk Paket III, rencananya pembangunan unit berada di 954 desa yang tersebar di Papua Barat dan Papua Bagian Tengah-Barat. Angkanya masih dipecah menjadi dua tahap: 549 desa senilai Rp1,4 triliun untuk tahap satu dan 405 desa senilai Rp1,3 triliun untuk tahap dua.

Paket itu juga digarap oleh konsorsium tiga perusahaan: PT Aplikasinusa Lintasarta (PT AL), PT Huawei Tech Investment (PT HWI), dan PT Surya Energi Indotama (PT SEI) —berikutnya akan disebut konsorsium LHS. Salah seorang petinggi PT HWI, Mukti Ali, menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini karena ikut kongkalikong dengan pihak Bakti dalam memenangkan tender.

Bergeser ke Paket IV, rencananya pembangunan unit berada di 966 desa yang tersebar di Papua Bagian Tengah-Utara. Angkanya masih dipecah menjadi dua tahap: 556 desa senilai Rp1,2 triliun untuk tahap satu dan 410 desa senilai Rp1 triliun untuk tahap dua.

Dan terakhir untuk Paket V, rencana pembangunan unit berada di 845 desa yang tersebar di Papua Bagian Timur Selatan. Angkanya masih dipecah menjadi dua tahap: 486 desa senilai Rp1,1 triliun untuk tahap satu dan 359 desa senilai Rp965 miliar untuk tahap dua.

Agak berbeda dengan dua konsorsium lainnya, konsorsium yang menggarap Paket IV dan Paket V hanya terdiri dari dua perusahaan: PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia (PT ZTEI)—berikutnya akan disebut konsorsium IBS-ZTE.

Infografik Indepth Proyek Sinyal Jumbo Bung Johnny

Infografik Proyek Sinyal Jumbo Bung Johnny. tirto.id/Ecun

Nama Menteri Pencari Dana

Sumber kami di lingkaran aparat penegak hukum yang tahu soal pemeriksaan kasus ini, mengklaim timnya menemukan indikasi awal kongkalikong pengaturan tender pemenang proyek menara BTS oleh Bakti lewat gawai sejumlah pihak yang sudah ditahan, salah satunya milik Anang. Setelah didalami lebih lanjut, ternyata Galumbang adalah orang yang mengatur semua ketersediaan anggaran Bakti untuk proyek ini.

“Pengadaan, ketersediaan dana anggaran, semua dia yang lobi dan dorong. GLB [Galumbang] pintar cari duit,” katanya kepada kami, 16 Februari lalu.

Sepenelusuran sumber kami, Galumbang dibantu sejumlah pihak untuk meyakinkan—sembari menyuap—para pemangku kebijakan bahwa proyek menara BTS ini penting, tapi memerlukan dana yang tak sedikit. Salah seorang yang membantu Galumbang adalah teman dekatnya sendiri, Irwan—tersangka kelima dalam kasus ini.

Irwan inilah, menurut sumber kami, yang diduga bergerilya menemui sejumlah pemangku kebijakan, termasuk ke Menteri Plate. Irwan diduga meminta Plate untuk menjamin ketersediaan dana di Bakti guna memuluskan proyek ini. Dari sana, Plate melobi ke sejumlah lembaga negara untuk pendanaan proyek ini, termasuk Kementerian Keuangan dan DPR RI.

Tak ada makan siang yang gratis. Plate diduga menerima uang sebesar miliaran rupiah per pekan yang disetor setiap Rabu. Setoran itu diserahkan secara tunai oleh Irwan lewat salah seorang supir pribadi Happy Endah Palupy, Kepala Bagian Tata Usaha Kementerian Kominfo—yang ikut diperiksa sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung. Supir tersebut biasanya mengambil duit di hotel yang berbeda-beda.

“Ya bagaimana? Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan tidak bisa mengecek,” kata sumber kami itu.

Kepala Subdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo, tak menjawab dengan tegas ketika kami konfirmasi soal sejumlah uang yang diterima oleh Plate.

“Segala informasi itu masuk ke kami. Tinggal bagaimana kami membuktikan apakah informasi itu benar atau tidak. Enggak sebatas informasi ini saja. Banyaklah informasi yang lain. Dengan ini, kami masih belum bisa bilang ya atau tidak, tapi kami masih mendalami. Yang didalami tidak hanya informasi ini,” katanya kepada kami, 23 Februari lalu.

Soal dugaan aliran dana ini, kami sudah berusaha meminta konfirmasi langsung ke Menteri Plate saat kami datangi ke kantor Kementerian Kominfo pada 9 Maret lalu. Beberapa orang dari tim kami sudah berusaha memanggil dan meminta wawancara saat Plate melewati pintu utama gedung Kementerian Kominfo. Namun, dihalang-halangi oleh penjaga.

“Pak Plate, boleh wawancara sebentar, Pak?”

“Tidak bisa diwawancara bapak. Enggak bisa, enggak bisa, ada prosedurnya. Nanti kita yang kena.”

Kami juga berusaha menghubungi kuasa hukum Menteri Plate, M. Ali Nurdin, untuk bertanya perkara ini. Namun, saat dihubungi via pesan teks WhatsApp pada 18 Maret siang, ia hanya membalas dengan mengirim video dirinya dalam agenda pemberian santunan ke sejumlah anak kecil.

Plate sendiri sebenarnya pernah membantah dugaan keterlibatanya dalam kasus ini ke Wakil Ketua Umum DPP Partai NasDem, Ahmad Ali. Kepada kami, Ahmad Ali mengaku pernah berbicara langsung dengan Plate terkait dugaan korupsi proyek menara BTS 4G pada medio Januari lalu.

Kepada kami, ia bercerita bahwa setelah Kejaksaan Agung menetapkan tersangka pada Januari lalu, dirinya langsung mengajukan tiga pertanyaan kepada Plate: terkait kronologis peristiwa, dugaan keterlibatan Plate, dan terkait hubungan kasus ini dengan Kementerian Kominfo.

Plate, kata Ahmad Ali, menjawab dengan yakin bahwa dia sama sekali tidak terlibat dalam kasus korupsi ini. “Tidak ada hubungannya,” kata Plate waktu itu, sepenuturan Ahmad Ali kepada kami, 18 Maret siang.

Dengan jawaban seperti itu, partai memilih untuk mempercayai bahwa Plate tidak terlibat dalam kasus ini. Namun demikian, Ahmad Ali menyebut partainya tetap bakal menghormati proses penegakan hukum yang tengah berlangsung. Apabila nantinya, dalam proses penyidikan ditemukan fakta-fakta bahwa Plate terlibat, maka Partai NasDem siap mengambil langkah tegas.

Aturan internal Partai NasDem, lanjut Ahmad Ali, tegas menyebut bahwa siapapun kader partai yang terlibat dalam kasus korupsi bakal dipersilakan untuk segera mengundurkan diri, atau kalau tidak, bakal dipecat. “Apalagi sudah ditetapkan sebagai tersangka, umpamanya, partai akan melaksanakan peraturan internalnya,” katanya kepada kami.

Kami telah berupaya mengajukan permohonan wawancara ke semua perusahaan yang disebutkan di atas lewat surat, telepon, dan pesan singkat. Dari 11 perusahaan yang kami mintai konfirmasi, hanya empat yang membalas surat, telepon, maupun pesan singkat kami. Fiberhome, Huawei, Solitech dan Multitrans Data mengaku belum bisa menjawab pertanyaan kami karena masih menunggu proses penegakan hukum yang berjalan.

Belakangan, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi menyebut, ada dugaan adik kandung Menteri Plate, Gregorius Alex Plate, menerima dana sebesar Rp534 juta dari Bakti Kementerian Kominfo. Kuntadi mengklaim pihaknya masih ingin menelusuri dana itu terkait proyek menara BTS 4G atau tidak dalam gelar perkara.

Kuntadi menyebut dana yang diterima itu diduga berkaitan dengan posisi menteri kakaknya. Ia menyebut dugaan informasi itu telah dikonfirmasi langsung ke Plate saat pemeriksaan 15 Maret lalu.

“Terkait dengan posisi adiknya, sesuai keterangan masih kami dalami. Yang jelas, tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan pekerjaan yang bersangkutan [Alex Plate, swasta],” katanya. “Artinya besar kemungkinan ada kaitannya dengan jabatan saksi [Menteri Plate] yang kami periksa hari ini.”

“Yang jelas, itu dana dari Bakti.”

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI BTS 4G atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Klub Jurnalis Investigasi
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz