Menuju konten utama

MSI Prestige 14 Evo: Kualitas Gambar Mentereng tapi Banyak Gimik

MSI Prestige 14 Evo, secara keseluruhan, biasa-biasa saja.

MSI Prestige 14 Evo: Kualitas Gambar Mentereng tapi Banyak Gimik
MSI Prestige 14 Evo. FOTO/msi.com

tirto.id - Agustus 2011 silam, Intel meluncurkan program bertajuk "Ultrabook". Suatu program bernilai USD 300 juta untuk membantu produsen pembuat laptop berinovasi, menciptakan laptop mirip tablet (“tablet-like”). Perusahaan yang didirikan Gordon Moore lebih dari 50 tahun silam ini ingin pencipta laptop membuat laptop yang “baterainya dapat digunakan sepanjang hari” serta (dan yang paling utama) “memiliki bentuk yang inovatif, dan didukung oleh kapasitas penyimpanan yang besar”. Bagi Intel sendiri, makna “bentuk yang inovatif” ini akan tercapai apabila para pencipta laptop memanfaatkan chip generasi kedua Intel CoreTM, prosesor yang diklaim Intel “memungkinkan desain (laptop) yang tipis, ringan, dan indah (karena prosesor ini) memiliki ketebalan kurang dari 21mm”.

Singkat, Ultrabook merupakan cara Intel "mendikte" pembuat laptop dalam hal produksi. Tak ketinggalan, program ini adalah bentuk perlawanan ala Intel menghadang Macbook Air, laptop bikinan Apple yang menghentak pasar sejak akhir 2008 silam.

Arvind Sodhani, yang kala itu menjabat Vice president of Intel, menegaskan bahwa Intel ingin mendorong para pencipta laptop menciptakan “laptop yang ‘harus dimiliki’ masyarakat”.

Melalui Ultrabook, lahir Dell XPS 13, HP Spectre x360, hingga seri ZenBook dari Asus. Nama-nama laptop yang mumpuni nan elegan, yang tentu sangat menggoda masyarakat. Nahas, pasar berkata lain. Menukil data Statista, total pengiriman penjualan laptop berjenis ultrabook di seluruh dunia pada 2012 hanya berada di angka 4,2 juta unit. Di sisi lain, Apple mengirimkan 8,4 juta unit Macbook Air di periode yang sama.

Ultrabook gagal membendung Macbook Air.

Delapan tahun berlalu, atau tepat pada 2019, Intel meluncurkan program serupa bernama “Project Athena”. Sama seperti Ultrabook, melalui Project Athena, perusahaan yang hanya ahli dalam membuat prosesor ini mengajari bagaimana pencipta laptop menciptakan laptop. Intel, merujuk laman resminya, menginginkan pencipta laptop membuat laptop yang “memanjakan konsumen”. Makna “memanjakan konsumen” diterjemahkan dengan laptop dapat dipakai 9 jam hanya dengan baterai, tingkat kecerahan layar mencapai 250 nits, touchpad/trackpad yang dapat diandalkan, RAM di angka 8GB, WiFi generasi ke-6, dan Thunderbolt.

Klaim Intel, indikator-indikator tersebut merupakan buah dari wawancara nyata mereka dengan para pengguna laptop, bukan sebatas skor-skor benchmark nan menggelikan itu.

Dibarengi dengan kemunculan chip Intel Core generasi ke-11, Project Athena akhirnya bertransformasi menjadi “Evo” pada 2020. Dan sebagaimana Ultrabook, Evo nampaknya kembali menjadi senjata Intel menghadapi Apple, menghadapi Macbook M1.

Pertanyaannya, apakah laptop berlabel Evo lebih baik dibandingkan Macbook M1?

MSI Prestige 14 Evo: Cepat dan Panas

The essence of elite,” tulis MSI (Micro-Star International), perusahaan teknologi asal Taiwan, merangkum laptop anyar mereka, MSI Prestige 14 Evo, salah satu laptop yang produksinya "didikte" Intel. Sebagai laptop yang hendak menantang Macbook M1, MSI Prestige 14 Evo punya jeroan “wah”, seperti Intel Core i7 generasi ke-11, lengkap dengan Intel Iris Xe. Agar bisa menjalankan Google Chrome yang menguras RAM, komputer ini dibekali RAM sebesar 16GB, lengkap dengan dukungan SSD Phison sebesar 512GB. Tentu, dengan spesifikasi yang mumpuni ini, ada harga yang tak murah untuk ditebus. Meskipun belum dijual di Indonesia, Prestige 14 Evo dibanderol sekitar 5.000 ringgit di Malaysia, atau setara Rp18 jutaan.

Tentu, dengan status laptop mahal, tidak aneh jika Prestige 14 Evo menghasilkan performa apik. Intel sendiri mengklaim, laptop apapun yang menggunakan i7 generasi ke-11 memiliki performa 30 persen lebih baik dibandingkan Macbook M1 tatkala menggunakan Chrome berbarengan dengan salah satu aplikasi Office dari Microsoft. Tak ketinggalan, Intel jumawa bahwa i7 terbarunya, melalui skor benchmark, lebih unggul dibandingkan M1 tatkala menjalankan Photoshop dan Lighthroom Classic.

Saya akan bilang: "Omong kosong dengan benchmark". Saya ingin berkendara cepat, bukan berkendara 100 kilometer per jam. Dan ketika saya menggunakan Prestige 14 Evo, laptop ini memang cepat. Selama hampir sebulan mencobanya, Prestige 14 Evo sukses menjalankan semua aplikasi yang saya pakai, mulai dari Photoshop, Illustrator, Animate, Word, hingga si rakus memori Chrome. Tak ada lag, atau jeda yang bikin kesal ketika berganti dari Photoshop ke Chrome. Tidak ada pula rasa kesal menunggu foto diproses Lightroom melalui laptop ini. Intinya, soal penggunaan aplikasi, tak ada yang perlu diragukan dari keandalan Prestige 14 Evo.

Soal menjalankan game, Prestige 14 Evo cukup layak. Tapi, ingat, setelan game yang dimainkan harus dipasang minimum.

Sangat wajar (dan seharusnya) bagi laptop bisnis berstatus mahal.

Di luar aplikasi, keunggulan paling terlihat jelas dari Prestige 14 Evo adalah layar (bukan ukurannya), yang memanfaatkan teknologi Thin Bezel Display anti-glare bertaraf IPS. Layar ini sangat memanjakan mata dan tak melelahkan ketika digunakan dalam durasi yang lama. Ditambah dengan teknologi WiFi 6 yang sudah terpasang, Prestige 14 Evo mantap digunakan.

Singkat, Prestige 14 Evo adalah mesin yang menyenangkan.

Infografik MSI Prestige 14 Evo

Infografik MSI Prestige 14 Evo. tirto.id/Fuad

Tentu, setiap kesenangan ada batasnya. Dan batas menyenangkan menggunakan laptop ini hanya sekitar dua jam. Lebih dari itu, laptop menghangat, menghangat, menghangat, lalu kemudian panas. Panas akan jauh terasa lebih menggigit tatkala laptop ini perlu dicolok ke listrik. Prestige 14 Evo hanya mampu bertahan dengan baterai selama sekitar 8 jam, bukan 12 jam seperti klaim MSI (MSI menggunakan istilah "up to"). Saya memang tidak mengukur suhu Prestige 14 Evo menggunakan alat apapun. Tapi, dianalogikan, laptop ini memiliki suhu di titik tertingginya tak berbeda jauh dengan teh tubruk yang didiamkan selama 30 menit usai diseduh. Ya, karena peningkatan suhu inilah kipas bekerja sangat keras. Sangat berisik. Lebih panas dan lebih berisik dari laptop lawas saya, HP Pavilion x360.

Saking berisiknya, rencana saya untuk menulis artikel ini di Prestige 14 Evo gagal terlaksana. Macbook Air M1, yang tidak memiliki kipas (dan hampir tidak pernah panas) akhirnya jadi pilihan.

Kelemahan lainnya dari Prestige 14 Evo adalah trackpad/touchpad yang terlalu licin (karena faktor penggunaan bahan) sehingga tidak cukup nyaman digunakan meskipun MSI membanggakan modul ini dengan istilah “silky smooth touchpad” di stiker yang terpasang. Pun, trackpad/touchpad terlalu kaku, perlu sentuhan yang cukup kencang untuk mengkliknya.

Kelemahan trackpad/touchpad tak sepenuhnya andil MSI, tapi juga Microsoft. Bertahun-tahun lamanya, trackpad/touchpad yang terpasang pada komputer Windows memang menjadi bahan tertawaan pengguna Macbook. Microsoft gagal membenamkan kemampuan multi-touch yang benar pada Windows. Bahkan, pada tahun 2009 silam, Majalah Wired pernah merekomendasikan pengguna Windows yang menginginkan trackpad/touchpad yang nyaman untuk pindah ke Mac alih-alih bertahan dengan Windows.

Satu hal lain yang mengganggu dalam tubuh Prestige 14 Evo adalah aspect ratio layar yang keliru, kontras dengan betapa indahnya gambar yang ditampilkan laptop ini. Aspect ratio merupakan rasio lebar layar terhadap tinggi layar. Misalnya, layar dengan resolusi 500 x 500 akan memiliki rasio aspek 1:1. Prestige 14 Evo sendiri memiliki aspect ratio sebesar 16:9.

Rasio yang dimiliki Prestige 14 Evo sebetulnya baik tatkala saya hendak menonton film--dengan moda layar full screen. Sayangnya, ketika bekerja, 16:9 terlalu lebar (dan di saat bersamaan akan terasa sempit--memang agak aneh). Laptop seakan mengerucut, perlu scroll lebih banyak untuk berselancar di dunia maya. Kolom-kolom fitur yang ada di Adobe Animate ataupun Lightroom pun jadi tak terlihat. Dalam hal ini, Prestige 14 Evo ketinggalan zaman. Surface, misalnya, sudah mempopulerkan rasio 3:2 (terasa sangat pas untuk bekerja) atau Macbook dengan 16:10 (sedikit lebih baik dibandingkan Prestige 14 Evo).

Percayalah, jika Anda menggunakan laptop dengan rasio layar 16:9 dan seminggu saja beralih menggunakan laptop dengan rasio 3:2 atau 16:10, kemungkinan besar Anda tidak ingin kembali ke 16:9.

Selebihnya, MSI menjual laptop ini dengan gimik-gimik tak perlu. Misalnya, klaim bahwa laptop ini memiliki "Military-Grade Durability". Saya sempat berpikir bahwa dengan standar militer ini, Prestige 14 Evo dapat gunakan seandainya Tirto mengirim saya untuk meliput peperangan. Namun, merujuk laman resmi mereka, salah satu indikator standar militer ini adalah "Mechanical Vibrations of Shipboard Equipment," alias tahan guncangan ketika bepergian.

Pertanyaannya, bukankah seharusnya semua laptop semestinya diciptakan seperti itu?

Baca juga artikel terkait LAPTOP atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Windu Jusuf