Menuju konten utama

MUI Mulai Terapkan Standardisasi Da'i yang Berdakwah di Indonesia

Da'i bersertifikat sebagai upaya menyatukan visi dan koordinasi langkah dakwah.

MUI Mulai Terapkan Standardisasi Da'i yang Berdakwah di Indonesia
Wakil Presiden terpilih yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin menyampaikan sambutan pada acara Tasyakur Milad Ke-44 MUI di Jakarta, Sabtu (27/7/2019). ANTARA FOTO/Andi/dr/hp.

tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mulai menerapkan standardisasi da'i per Senin (18/11/2019). Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat M. Cholil Nafis mengatakan, standardisasi da'i dilakukan untuk penguatan penyebaran dakwah Islam.

"Standardisasi da’i ini dalam rangka menyatukan persepsi (taswiyatul afkar) dalam mengembangkan ajaran Islam dan mengoordinasi langkah dakwah (tansiqul harakah) agar maksimal dalam menyebarkan dakwah Islamiyah," kata Cholil dalam keterangan tertulis, Selasa (19/11/2019).

Standardisasi da'i atau disebut da'i bersertifikat sebagai upaya menyatukan visi dan koordinasi langkah dakwah. Para pe-da'i yang sudah menjalani langkah sertifikasi akan direkomendasi oleh MUI sebagai da’i.

Standardisasi terbagi atas sejumlah materi yakni wawasan ke-Islaman, wawasan kebangsaan dan metode dakwah. Pada materi Wasasan Islam wasathi (moderat), para da'i diajak untuk mengulas tentang Islam yang diajarkan Rasulullah SAW dan dijelaskan oleh para sahabatnya.

"Islam wasathi sebagai arus utama paham Islam Indonesia. Mengikuti aqidah Ahlussunnah wal-jemaah. Islam yang tidak ekstrem kanan juga tidak ekstrem kiri," kata Cholil.

Pada materi wawasan kebangsaan, MUI menjelaskan tentang kesepakatan kebangsaan (al-ittagaqaat al-wathaniyah). Para da'i diberi pemahaman kalau Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai ajaran Islam sudah final dan mengikat. Selain itu, para da'i diajak mencintai bangsa sebagaimana iman.

"Cinta tanah air adalah bagian dari Iman. Membela negara adalah bagian dari implementasi beragama Islam," kata Cholil.

Dalam pembahasan metode dakwah, para da'i diminta untuk menguatkan keagamaan Islam sekaligus memperkokoh persatuan dalam bingkai NKRI.

"Permasalahan khilafiyah harus ditoleransi dan menghormati perbedaan. Namun masalah penyimpangan (inhiraf) penodaan agama harus diamputasi," kata Cholil.

Cholil mengatakan, para pe-da'i dibagi atas 3 kelas. Pertama, pe-da'i senior yang sudah dikenal publik sebagai tokoh agama dan dai di masyarakat.

Kedua adalah ulama yang sudah eksis atau da'i di masyarakat. Level terakhir adalah para da'i pemula.

Sebelum menjalani tes seperti ulama yang sudah eksis, para da'i muda harus mengikuti pelatihan sebagai da'i sebelum tes 3 materi pokok.

"Pemula tentunya dilakukan dengan cara pelatihan dulu basic dulu dengan 3 materi juga pokok itu meski waktu bisa lebih panjang bisa 3 hari atau seminggu. Lalu mereka dites tetap di akhir ada tes penentuan," Kata Cholil.

Cholil menegaskan, para da'i yang bersertifikat MUI diwajibkan untuk menandatangi pakta integritas. Apabila da'i bersertifikat melanggar isi pakta integritas, MUI tidak langsung mencopot sertifikasi. Mereka akan menjalani rangkaian proses sidang etik.

"Ketika mereka melanggar pakta integritas itu mereka akan diklarifikasi dewan etik yang akan dibentuk secara adhoc dan keputusannya juga dilakukan oleh dewan etik. Itu lah kemungkinan diperingati sampai juga pencabutan sertifikat itu," kata Cholil.

Baca juga artikel terkait MUI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Irwan Syambudi