Menuju konten utama

Mungkinkah Pelaku Teror Pimpinan KPK Sama dengan Penyerang Novel?

Ketua WP KPK Yudi Purnomo menilai teror yang dialami dua pimpinan KPK mirip dengan teror yang pernah terjadi. Apakah pelakunya sama?

Mungkinkah Pelaku Teror Pimpinan KPK Sama dengan Penyerang Novel?
Foto Lokasi penyerangan di kediaman Laode M. Syarief di Kalibata Selatan, Jakarta, Rabu. 9 Januari 2019. tirto/Andrian pratama taher

tirto.id - Penyerangan ke kediaman Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, pada Rabu (8/1/2019) menambah deretan panjang teror terhadap personel lembaga antirasuah itu.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap menyatakan teror yang ditujukan kepada dua pimpinan KPK itu merupakan serangan kesembilan terhadap KPK yang mereka catat. Teror yang terjadi umumnya menyasar personel atau fasilitas KPK.

Yudi Purnomo menduga pelaku seluruh penyerangan tersebut berasal dari jaringan yang sama.

“Teror terhadap pimpinan KPK pada hari ini [Rabu, 9/1/2019] merupakan satu kesatuan utuh rangkaian teror terhadap pimpinan, pejabat dan pegawai KPK yang sampai saat ini tidak kunjung terungkap,” kata dia dalam konferensi pers, di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu kemarin.

Yudi pun menunjukkan video rekaman CCTV di kediaman penyidik KPK, Afif Julian Miftah yang juga pernah diteror bom di rumahnya, di perumahan Mediterania, Bekasi Selatan, pada tahun 2015.

Dalam rekaman CCTV tersebut terlihat dua orang dengan wajah terlihat jelas yang menaruh sebuah bom di atas pagar rumah Afif.

Si pelaku, kata Yudi, sama persis jumlahnya dengan pelaku teror di kediaman Laode sebagaimana penuturan pimpinan KPK itu kepadanya, yakni dua orang pelaku.

Selain itu, kata Yudi, ada pula penggunaan metode teror dengan air keras kepada mobil Afif sebagaimana kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, pada April 2017.

Kendati begitu, Novel Baswedan di kesempatan berbeda enggan berspekulasi apakah aktor intelektual dari penyerangan terhadap pimpinan KPK merupakan kelompok yang sama dengan penyerang dirinya.

Novel Baswedan menganggap saat ini yang terpenting adalah mengungkap pelaku penyerangan.

“Yang paling penting adalah, ini harus diungkap siapapun pelakunya. Jadi kami tidak pada posisi menduga atau mengarah pada siapapun. Siapapun pelakunya harus diungkap,” kata Novel di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Untuk itu, Novel berharap Presiden Joko Widodo mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) segera mengungkap penyerangan terhadap dua pimpinan komisi antirasuah itu.

Novel menganggap sudah perlu dibuat tim gabungan untuk mengungkap serangan-serangan terhadap personel lembaga antirasuah tersebut.

Namun, kata Novel, dirinya pesimistis kasus teror terhadap pimpinan KPK akan terungkap jika presiden tidak turun tangan.

“Apabila Bapak Presiden [Jokowi] memberikan dukungan atau perhatian yang serius, saya optimis [dapat diusut],” kata Novel.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berharap kepolisian dapat mengusut tuntas penyerangan terhadap pimpinan KPK.

Sebab, kata Kurnia, penyerangan tersebut tidak bisa hanya dilihat sebagai serangan terhadap pribadi, tetapi merupakan serangan terhadap institusi, bahkan serangan terhadap gerakan pemberantasan korupsi.

Kurnia pun berharap penanganan kasus ini tidak akan bernasib sama dengan penanganan kasus Novel Baswedan yang masih gelap hingga saat ini.

“Kami anggap [kasus] Novel penangannya sudah berlarut-larut, jadi jangan ini menjadi kali kedua pihak kepolisian menunjukkan kinerja yang kami anggap belum terlalu maksimal,” kata Kurnia, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (10/1/2019).

Infografik CI Teror bagi Penyidik KPK

Infografik CI Teror bagi Penyidik KPK

Hingga saat ini, Polri belum memastikan pelaku teror bom di kediaman dua pimpinan KPK sama dengan pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel Baswedan.

Saat ini, kepolisian masih melakukan penyelidikan.

“Kami belum berani membuat kesimpulan. Intinya tim akan bekerja secara maksimal [mengusut kasus teror bom] agar informasi yang disampaikan matang dan berdasarkan bukti,” kata Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di kantornya, Kamis (10/1/2019).

Untuk menyelesaikan perkara tersebut, kata Dedi, tim gabungan dari Indonesia Automatic Finger Print Identification System (INAFIS), Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, dan Detasemen Khusus 88 Antiteror bekerja sama untuk memeriksa barang bukti dan keterangan saksi.

Dedi menyatakan dalam mengungkap kasus ini, Polri bekerja atas pembuktian ilmiah dan fakta hukum. Selain itu, kata dia, penyidik juga menampung informasi yang diketahui oleh masyarakat maupun KPK.

Baca juga artikel terkait TEROR KPK atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz