Menuju konten utama

MPR Setuju GBHN Diberlakukan Lagi

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) mulai merespon positif usulan yang meminta agar Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) diberlakukan lagi. Hal tersebut diisyaratkan oleh Wakil Ketua MPR-RI, Hidayat Nur Wahid.

MPR Setuju GBHN Diberlakukan Lagi
Gedung MPR/DPR RI. Tirto/Andrey Gromico

tirto.id - Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) mulai merespon positif usulan yang meminta agar Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) diberlakukan lagi. Hal tersebut diisyaratkan oleh Wakil Ketua MPR-RI, Hidayat Nur Wahid, pada Senin (15/2/2016).

Menurut Hidayat Nur Wahid, GBHN sangat diperlukan sebagai sebuah haluan negara. Pasalnya, lanjut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, GBHN diyakini bisa membawa arah pembangunan nasional menjadi lebih terencana dan lebih baik.

Hidayat Nur Wahid juga berpendapat bahwa pembangunan semestinya selaras dengan visi dan misi presiden. Yang menjadi persoalan, jabatan presiden maksimal hanya dua periode atau 10 tahun, sedangkan rencana pembangunan nasional harus terus dijalankan.

Oleh karena itu, imbuh tokoh kelahiran Klaten, Jawa Tengah, ini keberadaan GBHN mutlak diperlukan. Ketika presiden sudah tidak menjabat lagi, maka rencana pembangunan nasional akan dilanjutkan oleh presiden terpilih berikutnya.

Pernyataan hampir senada juga dikatakan oleh Ketua MPR-RI, Zulkifli Hasan. Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini memastikan bahwa MPR akan menampung berbagai masukan terkait wacana diberlakukannya kembali GBHN di Indonesia.

"Dari semua keinginan tersebut, yang semua sepakat adalah pentingnya disepakati adanya GBHN kembali," ucap Zulkifli Hasan.

"Semua aspirasi yang muncul dari masyarakat itu akan dibahas setahap demi tahap, bila perlu dalam soal amandemen kita bertanya kepada masyarakat," tambah pria asal Lampung kelahiran 17 Mei 1962 ini.

Salah satu pihak yang mengusulkan agar GBHN diberlakukan lagi adalah Muhammadiyah. Tak hanya itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga meminta supaya posisi MPR-RI sebagai lembaga tertinggi negara diperkuat kembali dan tidak hanya sebagai sekadar pelengkap dalam tatanan pemerintahan di Indonesia.

"Muhammadiyah mencermati arah perkembangan bangsa sejak era reformasi, melihat adanya distorsi demokrasi, salah satunya pada posisi dan kewenangan MPR-RI," tandas

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

Baca juga artikel terkait GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA atau tulisan lainnya

Reporter: Iswara N Raditya