Menuju konten utama

Moratorium PMI ke Malaysia, DPR Minta Pengawasan Diperketat

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Daulay mendukung pemerintah menyetop sementara pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) sektor domestik ke Malaysia.

Moratorium PMI ke Malaysia, DPR Minta Pengawasan Diperketat
Sejumlah Pekerja Migran Indonesia Bermasalah (PMIB) duduk di jalan sebelum dideportasi melalui PLBN Entikong di Komplek Imigresen Tebedu, Sarawak, Malaysia, Kamis (28/4/2022). ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/nym.

tirto.id - Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mendukung kebijakan pemerintah yang melakukan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) sektor domestik ke Malaysia. Penghentian sementara itu imbas pelanggaran dalam nota kesepahaman (MoU) tentang Penempatan dan Perlindungan PMI Sektor Domestik di Malaysia yang diteken pada 1 April 2022.

"Kan sudah ada MoU. Dalam penilaian saya itu sangat kuat. Sebab, ditandatangani di depan presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malaysia. Mestinya, sejak ada penandatanganan MoU itu, proses penempatan PMI sudah tidak lagi pakai cara lama," kata Saleh dalam keterangan tertulis, Jumat (15/7/2022).

Saleh mengkritik sejumlah kesepakatan yang bersifat administratif antara pemerintah Indonesia dan Malaysia yang tidak dilaksanakan secara konsisten. Hal itu yang dinilai berpotensi merugikan PMI.

"Harus lebih teradministrasi dan terpantau secara baik. Dengan begitu, kondisi seluruh PMI yang ada di Malaysia dapat dipastikan kenyamanan dan keamanannya," kata dia.

Saleh menyampaikan sejumlah catatan kepada pemerintah, antara lain mengenai pengawasan dan jaminan bahwa tidak ada pengiriman PMI secara ilegal dan non-prosedural ke Malaysia. Ia bilang angan sampai keputusan moratorium ini malah membuat PMI berangkat tanpa melalui jalur formal ke Malaysia.

"Moratorium seperti ini kan sudah dilakukan ke negara-negara Timur Tengah. Faktanya, PMI tetap berangkat secara informal dan non-prosedural. Saya mendapat informasi, jumlahnya sangat banyak," kata dia.

"Artinya, moratorium itu tidak memperbaiki keadaan sebagaimana yang diinginkan. Justru, ada masalah baru dimana perlindungan PMI semakin tidak tertangani karena tidak terpantau," imbuhnya.

Salah menilai saat seorang PMI berangkat menggunakan jalur ilegal maka haknya sebagai pekerja tidak terjamin, seperti jam kerja, gaji hingga rawan menjadi korban kejahatan.

"Yang pergi secara non-prosedural pasti akan tetap sembunyi. Sembunyi pas berangkat. Sembunyi setelah sampai di tempat kerja. Nah, jika nanti ada masalah, barulah pemerintah kesulitan," ujarnya.

Di sisi lain, Saleh meminta pemerintah membuka pelatihan kerja hingga lapangan pekerjaan di dalam negeri.

"Andai kata pun harus pergi ke luar negeri, pekerjaan yang ditargetkan adalah pekerjaan formal. Sedapat mungkin harus dihindari pengiriman PMI informal yang bekerja pada bisang domestik," harapnya.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menghentikan sementara penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) sektor domestik ke Malaysia. Ida beralasan Negeri Jiran itu tidak mengikuti nota kesepahaman (MoU/Memorandum of Understanding) untuk menerapkan sistem satu kanal (one channel system).

MoU itu menyatakan penempatan lewat sistem satu kanal sebagai satu-satunya cara menempatkan PMI sektor domestik ke Malaysia.

Baca juga artikel terkait PEKERJA MIGRAN INDONESIA atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Gilang Ramadhan