Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Mudik Via Bus Harus Dihentikan Bila Pemerintah Serius Tekan Corona

Berbagai upaya harus dilakukan untuk memutus rantai penularan Corona. Salah satunya dengan tidak mudik menggunakan transportasi umum seperti bus.

Mudik Via Bus Harus Dihentikan Bila Pemerintah Serius Tekan Corona
Ilustrasi Virus Corona. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kementerian Perhubungan mendeteksi adanya lonjakan jumlah penumpang bus di sejumlah terminal Jabodetabek selama periode 20 hingga 23 Maret 2020. Kondisi ini dianggap aneh karena masyarakat diimbau tak bepergian lantaran pandemi Corona atau COVID-19 masih meluas di Indonesia.

Kemenhub lantas mensinyalir kalau mereka melakukan “curi start” mudik alias pulang kampung mendahului libur Lebaran yang jatuh pada akhir Mei 2020 nanti.

Fenomena “curi start” ini terjadi karena penurunan aktivitas ekonomi di Jakarta. Bagi pekerja informal yang tidak punya pilihan, opsi tersisa hanya pulang kampung.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati pada Jumat (27/3/2020) mengatakan hal ini cukup mengkhawatirkan. Pasalnya fenomena “curi start” itu diyakini berkaitan dengan laporan adanya lonjakan daftar orang dalam pemantauan (ODP) di sejumlah area di Jawa Tengah.

Kemenhub, kata Adita, sudah mempertimbangkan opsi larangan mudik bahkan jika bisa diterapkan segera. Untuk skemanya sendiri juga sudah disiapkan seperti penutupan operasional bus dan penutupan akses tol dan jalan nasional keluar Jabodetabek.

Namun mereka masih harus menunggu keputusan yang lebih tinggi lagi yaitu “di rapat terbatas,” kata Adita.

Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk virus COVID-19 Zubairi Djoerban mengatakan berbagai upaya harus dilakukan untuk memutus rantai penularan Corona. Salah satunya adalah tidak mudik menggunakan transportasi umum seperti bus.

Ini sebagai upaya mencegah penyebaran lanjutan di daerah tujuan bagi penumpang dari zona merah, kata Zubairi.

“Mudik itu, kan, kumpul banyak orang di dalam bus, kereta api dan lainnya. RIsiko penularan lebih tinggi,” ucap Zubairi saat dihubungi reporter Tirto, Senin (30/3/2020).

Zubairi mengaku khawatir bilamana perusahaan bus masih menarik penumpang, justru penularan Corona semakin menjadi-jadi. Menurut dia, pengusaha angkutan bus juga perlu mawas diri karena nasib malang justru juga bisa menimpa karyawan mereka.

Pertama, kata dia, supir sampai karyawan bisa tertular penumpang sehingga tidak dapat bekerja. Kedua, mereka dapat membuat penumpang yang sehat tertular juga karena siapapun dapat menjadi carrier terlepas apa pun kondisinya.

Zubairi lantas mengingatkan agar lebih baik tidak ada mudik sama sekali. Jika perlu ia menyarankan pergerakan orang dibatasi sama sekali.

“Lagi pula supirnya (bus) juga bisa tertular. Jadi prinsipnya tidak ada pergerakan. Tidak ada kendaraan keluar-masuk kota. Dari zona merah atau bukan,” ucap Zubairi.

Pengamat transportasi sekaligus dosen Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno mengatakan belum lama ini seorang supir bus antar kota antar provinsi (AKAP) asal Wonogiri juga dilaporkan positif Corona. Sehari-hari supir itu bekerja di trayek Wonogiri-Bogor.

Belum dapat dipastikan di mana supir ini tertular. Namun tak dapat disangkal jika Kota Bogor beberapa waktu lalu dilaporkan menjadi salah satu sumber penyebaran seperti melalui sebuah seminar di kota itu.

Djoko menilai laporan kasus positif itu memang tidak terhindarkan. Menurut dia, absennya larangan pemerintah menjadi hal yang lumrah jika operator bus tetap melayani mudik bahkan termasuk mereka yang pulang kampung lebih awal.

“Menjadi hal yang wajar operator transportasi umum tetap melayani masyarakat ketika memang tidak ada larangan dari pemerintah untuk menghentikan operasionalnya,” ucap Djoko saat dihubungi reporter Tirto, Senin (30/3/2020).

Namun jika melihat perkembangan kasus Corona di Jakarta dan sekitarnya, kata dia, tentu risikonya tidak dapat dipandang remeh. Pasalnya ibu kota saat ini memiliki jumlah kasus Corona terbanyak dari total laporan pemerintah.

Belum lagi jumlah kasus masih terus bertambah dari waktu ke waktu. Data per Senin (30/3/2020) saja sudah tercatat 701 kasus positif di Jakarta.

Hanya saja Djoko mengingatkan andaikata operasional bus AKAP berhenti, maka keberlangsungan pekerjanya tetap perlu diperhatikan. Pasalnya saat perusahaan tak memperoleh pendapatan sudah barang tentu mereka bisa merugi dan pekerja menjadi pihak yang terdampak mulai dari gaji, THR, sampai PHK.

Jika perlu, kata dia, perusahaan bus diberi insentif. Misalnya keringanan membayar cicilan kredit bus yang mereka miliki. Lalu, anggaran mudik gratis yang tak terpakai bisa dialihkan untuk kompensasi pengusaha bus dan subsidi biaya hidup kru AKAP yang tidak bekerja.

“Jadi bisa kalau mau larang (operasi bus untuk mudik). Pemerintah wajib memberikan kompensasi atau jaminan hidup bagi pengusaha transportasi umum yang akan dihentikan usahanya untuk sementara waktu,” ucap Djoko.

Menyikapi itu, Organisasi Angkutan Darat (Organda) tak keberatan dengan langkah pemerintah itu. Namun, Ketua Umum Organda Adrianto Djokosoetono meminta ada keringanan bagi beban pelaku usaha bila mereka harus menghentikan operasinya. Misalnya kewajiban seperti biaya investasi, kredit kendaraan ke bank maupun leasing, sampai membayar gaji karyawan.

Dari pertimbangan itu, mereka mengusulkan agar relaksasi pembayaran kredit dari POJK No. 11 Tahun 2020 diberlakukan juga bagi perusahaan angkutan bus AKAP dan transportasi umum lainnya. Mereka juga mengusulkan keringanan pembayaran pajak dalam PMK No. 23 Tahun 2020 juga mencangkup sektor transportasi alih-alih hanya manufaktur.

“Jadi (relaksasi) berlaku untuk angkutan darat. Saat ini tidak berlaku. Kalau cashflow untuk bayar kewajiban itu, kami ada shortage kewajiban ke karyawan,” ucap Adrianto saat dihubungi reporter Tirto, Senin (30/3/2020).

Di sisi lain, Adrianto juga menilai mereka perlu dibantu untuk menanggung beban karyawan.

Ia mencontohkan banyak pekerja harian di AKAP, PO Pariwisata hingga angkot yang bergantung pada upah harian atau hasil komisi operasional. Saat tidak beropersi, sudah barang tentu tidak ada pendapatan yang bisa dibagikan kepada mereka.

“Mereka perlu BLT juga,” ucap Adrianto.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi melalui teleconference, Jumat (27/3/2020) lalu menyatakan telah mendengar usulan itu dari pelaku usaha. Belum lagi ada arahan Plt. Menteri Perhubungan Luhut Binsar Panjaitan agar tidak ada PHK di sektor transportasi.

“Soal insentif yang diberikan saya akan bahas dalam rapat eselon 1,” ucap Budi.

============

Informasi seputar COVID-19 bisa Anda baca pada tautan berikut:

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz