Menuju konten utama

Mudik Dilarang tapi Wisata Dibuka: Bikin Bingung, Bikin Runyam

Mudik dilarang tapi objek wisata dibuka membingungkan. Masyarakat akan abai dan akhirnya membuat pandemi makin lama.

Mudik Dilarang tapi Wisata Dibuka: Bikin Bingung, Bikin Runyam
Kendaraan mengantre di Gerbang Tol Cikampek Utama 1 di Karawang, Jawa Barat, Rabu (23/12/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Larangan mudik Lebaran tahun 2021 demi mencegah penyebaran COVID-19 bertolak belakang dengan pembukaan objek wisata yang berpotensi memicu kerumunan dan mengakibatkan lonjakan kasus COVID-19. Dua kebijakan ini dianggap membingungkan masyarakat.

Kebijakan larangan mudik mulai 6-17 Mei 2021 disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. “Sesuai dengan arahan Presiden, kita tegas untuk melarang mudik dan kami juga mengimbau agar bapak-ibu yang berkeinginan mudik untuk tinggal di rumah saja,” ujarnya dalam keterangan pers usai sidang kabinet paripurna, Rabu (7/4/2021).

Berkaitan dengan itu Menhub telah berkoordinasi dengan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri untuk melakukan penyekatan di sejumlah titik untuk pengendalian mobilitas transportasi darat. Dia menyebut polisi “akan melakukan penyekatan di lebih dari 300 lokasi.”

Operasional Kereta Api juga akan dibatasi. Hanya tersedia layanan Kereta Api Luar Biasa serta beberapa rute di kawasan aglomerasi.

Untuk pengendalian transportasi laut, Budi bilang pihaknya hanya akan memberikan fasilitas bagi mereka yang dikecualikan dalam kebijakan. Dengan kata lain, layanan transportasi melalui jalur laut juga terbatas.

Budi bilang kebijakan larang mudik ini untuk menekan angka penularan COVID-19, yang saat ini mengalami lonjakan di beberapa negara. Selain itu, berdasarkan pengalaman Indonesia sendiri, libur panjang dan mudik biasanya diiringi dengan lonjakan kasus. “Di bulan Januari [2021], selepas libur Natal itu, terjadi lonjakan kasus kematian yang tinggi bahkan terdapat kematian tenaga kesehatan lebih dari 100 orang,” kata Budi.

Di sisi lain, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan bakal memfasilitasi objek wisata saat libur Lebaran dan dia telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk itu.

“Kami secara tegas menyampaikan dan memberikan pesan kepada masyarakat pariwisata dan ekonomi kreatif bahwa kami siap untuk mendukung keputusan pemerintah. Dan sekarang kami menyiapkan opsi-opsi staycation, opsi-opsi pariwisata dalam bingkai PPKM skala mikro, termasuk juga penyediaan produk-produk ekonomi kreatif untuk mengganti kehadiran secara fisik masyarakat di kampung halaman,” kata Sandiaga di Kantor Kemenko PMK, Kamis (1/4/2021).

Menko PMK Muhadjir Effendy kemudian menyatakan dukunganya terkait rencana tersebut sekaligus memberikan argumen mengapa dua kebijakan yang bertolak belakang ini dijalankan. “Tujuan kita meniadakan mudik memang untuk menekan penyebaran dan penularan COVID-19, tapi bukan membuat kegiatan ekonomi khususnya di sektor parekraf juga terhenti,” kata Muhadjir.

Menurut analis kebijakan publik Universitas Trisakti Jakarta Trubus Rahadiansyah, melarang mudik tapi membolehkan objek wisata dibuka merupakan “kebijakan paradoks, kontraproduktif.” “Mudik dilarang tapi tempat wisata yang malah potensi terjadi kerumunan justru dibuka,” ujar Trubus melalui sambungan telepon, Jumat (9/4/2021).

“Makanya kebijakan larangan mudik itu sendiri banyak pihak memandang tidak akan efektif,” tambahnya.

Tak hanya membuat bingung, kebijakan ini juga membuat “kepatuhan masyarakat menurun.” Mereka akan berpikir untuk apa pula berkorban untuk tidak mudik demi menekan laju pandemi tapi objek wisata dibuka di mana-mana.

Kemudian, kebijakan ini juga akan sulit dijalankan oleh pemerintah di daerah. “Daerah juga enggak akan patuh, kepala daerah tidak akan mematuhi. Bagaimana mematuhi kalau tidak jelas? Saya tidak yakin di daerah mau responsif menegakkan protokol kesehatan [di tempat wisata]. Siapa yang mengawasi?”

Benar saja, kebijakan membuka wisata tapi melarang mudik itu langsung diprotes oleh seorang kepala daerah, Gubernur Banten Wahidin Halim. Menurutnya tak bisa pemerintah mau mengambil untung untuk menekan pandemi tapi juga mencari-cari celah agar ekonomi bangkit lewat pariwisata. Dalam situasi sekarang, menurutnya, “harusnya pilihannya satu, dilarang ya dilarang. Kalau satu dilarang. satu dibolehkan, ini sulit bagi pemerintah daerah dalam implementasinya.”

Wahidin mempertanyakan bagaimana mengatur dan mengawasi penegakan protokol kesehatan di semua objek wisata yang dibuka. Tak mungkin Satgas COVID-19 di daerah memantau seluruh destinasi wisata, katanya.

Ketua DPR RI Puan Maharani juga mempertanyakan kebijakan ini. Ia menilai membuka wisata tapi melarang mudik adalah kebijakan yang membingungkan. “Konsistensi penerapan kebijakan di lapangan harus dilakukan untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan. Larangan aktivitas mudik harus adil dan konsisten,” kata Puan lewat keterangan tertulis, Kamis (8/4/2021).

Ia juga mengingatkan bahwa, sebelum melarang mudik, pemerintah sudah beberapa kali memberikan imbauan untuk tidak bepergian saat libur panjang dan hasilnya tetap ada peningkatan mobilitas warga pada beberapa hari libur panjang lalu.

Runyam

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyayangkan kebijakan dua kaki tersebut dengan mempertimbangkan fakta sederhana: bahwa pandemi saat ini jauh dari terkendali.

Hal itu bisa dilihat dari data COVID-19 yang per Kamis (8/4/2021) lalu ada penambahan 5.504 kasus baru setelah melakukan tes terhadap 54.253 orang sehingga rasio kasus positif mencapai 10,14 persen. Sehari sebelumnya, rasio kasus positif 9,09 persen dan Selasa (6/4/2021) 9,14 persen. Angka ini masih di atas batas maksimal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 5 persen.

“Dan kita selama satu tahun ini tidak pernah mencapai itu (batas WHO). Kalau sudah satu tahun, berarti penyebaran kasus COVID-19 di masyarakat sudah sangat banyak dan tak terkendali,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Jumat (9/4/2021).

Selain itu, sejumlah varian baru juga telah menyebar di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun GISAID, sudah ada 10 sampel asal Indonesia yang teridentifikasi terinfeksi virus Corona varian B.1.1.7. Varian ini awalnya muncul di Afrika Selatan dan mewabah di Inggris, menyebabkan kurva epidemiologi kembali menanjak.

Selain itu, sejak November 2020, varian N439K juga telah masuk ke Indonesia dan per 13 Maret 48 sampel asal Indonesia diketahui terinfeksi varian N439K. Virus ini diduga resisten terhadap antibodi meskipun tidak lebih mudah menular dibanding B.1.1.7.

Di Jakarta pun telah ditemukan virus Corona varian E484K. Virus ini adalah turunan dari B.1.1.7 dan diduga dapat melawan balik antibodi yang dihasilkan tubuh.

Namun di sisi lain Dicky menyadari pemerintah sudah tak memiliki sumber daya untuk melakukan pembatasan mobilitas yang lebih ketat. Selain itu masyarakat pun telah lelah menghadapi pandemi. Karenanya, saat ini yang bisa dilakukan pemerintah adalah memperbaiki kualitas testing, tracing, dan treatment.

“Kalau tidak ini akan makin buruk karena mobilitas yang makin tinggi; kedua karena ada ancaman banyak strain baru,” katanya.

Baca juga artikel terkait LARANGAN MUDIK 2021 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie & Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie & Irwan Syambudi
Penulis: Mohammad Bernie & Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino