Menuju konten utama

MRP & Amnesty Temui Mahfud MD, Desak Perlindungan Orang Asli Papua

Amnesty & MRP mendesak penghentian kekerasan dan diskriminasi oleh aparat penegak hukum terhadap Orang Asli Papua (OAP).

MRP & Amnesty Temui Mahfud MD, Desak Perlindungan Orang Asli Papua
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menunjukan himpunan keputusan MRP saat melakukan audiensi terkait Pemilu dan Pilkada Papua dengan KPU di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (2/8/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/nym.

tirto.id - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Amnesty Internasional Indonesia bersama Majelis Rakyat Papua (MRP) menemui Menkopolhukam Mahfud MD di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat (5/8/2022).

Dalam pertemuan tersebut, MRP menyerahkan 12 keputusan kultural MRP sepanjang 2021-2022. Ke-12 keputusan tersebut memuat tentang penghentian kekerasan dan diskriminasi oleh aparat penegak hukum terhadap Orang Asli Papua (OAP). Ada juga keputusan tentang perlindungan perempuan dan anak di wilayah konflik seperti Intan Jaya, Puncak, dan Nduga, Provinsi Papua.

“Keputusan-keputusan ini penting untuk memberikan perlindungan dan afirmasi terhadap masyarakat orang asli Papua. Yang paling mendesak adalah penghentian praktik diskriminasi dan kekerasan aparat dalam proses penegakan hukum, serta perlindungan anak dan perempuan di wilayah konflik seperti Intan Jaya,” kata Ketua MRP Timotius Murib dalam keterangan yang diterima, Jumat (5/8/2022).

Wakil Ketua MRP Yoel Mulait meminta kepada pemerintah pusat memberi atensi khusus pada pengungsi di daerah-daerah konflik seperti Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Nduga, dan Kabupaten Puncak.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid ingin agar ada tim yang dibentuk khusus untuk menangani pengungsi.

“Usulan kami adalah dibentuk tim pencari fakta di bawah Kemenkopolhukam terkait dengan penanganan pengungsi. Bukan untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu. Tetapi untuk mengidentifikasi kebutuhan pengungsi dan menunjuk instansi relevan lainnya demi memenuhi kebutuhan pengungsi,” kata Usman.

Tanggung jawab pemerintah dalam memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada semua pengungsi mengacu Prinsip-Prinsip tentang Pengungsi Internal dari Kantor Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR). Pengungsi internal yang tidak atau sudah berhenti berpartisipasi dalam pertempuran juga tidak boleh diserang dalam situasi apa pun.

Amnesty dan MRP juga meminta kepada Menkopolhukam untuk memastikan bahwa dialog atau perundingan damai yang sebelumnya sudah diinisasi oleh Dewan Gereja Papua (DGP), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terus berjalan untuk memastikan keamanan dan perlindungan HAM warga sipil di Papua.

Mahfud MD selaku Menkopolhukam menerima dan mendengar masukan MRP maupun Amnesty dalam masalah Papua. Mahfud mengaku akan menindaklanjuti saran MRP maupun Amnesty.

“Konstitusi kita memang memberi perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat. Perihal pengungsi, kami telah berusaha tangani. Tapi kami masih memerlukan masukan data-data yang akurat tentang keberadaan mereka dan apa kebutuhannya,” kata Mahfud.

Mahfud juga menegaskan kembali telah membicarakan laporan penelitian Amnesty International terkait pengelolaan sumber daya alam berupa rencana penambangan emas di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua.

“Saya telah membahasnya dengan sejumlah menteri, termasuk Menko Kemaritiman dan Investasi, Menteri ESDM, Menteri BUMN, serta Menteri Investasi. Kami pastikan itu baru merupakan simulasi. Jika jadi, kami akan menyerahkannya pada Pemda dahulu,” jelas Mahfud.

Baca juga artikel terkait PAPUA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto