Menuju konten utama
Seri Kejatuhan Imperium Dunia

Musim Dingin Rusia Hancurkan Ambisi Imperialistik Napoleon

Manuver politik Napoleon di Eropa memicu perang besar di Eropa. Kekuatannya hancur setelah dikalahkan iklim dingin Rusia.

Musim Dingin Rusia Hancurkan Ambisi Imperialistik Napoleon
Ilustrasi Victoria berjudul 'Di Jalan dari Waterloo ke Paris' diukir oleh J D Cooper; artis Marcus Stone; menggambarkan napoleon yang kalah duduk di depan api di rumah petani. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Di puncak masa jaya kolonialisme abad ke-17, bangsa-bangsa Eropa modern giat melakukan ekspansi hampir ke seluruh dunia. Mereka bersaing ketat memperebutkan dominasi di tanah-tanah yang baru dijelajahi. Bangsa Spanyol, misalnya, menjadi salah satu yang paling pertama datang ke Benua Amerika. Tapi Jamestown dan Virginia, koloni pertama di benua baru itu, dibangun oleh Inggris pada 1607.

Di waktu yang hampir bersamaan, Prancis juga tergoda untuk mengeksplorasi benua baru. Pada 1604, negara rival Inggris itu berhasil menduduki wilayah teluk St. Lawrence. Empat tahun kemudian, Samuel de Champlain mendirikan koloni Québec di wilayah yang kini dikenal sebagai Kanada.

Memasuki abad ke-18, koloni-koloni Inggris di pesisir Atlantik semakin berkembang dan dominan. Sementara itu, orang-orang Prancis sedang kerepotan menjaga stabilitas dalam negeri sekaligus mencari bentuk pemerintahan idealnya. Keadaan itu adalah buntut dari serangkaian peristiwa penting, sejak kejatuhan rezim Bourbon, meledaknya revolusi 1789, hingga dibentuknya Imperium Prancis yang baru.

Prancis baru mulai menggerakkan kolonisasi ketika Napoleon Bonaparte memimpin Prancis sebagai diktator militer pada 1799. Di bawah komando Napoleon yang mengangkat dirinya sendiri menjadi kaisar, Prancis mulai berancang-ancang menguasai seluruh Eropa dan melebarkan koloni. Napoleon sadar betul bahwa eksplorasi dan kolonisasi sangat penting untuk kekaisaran barunya.

Namun, ambisi Napoleon melebarkan sayap imperial Prancis membawanya bentrok dengan Inggris Raya. Maka dimulailah era rivalitas Inggris dan Prancis di seberang lautan. Konflik Prancis-Inggris ini ikut pula mengguncang stabilitas politik di Benua Eropa. Perang besar pun akhirnya meledak pada Mei 1803, ketika Inggris memutuskan untuk melanggar Traktat Amiens yang dibuat bersama Prancis setahun sebelumnya.

Kerajaan Inggris tidak senang dengan manuver-manuver politik Napoleon di Eropa, terutama setelah dia melakukan intervensi di wilayah Swiss. Inggris tidak sendirian karena Kekaisaran Rusia juga berang pada sikap Napoleon. Inggris dan Rusia sama-sama memandang pendudukan Swiss itu sebagai usaha Napoleon mendominasi Eropa.

Terkait awal mula perang Prancis-Inggris ini, sejarawan Amerika Frederik Kagan dalam bukunya The End of the Old Order: Napoleon and Europe 1801-1805 (2007, hlm. 42) menulis, “Intervensi Napoleon di Swiss jelas menjadi sebuah pernyataan sikap bahwa dia tidak sedang mengusahakan perdamaian di wilayah Eropa, tetapi berusaha menguasai dan menjadi pemimpin tunggal yang tidak punya lawan.”

Perang Napoleonik

Dalam peperangan yang dikenal dengan sebutan Perang Napoleonik ini, Prancis berhasil mengalahkan pasukan gabungan Rusia-Austria di Austerlitz pada 1805. Itu adalah kemenangan kemenangan terbesar Napoleon selama Perang Napoleonik berlangsung. Dalam peperangan laut di Trafalgar, armada gabungan Prancis-Spanyol dipecundangi Inggris.

Sadar tidak bisa menang di lautan, Napoleon lalu mencoba menerapkan sistem kontinental untuk memblokade perdagangan antara Eropa daratan dan Inggris. Dengan sistem blokade itu, Prancis berharap bisa melemahkan kekuatan komersial Inggris.

“Inggris sangat mengandalkan pasokan bahan mentah dari Eropa untuk menopang ekonomi. Blokade perdagangan dimaksudkan agar Napoleon bisa memaksa Inggris tunduk pada perintahnya,” kata George F. Natzinger dalam bukunya Napoleon’s Invasion of Russia (1988, hlm. 1).

Namun, sistem itu gagal total karena Rusia bisa membongkarnya. Inggris pun dengan cerdik melakukan perdagangan gelap dengan negara-negara Eropa yang mendukungnya. Selebihnya, Inggris fokus mengembangkan perdagangan dengan koloni-koloni baru di benua Amerika.

Tidak mau kalah, Napoleon lalu menduduki Kerajaan Belanda untuk memperkuat sistem blokade kontinentalnya. Setelah Belanda jatuh, Napoleon mengangkat adiknya Louis untuk memimpin Belanda. Pendudukan Belanda yang posisi geografisnya strategis itu melengkapi visi Napoleon akan Kekaisaran Prancis yang tangguh. Sebuah Routes Impériales.

Memperebutkan Jawa

Salah satu episode perebutan tanah koloni antara Inggris dan Prancis pernah melibatkan pulau Jawa.

Kala Belanda diduduki Prancis, Raja Belanda William V terpaksa mengungsi ke London. Dari Istana Kew di London, William V menuliskan serangkaian surat yang ditujukan untuk seluruh gubernur jenderal di koloni-koloni Belanda. William V memerintahkan setiap gubernur jenderal untuk mempertahankan wilayah koloni dari invasi Prancis.

Raja William V juga juga memberi izin bagi para gubernur jenderal untuk memmercayakan wilayah mereka di bawah perlindungan Inggris.

Surat itu sampai juga ke Jawa dan diterima Gubernur Jenderal Willem Arnold Alting, pemegang otoritas Belanda di Hindia Timur kala itu. Meski begitu, Alting tidak mengambil langkah berarti untuk membendung invasi armada Prancis sebagaimana yang dititahkan Raja William V.

Herman Willem Daendels, salah satu penerus Alting, justru merupakan pendukung setia Napoleon. Daendels yang berkuasa pada periode 1808-1811 itu menginstruksikan pembangunan Jalan Raya Pos. Jalan yang membentang di pantai Utara Jawa dimaksudkan untuk membendung kemungkinan invasi armada Inggris.

Namun, Daendels gagal menancapkan pengaruh Prancis lebih dalam di Jawa karena para pemimpin pribumi bersekutu dengan Inggris untuk mengusirnya. Pengganti Daendels, Jan Willem Jansens, tidak sanggup mempertahankan Jawa yang akhirnya jatuh ke tangan Inggris.

Infografik Keruntuhan Imperium Prancis

Infografik Keruntuhan Imperium Prancis. tirto.id/Quita

Babak Akhir

Pada paruh kedua perang Napoleonik, pendudukan Prancis atas Illyrian—kini Slovenia dan Kroasia—menyebabkan konflik yang lebih meluas. Bersamaan dengan pendudukan Belanda, Prancis juga menganeksasi wilayah timur laut Jerman.

Malapetaka bagi tentara Prancis datang ketika mereka berusaha menginvasi Rusia pada 24 Juni 1812. Kala itu, Tsar Alexander I paham betul bahwa legiun Prancis yang jumlahnya mencapai setengah juta orang bukanlah lawan yang mudah dipatahkan.

Panglima perang Kerajaan Rusia Mikhail Kutuzov memilih taktik untuk menghindari perang langsung dengan pasukan Prancis. Dalam kondisi berhadap-hadapan begitu, tentara Rusia kemungkinan akan dilumat oleh pasukan Napoleon. Maka itu, Kutuzov memfokuskan kekuatan tentara Rusia untuk mengamankan wilayah Moskow.

Strategi Kutuzov itu berhasil. Tentara Rusia berkumpul di sebelah selatan Moskow dan melindungi suplai bahan makanan yang kemungkinan jadi incaran tentara Prancis.

Di sisi lain, legiun Prancis kehabisan tenaga gara-gara iklim yang dingin. Memanfaatkan hal itu, Kutuzov terus menekan mundur tentara Prancis hingga hanya menyisakan sejumlah 20 ribu pasukan.

Kekalahan telak dari Rusia membuat Parlemen Prancis geram. Posisi politik Napoleon mulai goyah karena parlemen menuntut pemulihan takhta Dinasti Bourbon. Parlemen bahkan bertindak lebih jauh dengan mengangkat Louis XVIII menjadi kaisar Prancis dan mengasingkan Napoleon ke pulau Elba di lepas pantai Italia.

Meski begitu, Napoleon masih sanggup menerobos barikade Inggris dan kembali ke Prancis. Dia lantas mengumpulkan tentara dan pendukungnya yang loyal untuk kembali berperang. Usaha terakhir Napoleon ini berhasil dibendung dengan kekuatan gabungan tentara Inggris dan Belanda dibawah komando Wellington. Pasukan gabungan itu berkumpul di Belgia dan bentrokan melawan Prancis terjadi di Waterloo, sebelah selatan Kota Brussels. Napoleon benar-benar kalah kali ini.

Pada Juni 1815, legiun Prussia menambah kekuatan koalisi negara-negar Eropa dan memastikan kemenangan Wellington. Peperangan di Waterloo sekaligus menandai berakhirnya rangkaian Perang Napoleonik yang berlangsung sekira 12 tahun. Kali ini, Napoleon ditangkap dan diasingkan lebih jauh ke Pulau St. Helena di tengah Samudera Atlantik. Usai kekalahan itu, Kekaisaran Prancis ala Napoleon tak pernah bangkit lagi.

Baca juga artikel terkait NAPOLEON BONAPARTE atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Fadrik Aziz Firdausi