Menuju konten utama

Modus Jokowi Incar Suara Santri Lewat Kebijakan Bersarung Sehari

Rencana Jokowi menerapkan kebijakan bersarung sehari dinilai positif, tapi secara politik hal ini dianggap sebagai taktik mengincar suara santri.

Modus Jokowi Incar Suara Santri Lewat Kebijakan Bersarung Sehari
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso (kanan) berbincang dengan nasabah Bank Wakaf Mikro (BWM) di Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar, Jombang, Jawa Timur, Selasa (18/12/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Calon presiden (capres) petahana Joko Widodo (Jokowi) mewacanakan kebijakan memakai sarung selama satu hari dalam kurun waktu tertentu jika kembali terpilih sebagai presiden. Kebijakan ini sebagai bentuk penghargaan terhadap salah satu kekayaan budaya Indonesia.

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai rencana yang digulirkan Jokowi bertujuan untuk mendulang suara di kalangan santri, terutama di Pulau Jawa. Adi juga menilai pernyataan Jokowi bisa merangkul pelaku industri sarung.

"Sarung kan identik dengan industri kalangan menengah. Kedua sarung ini identik dengan kalangan santri," kata Adi kepada Tirto, Selasa (5/3/2019).

Adi melihat kalangan santri saat ini belum solid mendukung Jokowi-Ma'ruf, meskipun menurut berbagai lembaga survei mereka unggul di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Adi menilai pernyataan Jokowi sangat positif meski tak memiliki efek elektoral.

"Dia ingin merangkul masyarakat tradisional. Meski ini tak ada tendensi politiknya, ya pernyataan ini menguntungkan," kata Adi.

Tak Perlu Dilembagakan

Sementara Direktur Eksekutif Wahid Institute, Mujtaba Hamdi menilai imbauan Jokowi kepada masyarakat untuk memakai sarung sebagai hal baik. Dengan membiasakan diri memakai sarung, kata dia, masyarakat Indonesia bisa mempertahankan budaya dan tradisi sendiri.

"Ini sangat penting sebagai strategi kebudayaan. Nanti Malaysia klaim baru tergopoh-gopoh," kata Hamdi kepada reporter Tirto, Senin (5/3/2019).

Menurut Hamdi, sarung bukan semata-mata milik entitas tertentu seperti umat Islam. Sarung memang sering dipakai oleh orang-orang pesantren, tapi di beberapa daerah sarung juga dipakai oleh non muslim.

Meski dinilai sebagai hal positif, Hamdi meminta pemakaian sarung tidak perlu menjadi kewajiban formal. Ia beralasan setiap orang belum tentu nyaman menggunakan sarung.

"Jangan sampai jadi kewajiban formal. Dulu kan ada pemakaian batik kan bagus juga. Tapi jangan sampai yang nggak pakai itu diberi sanksi," tegasnya.

Jokowi Diminta Bicara Hal Mendasar

Namun wacana kebijakan pemakaian sarung ini dikritik kubu Prabowo Subianto-Sandiga Uno. Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon kebijakan tersebut bukan hal utama yang harus diurusi presiden.

"Aduh enggak mutulah. Sayang sekali ya kalau urusan ini [ajakan pakai sarung] urusan remeh temeh. Pak Jokowi sekarang ini harus bicara hal-hal yang besar, yang mendasar," kata Fadli di Kompleks Parleman RI, Selasa (4/3/2019).

Menurut Fadli, hal besar yang perlu dilakukan oleh Jokowi yaitu meningkatkan perekonomian Indonesia. Wakil Ketua Dewan DPR itu mengatakan pemakaian sarung adalah urusan pribadi setiap orang.

"Pak Prabowo itu tiap hari juga pakai sarung, tiap hari, begitu sampe di rumah sarungan, dan enggak perlu pakai pencitraan di foto sarungan, itu sudah dilakukan berpuluh tahun," ujarnya.

Jangan Dipolitisasi

Namun Direktur Komunikasi Politik TKN, Usman Kansong menampik apabila tindakan Jokowi dikaitkan dengan politik. Meski salah satu tokoh yang mempopulerkan sarung adalah Abdul Wahab dari Nahdlatul Ulama, menurut Usman tindakan Jokowi bukan untuk merangkul kalangan santri.

"Memang tidak harus dilihat dari urgensinya, tapi dilihat dari sisi substansi dan apa yang bisa dicapai kalau itu dilakukan," kata Usman kepada reporter Tirto.

Usman menegaskan, wacana yang digulirkan Jokowi bertujuan untuk mendorong perekonomian dan budaya Indonesia. Menurutnya, hal ini tak perlu dipermasalahkan karena sama dengan imbauan pemakaian batik.

Ia memastikan pemakaian sarung tidak akan dipaksakan seperti pemakaian batik. Hal tersebut diserahkan kepada pembuat kebijakan masing-masing.

"Dari sisi budaya, sarung kan budaya kita. Enggak banyak negara yang punya sarung. Dan kedua kan ini industri kreatif. Kalau banyak orang pakai sarung kan menghidupkan industri kreatif," jelasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Gilang Ramadhan