Menuju konten utama

Mitos-Mitos di Sekitar Makam Keramat

Beragam kesaktian menyelimuti sosok yang jadi magnet peziarah. Tuturannya makin ajaib seiring dikisahkan dari mulut ke mulut dan melewati beragam zaman.

Mitos-Mitos di Sekitar Makam Keramat
Seorang peziarah membaca doa di area makam Habib Hasan Al Haddad, Jakarta Utara, Jumat (9/6). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Menjelang siang pada akhir Mei lalu, Idham Chalid, 44 tahun, duduk bersila di hadapan makam yang tertutup kelambu hitam. Sesaat kemudian matanya terpejam. Mulutnya mendaraskan Surat Yasin, lalu berzikir dan berdoa. Sekira 30 menit kemudian Idham berdiri. Meninggalkan ruangan makam dengan sikap takzim.

Di pengujung bulan Syakban menjelang Ramadan, orang-orang seperti Idham mudah ditemui di kompleks pemakaman keramat Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad atau Habib Kuncung. Makam ini terletak di ujung Jalan Rawa Jati Timur, Kalibata.

Idham berkata ia sudah berziarah ke makam Habib Kuncung sejak sekolah dasar. “Orangtua saya almarhum kalau ziarah ke sini,” kata pria asli Betawi asal Tambun Rengas, Cakung, Jakarta Timur ini.

Melebihi sekadar meneruskan tradisi, Idham percaya bahwa berziarah ke makam Habib Kuncung bisa mendatangkan berkah, memudahkan doanya terkabul, atau paling tidak menenteramkan hati. Ini karena Habib Kuncung adalah keturunan Nabi Muhammad yang ia percaya memiliki keramat semasa hidupnya.

“Beliau, kan, zuriah rasul. Orang saleh. Insyaallah kalau kita dekat dengan orang saleh, kita ikut jadi saleh,” ujarnya.

Kepercayaan Idham terhadap kekeramatan Habib Kuncung tidak datang dari pengalaman pribadi. Ia muncul dari cerita banyak orang. Melalui ayah dan para guru mengajinya, Idham mendengar bahwa kawasan sekitar makam pernah mengalami kekeringan. Namun, setelah Habib Kuncung menancapkan sesuatu ke tanah, tiba-tiba air muncul di bagian tanah lain hingga menjadi kolam.

“Dulu waktu SD, saya sering mandi di sana, sekarang sudah tidak ada,” kenang Idham.

Jadidah, peziarah lain, punya cerita bahwa dari kisah yang ia dengar, Habib Kuncung pernah membuat mogok kereta api di zaman Hindia Belanda lantaran ia dilarang naik. Kereta itu baru bisa jalan setelah sang habib diperbolehkan naik.

Meski telah lama menziarahi makam Habib Kuncung, Idham dan Jadidah tidak tahu banyak saat ditanya apa peran Habib Kuncung dalam siar Islam.

“Kalau sejarah beliau cuma tahu sekadarnya. Yang saya tau karamah beliau dan beliau ulama besar,” kata Idham.

Sila baca artikel Tirto terkait topik relevan:

Mereka Datang ke Nusantara Demi Cincin Sulaiman

Mereka yang Habib dan Bukan Habib

Tuturan Fantastis

Muhammad Al Haddad, seorang pengurus makam, mengatakan Habib Kuncung ialah Waliyullah yang pernah belajar agama kepada Habib Abdurrahman Bin Abdullah Al Habsyi (Habib Cikini) dan Habib Abdullah bin Muksin Alatas (Habib Empang, Bogor). Tidak ada catatan yang dapat dipercaya kapan Habib Kuncung lahir dan meninggal. Sejumlah catatan menyebut ia lahir di Hadramaut, sebuah lembah di negeri Yaman, pada 14 November 1838, dan meninggal sekitar tahun 1926.

“Beliau silsilahnya nyambung ke Rasulullah. Jadi masih keturunan Nabi Muhammad,” ujarnya.

Julukan “Kuncung” didapat karena ia senang memakai kopiah berbentuk kerucut—disebut kuncung oleh masyarakat. Sayangnya, Al Haddad tak memberi banyak informasi mengenai peran dakwah Habib Kuncung, alih-alih lebih asik menceritakan beragam keramat dan mitos Habib Kuncung.

Ia, misalnya, menceritakan saat jenazah Habib Kuncung akan dimakamkan sempat terjadi keanehan. Saat itu, usai disalatkan, orang-orang tidak mampu mengangkat jenazah Habib Kuncung ke liang lahat di kompleks pemakaman milik keluarga Habib Toha bin Ja’far Al Haddad.

Akhirnya Habib Toha melakukan salat sunah bisyarah untuk mencari petunjuk. Dari situ diketahui bahwa Habib Kuncung ingin dikuburkan di pemakaman keluarga Habib Abdullah bin Ja’far Al Haddad seperti yang ada sekarang.

Kisah lain: Habib Kuncung bisa menyembuhkan luka hanya sekali usapan tangan, mampu mengetahui petaka bahkan kematian yang akan menimpa seseorang, pernah memainkan seruling di dalam masjid yang jika dilihat oleh sesama wali maka bunyi serulingnya merupakan lafaz Allah, hingga mengubah seruling menjadi tasbih.

Meski ceritanya sukar dibuktikan, tetapi Al Haddad seolah punya pembenaran agar orang percaya dengan apa yang ia sampaikan.

“Para Waliyullah mendapat rahmat Allah tidak dari banyaknya ibadah tapi karena hati dermawan. Dia menolong manusia kesusahan, merendahkan pandangan dari dunia,” katanya.

Kisah-kisah keramat Habib Kuncung suka tidak suka telah membuat sosok tersebut bak mitos ketimbang kenyataan. Makna habib atau wali juga bergeser dari orang saleh menjadi orang sakti.

Di sejumlah makam keramat lain di Jakarta, mitos juga gampang ditemui. Di Makam Habib Ali Al Habsy Kwitang, saya mendengar cerita tentang sumur yang dipercaya bisa menyembuhkan pelbagai macam penyakit. Menurut seorang penjaga makam yang enggan disebutkan namanya, sumur itu digali sendiri oleh sang habib dengan sekali pukulan.

Infografik HL Ziarah

Mitos yang Memicu Amuk

Pada Rabu 14 April 2010 darah tumpah di muka makam keramat Mbah Priok, kawasan Koja, Jakarta Utara. Tiga orang Satuan polisi pamong praja DKI Jakarta meninggal dan ratusan orang mengalami luka serius. Bentrok terjadi saat pasukan Kantib itu hendak mengeksekusi lahan di area pemakaman Mbah Priok. Ahli waris dan warga menolak karena menilai Mbah Priok bukan tokoh biasa. Ia adalah penyebar agama Islam dan seorang tokoh keramat. Mbah Priok disebut-sebut bisa mengubah beras menjadi nasi hanya dengan doa dan memasukkannya ke balik jubah.

Padahal, menurut pemerhati sejarah Jakarta JJ Rizal, cerita yang beredar di masyarakat tentang Mbah Priok disebutnya fiktif. Menurutnya, Mbah Priok bukanlah seorang penyiar agama Islam di Jawa, melainkan hanya seorang anak buah kapal asal Palembang. Nama Mbah Priok juga tidak pernah disebutkan dalam pelbagai kajian tentang perkembangan Islam di Jakarta.

“Begitupun dengan dokumen-dokumen sejarah yang merekam keberadaan komunitas Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara, termasuk karya LWC van den Berg pada 1886 silam, juga tidak didapati nama Mbah Priok di dalamnya,” ujar Rizal dalam Republika. (Buku LWC van den Berg telah diterjemahkan dengan judul Orang Arab di Nusantara, terbitan Komunitas Bambu tempat Rizal bekerja)

Mbah Priok, kata Rizal, meninggal saat akan melakukan ziarah ke makam Habib Husain Alaydrus di Batam dan ke makam Wali Songo dengan rute Palembang-Bangka-Belitung-Batavia. Namun, belum sampai di Batavia, Mbah Priok meninggal dunia.

Ia dimakamkan di Pondok Dayung dan kemudian dipindahkan ke TPU Dobo. Pada 1997 Makam Mbah Priok dipindahkan ke Semper, Jakarta Utara. Rizal meyakini bahwa lokasi yang pernah akan digusur Satpol PP dan diyakini sebagai makam Mbah Priok adalah petilasan belaka.

Baca juga artikel terkait ZIARAH atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Humaniora
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Fahri Salam