Menuju konten utama
Pemindahan Ibu Kota Negara

Motif DPR Kebut Bahas RUU IKN Saat RUU yang Krusial Terseok-seok

Pembahasan RUU IKN ini dinilai hanya melegitimasi pekerjaan presiden yang tengah membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Motif DPR Kebut Bahas RUU IKN Saat RUU yang Krusial Terseok-seok
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor (kanan) saat meninjau lokasi rencana ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Rapat paripurna DPR RI pada Selasa, 7 Desember 2021 menetapkan anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Pansus RUU IKN) berjumlah 56 orang dengan pimpinan sebanyak enam orang dari 9 fraksi di parlemen. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia dipilih sebagai Ketua Pansus RUU IKN.

Politikus Partai Golkar ini menargetkan pembahasan RUU IKN akan selesai di masa sidang pertama awal 2022. Ia sebut masa sidang pertama 2022 akan digelar usai reses anggota dewan pada 11 Januari mendatang. Ia memperkirakan pembahasan RUU IKN akan rampung sebelum Maret 2022.

“Jadi kan kami ini masa sidang berjalan sampai tanggal 16 [Desember] kemudian reses, tanggal 11 Januari masuk, nah sampai Februari ya, di antara itu,” kata Doli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/12/2021).

Dia memperkirakan pembahasan RUU IKN akan selesai dengan cepat, sebab pemerintah dan DPR telah mencapai kesepakatan, baik secara formal maupun informal. Di sisi lain, kata Doli, RUU IKN juga hanya terdiri dari 34 pasal dengan delapan bab, sehingga tidak memerlukan banyak waktu.

Pansus RUU IKN membagi empat klaster isu yang menjadi fokus pembahasan, yaitu: Mengenai pemindahan ibu kota, bentuk pemerintahan setelah dibangun, pembiayaan, serta nasib DKI Jakarta selanjutnya.

Namun, pembahasan RUU IKN yang dikebut ini dikritik Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Fajri Nursyamsi. Sebab, ia menilai RUU IKN ini hanya melegitimasi pekerjaan presiden yang tengah membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur.

Selain itu, RUU ini juga dinilai terlalu terburu-buru dan belum urgen dibandingkan RUU lainnya, seperti RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT), hingga RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).

“Disahkan terburu-buru tidak lepas keinginan presiden yang memindahkan ibu kota itu sudah sejak lama. RUU ini lebih melegitimasi langkah pemerintah yang sudah menjalankan proses pembangunan,” kata Fajri kepada reporter Tirto, Jumat (10/12/2021).

Jika tidak ingin disebut hanya bentuk legitimasi saja, kata Fajri, maka seharusnya pemerintah dan DPR mengesahkan RUU IKN terlebih dahulu baru membangun ibu kota baru. “Tapi sekarang malah kebalikan, ibu kota baru dibangun, baru RUU-nya dibuat," tuturnya.

Menurut Fajri, pengesahan RUU dalam waktu kurang lebih dua bulan terlalu singkat, baik dalam pembahasan di internal, hingga pandangan publik. Sebab, pembuatan RUU IKN ini seharusnya melibatkan partisipasi publik berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011. Apalagi, kata dia, di masa pandemi ini akan sangat sulit DPR menerima pandangan publik.

“Seharusnya yang dilakukan gagasannya dimatangkan dulu. Saya belum banyak melihat ya gagasan ini diperdebatkan secara terbuka. Saya lihat masih banyak pro kontra,” kata Fajri.

Maket Ibu Kota Baru

Maket Ibu Kota Baru. tirto.id/Selfie Miftahul

Hal senada diungkapkan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Ia menilai motif DPR terburu-buru mengesahkan RUU IKN karena sejak awal kesepakatan Jokowi dengan partai koalisi.

Sebagaimana halnya UU Cipta Kerja, kata Lucius, RUU IKN sebagai salah satu prioritas pemerintahan Jokowi yang tidak bisa ditolak oleh partai anggota koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf.

“Motif lainnya, kepentingan terkait perebutan peluang baik proyek maupun obyek investasi lain yang di dalamnya elite terlibat, baik pemerintah, partai politik maupun pengusaha,” kata Lucius kepada reporter Tirto.

Lucius juga mengkritisi jumlah anggota Pansus RUU IKN yang melebihi ketentuan yang diatur pada Pasal 104 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Sebab, jumlah anggota Pansus RUU IKN seharusnya maksimal 30 orang, tapi DPR menetapkan 56 anggota.

“Caranya sudah coboi sejak awal. Jika tata tertib saja sudah dikangkangi, RUU ini akan cacat secara formil. Bisa saja sama seperti UU Ciptaker yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK," kata Lucius.

Menurut dia, selain kemungkinan mengabaikan prosedur, pembahasan super cepat RUU IKN bisa mengancam RUU lain yang sesungguhnya paling krusial dan dibutuhkan publik saat ini, yaitu: RUU TPKS, RUU PDP, serta RUU Penanganan Bencana.

“Sejumlah RUU yang dibutuhkan publik ini selalu akan dikorbankan ketika DPR dan pemerintah sudah bersekutu menginginkan sebuah RUU yang menjadi prioritas elite seperti RUU IKN ini,” kata dia.

Anggota Pansus RUU IKN, Suryadi Jaya Purnama juga meminta agar pembahasan RUU IKN ini tidak tergesa-gesa. “Padahal masalah yang dibahas pada RUU ini cukup kompleks,” kata politikus PKS ini seperti dikutip Antara.

Suryadi menilai butuh waktu untuk melakukan pembahasan agar dapat menampung lebih banyak masukan dari masyarakat. Menurutnya, ada beberapa substansi yang harus dikritisi, seperti terkait pilihan lokasi pemindahan ibu kota negara ke daerah Penajam Paser Utara.

“Kemudian juga pemilihan waktu pemindahan, mekanisme pemindahan serta bentuk pemerintahan IKN dan masalah pembiayaan,” kata dia.

AKSES MASUK IBU KOTA BARU

Foto aerial proyek Tol Balikpapan-Samarinda yang melintasi wilayah Samboja di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). Gardu tol di Samboja akan menjadi salah satu ases masuk Ibu kota baru dari arah Samarinda dan Balikpapan. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

Respons Pansus IKN & Baleg

Ketua Pansus RUU IKN Ahmad Doli mengatakan pihaknya akan menyerap aspirasi masyarakat dan telah membagi tugas untuk mendatangi sejumlah kampus. Pansus akan membuka seluas-luasnya masukan dari masyarakat terkait perbaikan RUU IKN dari Jakarta ke Kalimantan.

“Tapi karena ini sesuatu yang penting, kami juga perlu mendengarkan aspirasi masyarakat kemudian kita datangi yang kampus-kampus di seluruh Indonesia,” kata Doli.

Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi membantah pembahasan RUU IKN terburu-buru. Dia mengatakan pengesahannya berdasarkan dinamika yang ada di lapangan nanti.

“Kalau ternyata selesai lebih cepat, kenapa musti diulur-ulur? Bukankah banyak membahas UU dalam waktu sebentar?" kata Baidowi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat (10/12/2021).

Sekretaris Fraksi PPP DPR RI itu menuturkan, alasan RUU TPKS dan PRT belum juga disahkan karena baru menjadi RUU inisiatif DPR. “Kan belum pembahasan, kok disahkan? Kan baru jadi usul inisiatif DPR toh," ucapnya.

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Awiek ini pun mewajarkan pandangan jika RUU IKN sebagai bentuk legitimasi Jokowi dalam memindahkan ibu kota baru. “Namanya UU ya sebagai payung hukum, ya sebagai legitimasi. Semua UU begitu. Ndak ada yang aneh,” kata pria asal Madura ini.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco menjelaskan alasan jumlah anggota Pansus RUU IKN sebanyak 56 melebihi UU Nomor 1 tahun 2020 tentang tata tertib. Ia sebut karena kompleksitas dan substansi yang dibahas merupakan lintas komisi.

Baca juga artikel terkait IBU KOTA BARU atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz