Menuju konten utama

MK Gelar Sidang Perdana Gugatan JR UU MD3 dari 4 Organisasi Buruh

Empat organisasi buruh, yakni KPBI, KASBI, KSBSI dan Sindikasi mengajukan gugatan uji materi atau judicial review (JR) terhadap pasal 73, pasal 122 huruf l dan pasal 245 UU MD3.

MK Gelar Sidang Perdana Gugatan JR UU MD3 dari 4 Organisasi Buruh
(Ilustrasi) Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Hakim MK Aswanto dan Suhartoyo memimpin sidang pengujian UU No. 2 Tahun 2018 tentang MD3 (3/4/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menggelar sidang perdana uji materi terhadap UU MD3 atau UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, pada Rabu (2/5/2018).

Judicial review (JR) tersebut diajukan oleh 4 organisasi buruh, yakni Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi).

Gugatan uji materi itu diwakili tim kuasa hukum dari LBH Jakarta, LBH Pers dan Imparsial. Tim kuasa hukum pemohon terdiri atas Alghiffari Aqsa, Pratiwi Febry, Nawawi Bahrudin, dan kawan-kawan.

Empat organisasi buruh pemohon uji materi dan tiga lembaga yang menjadi kuasa hukumnya tergabung dalam aliansi bernama Tim Advokasi Rakyat untuk Demokrasi.

Uji materi UU MD3 itu didaftarkan ke MK pada 17 April 2018. Gugatan tersebut mempermasalahkan pasal 73 ayat (2), (4), (5) dan (6), dan pasal 122 huruf l, serta pasal 245 UU MD3. Pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal itu. Sebagai catatan, MK telah menerima 9 permohonan gugatan uji materi terkait dengan pasal yang sama.

Pasal 73 UU MD3 mengatur kewenangan DPR melakukan pemanggilan paksa dengan bantuan kepolisian terhadap pihak yang mangkir dari panggilan dewan. Adapun pasal 122 huruf l memberikan kewenangan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengambil langkah hukum kepada pihak yang merendahkan kehormatan dewan dan anggota DPR.

Sedangkan pasal 245 berkaitan dengan ketentuan pemanggilan anggota dewan oleh penegak hukum yang harus dengan persetujuan Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD.

Tim Advokasi Rakyat untuk Demokrasi menilai bahwa tiga pasal dalam UU MD3 tersebut berpotensi besar mengebiri supremasi hukum dan memotong akses warga terhadap kebebasan berpendapat.

“Dua faktor [dampak] tersebut membahayakan demokrasi,” demikian keterangan resmi Tim Advokasi yang diterima oleh Tirto.

Dalam keterangan resminya, Tim Advokasi Rakyat untuk Demokrasi menjelaskan lima dasar gugatan uji materi terhadap tiga pasal UU MD3 tersebut.

Pertama, kewenangan pemanggilan paksa oleh DPR bertentangan dengan fungsinya sebagai lembaga legislatif dan konsep negara hukum, seperti dimandatkan Pasal 20a ayat (2) dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Kedua, tidak ada standar jelas tentang perkara yang memungkinkan warga negara dapat dipanggil secara paksa dan disandera atas perintah DPR. Hal ini berpotensi melanggar hak atas kepastian hukum yang adil seperti dimandatkan Pasal 28 d ayat (1) UUD 1945. Pemanggilan paksa oleh DPR juga melanggar hak atas persamaan di muka hukum, seperti diatur Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.

Ketiga, terdapat kekosongan hukum acara di pelaksanaan pemanggilan paksa yang diatur UU MD3. Ini berpotensi melanggar hak atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil seperti dimandatkan Pasal 28 d ayat (1) UUD 1945. UU MD3 seharusnya juga hanya berlaku bagi internal DPR.

Keempat, rumusan tentang merendahkan kehormatan DPR di UU MD3 berpotensi melanggar hak atas kebebasan berpendapat, seperti dimandatkan Pasal 28 c ayat (2), 28 e ayat (2) dan (3) UUD 1945. Kewenangan DPR mengambil langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan DPR dan anggota dewan juga bertentangan dengan fungsi lembaga legistatif dan konsep negara hukum, seperti diatur UUD 1945.

Kelima, prosedur izin pemanggilan dan pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum di UU MD3 melawan prinsip kesetaraan di muka hukum dan bersifat diskriminatif sehingga tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), 28 d ayat (1) dan 28 i ayat (2) UUD 1945. Selain itu, prosedur izin itu bertentangan dengan prinsip independensi peradilan yang dijamin Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.

Baca juga artikel terkait UU MD3 atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom