Menuju konten utama

Moeldoko akan Polisikan Peneliti ICW bila Tak Jawab Somasi

Tim hukum Moeldoko tunggu klarifikasi & permintaan maaf Egy Primayoga secara langsung dalam kurun waktu 5x24 jam. Jika tidak, Egy akan dilaporkan ke polisi.

Moeldoko akan Polisikan Peneliti ICW bila Tak Jawab Somasi
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko memberi keterangan pers di kediamannya kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (3/2/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.

tirto.id - Tim kuasa hukum Moeldoko mengirimkan surat somasi terakhir kepada peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egy Primayoga terkait tuduhan Kepala Staf Kepresidenan itu berburu rente dalam perkara obat Ivermectin.

Mereka menunggu klarifikasi resmi dari Egy dan meminta maaf secara langsung dalam kurun waktu 5x24 jam. Jika tidak, mereka akan resmi melaporkan Egy ke polisi.

"Apabila tidak dicabut [pernyataan] saya nyatakan dengan tegas pak Moeldoko, kami sebagai kuasa hukum akan melapor ke kepolisian jadi kami tidak akan berhenti karena ini negara hukum," kata kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan dalam konferensi pers daring, Jumat (20/8/2021).

Otto menuturkan mereka sudah melakukan somasi sebanyak dua kali. Dalam somasi tersebut, Egy secara pribadi tidak merespon. Pihak yang merespon justru Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.

Berdasarkan hasil somasi tersebut, pihak Moeldoko mengklaim mereka semakin yakin ada mens rea atau unsur pelanggaran pidana dalam tudingan berburu rente Ivermectin dan ekspor beras yang dialamatkan kepada Moeldoko.

Mereka menilai basis penelitian ICW tidak dengan bukti kuat dan telah menimbulkan kerugian moril bagi Moeldoko. Otto mengutip pernyataan kubu ICW dalam satu kesempatan bahwa organisasi sipil antikorupsi itu mengakui ada misinformasi.

"Lah ini sudah tegas dia mengaku ini misinformasi tapi enggak mau minta maaf. Nah ini kan mens reanya jelas di sini. Jadi itu sebabnya saya katakan bahwa mens rea itu menurut kami terbukti," kata Otto.

Otto semakin yakin kasus tuduhan Ivermectin telah melanggar pasal 27 dan pasal 45 UU ITE. Ia beralasan, informasi yang disampaikan Egy memuat ketidakbenaran informasi dan disampaikan lewat daring, baik lewat laman maupun youtube.

Ia pun memastikan pelaporan hanya akan bersifat kepada individu Egy karena ICW bukan intansi lembaga hukum.

"ICW ini kan bukan lembaga hukum saya lihat ya. Di sana pun saya lihat itu adalah koordinator. Jadi bukan ada direktur, bukan badan hukum. Oleh karena itu yang kami laporkan itu pasti adalah saudara Egy dan saudara yang satu lagi itu yang menulis itu Miftah," kata Otto.

Otto pun menuturkan, pelapor pun bukan hanya dirinya. Ia akan mengupayakan agar Moeldoko ikut bersikap serta melaporkan langsung ke polisi jika dalam 5x24 jam somasi ketiga mereka tidak direspon dan ICW tidak meminta maaf.

"Kami sudah saya berharap nanti pak Moeldoko setelah 5 hari kemudian ternyata dari saudara Egy tidak mencabut dan minta maaf, mungkin Pak Moeldoko sendiri nanti akan muncul menyatakan sikapnya tegas kepada publik," kata Otto.

Polemik berburu rente Ivermectin yang menyeret Moeldoko berawal saat ICW menemukan indikasi Moeldoko mengambil untung dalam penanganan pandemi lewat obat Ivermectin.

Selain nama Moeldoko, anak Moeldoko Josefina pun disebut mendapat untung lewat PT Noorpay. Pihak Moeldoko membantah tudingan tersebut dan mengajukan somasi kepada Egy Primayoga selaku peneliti ICW yang mempublikasikan laporan tersebut ke publik.

Namun ICW menilai somasi Moeldoko lewat kuasa hukum mereka, Otto Hasibuan salah alamat. Mereka meningatkan ICW bekerja dalam rangka memantau kinerja pejabat publik dalam upaya pengawasan pemerintahan.

"Pemantauan terhadap kinerja pejabat publik dalam bingkai penelitian merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dijamin dalam konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan banyak kesepakatan internasional. Jadi, bagi ICW, pendapat kuasa hukum Moeldoko jelas keliru dan menunjukkan ketidakpahaman terhadap nilai-nilai demokrasi," kata salah satu kuasa hukum ICW, M. Isnur dalam keterangan, Sabtu (7/8/2021).

Baca juga artikel terkait IVERMECTIN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto