Menuju konten utama

Mobil Dinas KPK Penanda Hancurnya Citra Kesederhanaan 16 Tahun

Selama empat periode kepemimpinan di KPK selalu menolak mobil dinas hingga datang usulan mobil mewah dari Firli Bahuri.

Mobil Dinas KPK Penanda Hancurnya Citra Kesederhanaan 16 Tahun
Ketua KPK Firli Bahuri bersiap menjalani sidang etik dengan agenda pembacaan putusan di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi jilid V di bawah komando Firli Bahuri mengajukan anggaran pembelian mobil dinas kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Mobil dinas untuk ketua, yang adalah Firli sendiri, senilai Rp1,45 miliar, sementara wakil ketua masing-masing Rp1 miliar dan dewan pengawas serta pejabat eselon 1 Rp702 juta.

Nilai dan spesifikasi mobil untuk Firli sekelas kendaraan baru para menteri dan pimpinan MPR serta DPR. Tahun lalu, Kementerian Sekretariat Negara membagikan 101 unit Toyota Crown 2.5 HV G-Executive, sedan premium terbaru buatan Jepang.

Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri membuka kemungkinan anggaran untuk itu lebih kecil. "Masih dalam pembahasan terutama terkait detail rincian pagu anggaran untuk masing-masing unit," kata Ali.

KPK berdalih sejak berdiri pada 2003, para pejabatnya hanya menggunakan kendaraan pribadi. Selama empat periode, KPK memang tak mengenal mobil dinas untuk para pimpinan. Tawaran mobil dinas sebenarnya sudah muncul sejak jilid I, namun ditolak dan berlaku hingga jilid IV.

Era kepemimpinan Firli, ketika KPK berusia 16 tahun, justru terang-terangan mengusulkan mobil dinas.

Mobil dinas diklaim bakal menunjang kinerja pemberantasan korupsi, alasan yang tak menghindarkan mereka dari kritik. Pimpinan KPK jilid IV, Saut Situmorang, menyarankan Firli pakai uang tunjangan transportasi untuk kredit mobil baru saja. Toh gajinya cukup besar. Gaji Firli totalnya Rp123,9 juta per bulan, termasuk tunjangan transportasi Rp29,5 juta.

Berdasar pengalamannya, mobil dinas pimpinan cukup Toyota Kijang Innova. Lagipula tak ada relevansi jenis mobil dengan pemberantasan korupsi.

"Tunjangan transportasi [pimpinan KPK] jilid I sampai IV itu lebih dari cukup untuk melakukan penindakan dan pencegahan," ujar Saut, Jumat (16/10/2020).

Tak Pantas

Kabar mobil dinas mewah muncul setelah Firli disanksi ringan akibat melanggar kode etik. Dewan Pengawas KPK menjatuhkannya teguran tertulis karena menggunakan helikopter pada 20 Juni 2020 dari Palembang ke Baturaja.

Sanksi itu sendiri menambah panjang daftar cela Firli di KPK. Dalam enam bulan terakhir, KPK hanya dua kali operasi tangkap tangan ketika pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya paling sedikit lima kali.

Di era Firli juga 34 pekerja mengundurkan diri hingga Oktober. Paling anyar adalah Febri Diansyah, yang jabatan terakhirnya kepala biro hubungan masyarakat. Febri bilang ia mundur karena lembaga ini telah berubah haluan sejak revisi undang-undang KPK disahkan tahun lalu.

Pengunduran diri Febri bertepatan dengan isu pengadaan mobil dinas baru. Mantan juru bicara KPK ini kali terakhir masuk kerja Jumat kemarin.

Sebelum merebak isu mobil dinas, KPK juga disorot mengenai usulan kenaikan gaji para komisioner. Gaji total Firli diusulkan naik berlipatdua menjadi Rp300 juta namun tak ada kabar pembahasan setelah diprotes tak sensitif karena kondisi negara tengah dilanda wabah Corona.

Mantan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengkritik dengan nada serupa. Menurutnya keinginan memiliki mobil dinas di tengah pandemi menebalkan citra tak berempatinya pimpinan saat ini.

"Pimpinan KPK dan seluruh jajarannya harus berempati pada kondisi bangsa yang orang miskinnya masih mencapai 20 jutaan dan penambahan kemiskinan baru akibat COVID-19--yang menurut BPS--sebanyak 26,42 juta, sehingga kurang pantas untuk meminta fasilitas negara di saat masyarakat masih prihatin seperti sekarang," kata Laode.

Ia lantas mengingatkan jika ini terealisasi, nilai-nilai independensi dan kesederhanaan pejabat KPK akan luntur.

Sementara peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut piminan KPK tak etis dan serakah.

Sampai sekarang, belum ada pernyataan dari pimpinan KPK yang mengarah ke pembatalan rencana. Justru penolakan muncul dari Dewan Pengawas KPK, yang mengaku tak pernah ikut pembahasan.

“Dewas tak pernah ikut pembahasan dan menolak mobil dinas,” begitu pernyataan menolak dari anggota Syamsuddin Haris dan Albertina Ho serta ketua Tumpak Hatorangan Panggabean.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino