Menuju konten utama

Moeldoko Klaim KUHP Baru Pakai Paradigma Pemidanaan Modern

Pemerintah mengelu-elukan KUHP baru yang telah disahkan DPR. Mereka mengeklaim bahwa produk hukum tersebut meninggalkan paradigma pemidanaan era kolonial.

Moeldoko Klaim KUHP Baru Pakai Paradigma Pemidanaan Modern
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko bersiap menyampaikan keterangan terkait kondisi keamanan terkini di Papua, di Jakarta, Kamis (21/7/2022). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.

tirto.id - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengeklaim kehadiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan DPR pada 6 Desember 2022 lalu menandakan Indonesia punya hukum pidana sendiri yang sesuai dengan nilai luhur bangsa.

"77 Tahun sudah Indonesia merdeka, baru sekarang lah Indonesia memiliki kodifikasi hukum pidananya sendiri yang merefleksikan nilai-nilai Indonesia, hak asasi manusia, hingga paradigma pemidanaan yang modern, jauh meninggalkan paradigma KUHP lama zaman pemerintah kolonial Hindia-Belanda," ucap Moeldoko dalam keterangan yang diterima, Senin (12/12/2022).

Sementara itu, Gubernur Lemhanas Andi Widjojanto mengeklaim keberadaan KUHP baru perlu ditindaklanjuti dengan penguatan otonomi Indonesia. Hal itu juga akan menghilangkan persepsi intervensi asing di Indonesia.

"Secara geopolitik, pasca pengesahan KUHP Indonesia perlu menegaskan otonomi strategis (strategic autonomy) Indonesia. Hal demikian diperkuat dengan mematahkan intervensi asing terhadap kedaulatan hukum Indonesia," jelas Andi.

Dia menambahkan, pihak-pihak tersebut harus menerima dan memahami evolusi pembangunan hukum Indonesia. "Pembangunan hukum di Indonesia telah dilakukan dengan mengadopsi perkembangan paradigma hukum pidana modern serta memperhatikan kebutuhan untuk memperkuat konsolidasi demokrasi di Indonesia," tutur Andi.

AKSI TOLAK PENGESAHAN RKUHP

Sejumlah aktivis dari gabungan sejumlah elemen masyarakat membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/12/2022). Mereka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). ANTARA FOTO/Darryl Ramadhan/tom.

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan bahwa secara pragmatis dalam setiap produk hukum yang dilahirkan akan ada perbedaan pandangan yang mewarnai dinamika.

Untuk itu, Jaleswari menekankan bahwa sebagai negara hukum dan demokrasi, Indonesia sudah memiliki mekanisme untuk menyelesaikan berbagai perbedaan pandangan tersebut.

"Kita sudah memiliki mekanisme yang berbasiskan pada prinsip negara hukum dan demokrasi dalam menyelesaikan perbedaan pandangan terkait dengan produk hukum berupa undang-undang melalui koridor judicial review di Mahkamah Konstitusi. Pemerintah tentu akan menghormati proses hukum tersebut bila kemudian ada bagian dari kelompok masyarakat yang menguji KUHP ke Mahkamah Konstitusi," tutur Jaleswari.

Pengesahan RKUHP oleh DPR ditentang habis oleh koalisi masyarakat sipil. Koalisi menilai produk hukum yang dirumuskan parlemen bersama pemerintah jauh dari semangat keadilan. Pasal-pasal yang ada di dalam KUHP dinilai memuat norma yang kontroversial serta rawan digunakan sebagai alat kriminalisasi.

Selain itu, sejumlah pasal dalam KUHP yang baru juga dinilai mengancam kebebasan pers sebagaimana ditegaskan oleh Dewan Pers. Pemerintah dan DPR juga disebut mengabaikan masukan publik terkait perumusan beleid ini.

Baca juga artikel terkait PENGESAHAN RKUHP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky