Menuju konten utama

MTI: Subsidi Tarif KRL Perlu Diberikan Tanpa Melihat Penghasilan

Aditya Dwi Laksana mengatakan, pemberian subsidi tarif KRL ini perlu terus dilakukan tanpa membedakan penghasilan pengguna.

MTI: Subsidi Tarif KRL Perlu Diberikan Tanpa Melihat Penghasilan
Sejumlah warga mengamati rangkaian KRL (Kereta Rel Listrik) yang anjlok di perlintasan menuju Stasiun Manggarai, Jakarta, Minggu (27/11/2022). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/aww.

tirto.id - Kementerian Perhubungan berencana mengubah regulasi sistem tarif KRL berdasarkan golongan penghasilan. Nantinya akan diatur melalui kepemilikan kartu khusus sesuai kemampuan membayar.

Ketua Forum Perkeretaapian dan Angkutan Antar Kota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana mengatakan, pemberian subsidi tarif KRL ini perlu terus dilakukan tanpa membedakan penghasilan pengguna.

“Pemberian insentif ini adalah sebuah prioritas ya untuk memberikan dorongan masyarakat agar mereka mau menaiki angkutan umum seperti KRL. Lalu, dengan adanya insentif hal ini tidak akan menganggap masyarakat, entah itu mereka punya penghasilan tinggi atau tidak,” tutur Aditya, dalam press conference Outlook Transportasi Tahun 2023 di Hotel Mercure Sabang, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Sementara itu, Aditya menambahkan, shifting atau perubahan dari kendaraan pribadi menuju angkutan umum, masyarakat patut diapresiasi dengan hal tersebut. Karena, penggunaan kendaraan pribadi akan berkurang dan penggunaan angkutan umum KRL akan semakin ramai.

Kemudian, pemerintah wajib memberikan subsidi sebagai apresiasi mereka terhadap masyarakat. Dengan, perubahan dari penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum.

“Pemerintah wajib memberikan apresiasi berupa subsidi terhadap masyarakat. Karena, itu adalah sebuah apresiasi dari pemerintah ke masyarakat,” ungkap Aditya.

Selanjutnya, untuk orang yang berdasi diharapkan juga memanfaatkan angkutan umum KRL. Menurut Aditya, hal ini akan menyebabkan sebuah efek domino yang dimana tidak hanya masyarakat menengah yang menggunakan angkutan umum, tetapi masyarakat yang mempunyai kemampuan finansial ikut juga menggunakan KRL.

Selain itu, jika fiskal tidak bisa membiayai penuh alokasi anggaran tersebut karena terlalu besar, maka untuk kenaikan yang nantinya bisa terjadi itu adalah sebuah hal wajar. Kenaikan tarif harus diperlukan jika fiskalnya terlalu rendah dan juga jika tarif yang ada saat ini sudah termasuk yang paling terjangkau.

“Fiskalnya jika tidak kuat dalam membiayai penuh alokasi anggaran karena terlalu besar, hal itu adalah wajar. Karena, kenaikan tarif itu diperlukan jika fiskalnya rendah, dan kedua tarif yang sudah ada termasuk yang paling terjangkau,” ucap Aditya.

Untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR) diharapkan mendapatkan subsidi yang tepat sasaran. Parameter yang dihitung akan lebih mudah untuk mengidentifikasi atau menentukan besaran MBR dibandingkan orang kaya yang mempunyai penghasilan lebih.

“Perhitungan parameter akan lebih mudah dalam mengidentifikasi atau menentukan besaran subsidi yang di dapat MBR, dibandingkan parameter perhitungan untuk orang kaya yang berpenghasilan lebih,” imbuh Aditya.

Aditya mengatakan, arah kebijakan ini bisa jadi kepada sepuluh tahun yang lalu, yang dimana KRL ini tidak single operation melainkan akan adanya kelas – kelas lain dari KRL. Seperti, kelas eksekutif, kelas menengah sampai kelas ekonomi.

“Yang diharapkan dari kebijakan ini, bisa jadi mengarah pada 10 tahun yang lalu, dimana KRL tidak single operation lagi. Melainkan, adanya kelas – kelas KRL yang lain mulai dari eksekutif, menengah hingga ekonomi,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait TARIF KRL atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang