Menuju konten utama

Muhammadiyah Ingin Berdialog Bersama UIN Yogya Soal Larangan Cadar

Dialog terbuka dilakukan agar polemik larangan cadar segera menemukan jalan tengah bagi semua pihak.

Muhammadiyah Ingin Berdialog Bersama UIN Yogya Soal Larangan Cadar
Ilustrasi perempuan bercadar. FOTO/iStock

tirto.id - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas mendorong dialog terbuka soal larangan cadar dengan diikuti perwakilan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Tujuannya, untuk mencari jalan tengah dari polemik larangan cadar.

"Bisa juga beradu argumentasi dengan para mahasiswi mereka atas kebijakan tersebut," kata Yunahar di Jakarta, Rabu (7/3/2018), sebagaimana dikutip Antara.

Yunahar meminta agar persoalan larangan cadar diselesaikan dengan tatap muka daripada lewat jalur lain yang sifatnya justru kontraproduktif tanpa berujung penyelesaian.

Yunahar yang juga wakil ketua Majelis Ulama Indonesia mengatakan pelarangan penggunaan cadar memang kewenangan UIN Suka Yogyakarta. Kendati demikian, jika hal itu mendapatkan perlawanan maka sebaiknya dibuka jalur diskusi.

Apabila tidak ada alasan kuat, kata dia, sebaiknya kebijakan pelarangan cadar tidak perlu diterapkan karena memunculkan kontroversi di tengah masyarakat.

Muhammadiyah, lanjut dia, tidak menyarankan pengenaan cadar bagi Muslimah. Namun, Muhammadiyah juga tidak pernah mengeluarkan larangan bagi Muslimah yang ingin mengenakan penutup muka tersebut.

UIN Yogya mengeluarkan surat keputusan untuk "membina" mahasiswa bercadar di kampusnya. Surat Keputusan Rektor UIN Yogya menyatakan mahasiswa bercadar wajib mendaftarkan diri sebelum 28 Februari 2018.

Tim konseling yang terdiri dari lima dosen dari berbagai disiplin ilmu bertanggung jawab melakukan pembinaan. Jika lebih dari tujuh kali konseling mahasiswa tetap tidak mau melepas cadarnya, maka mereka akan diminta mengundurkan diri.

Yudian mengatakan kalau mahasiswa bercadar ini patut diduga menganut Islam "yang berlawanan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Islam moderat di Indonesia." Katanya pula, "pembinaan" ini dilakukan dalam rangka menyelamatkan mereka dari ideologi yang tidak dipahami.

Dosen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Najib Azca, mengatakan ada yang keliru dari argumen di balik penerbitan aturan ini. Mengaitkan paham radikalisme, ekstremisme, dan Islam yang anti-Pancasila dengan penggunaan cadar adalah keliru.

"Tidak ada kaitan langsung antara cadar dengan radikalisme. Lebih tepat kalau cadar itu adalah konservatisme, yaitu cara hidup yang menafsirkan agama secara konservatif, ketat, skripturalis," kata Najib kepada Tirto, Selasa (6/3/2018) malam.

Sementara itu, LBH Yogyakarta menyatakan kalau alasan pembinaan terhadap mahasiswa bercadar sangat asumtif dan tidak berdasar. Rektor UIN Yogya telah bertindak gegabah, tidak menghormati hak asasi manusia dan diskriminatif.

Baca juga artikel terkait LARANGAN CADAR atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra