Menuju konten utama

Kenapa Anemia Sering Terjadi pada Perempuan?

Mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) secara rutin dapat membantu mengatasi anemia.

Kenapa Anemia Sering Terjadi pada Perempuan?
Ilustrasi anemia perempuan. tirto.id/Quita

tirto.id - Anemia. Nama penyakit ini tentu akrab di telingamu sejak kamu duduk di bangku akhir SD atau awal SMP—ketika sebagian besar murid perempuan di kelasmu mulai menstruasi.

Sayangnya, kondisi medis yang lekat dengan perempuan ini kerap disepelekan. Padahal, jika dibiarkan, anemia bisa berlanjut dari masa remaja sampai kelak kamu hamil dan diturunkan pada bayimu.

WHO menyebut anemia sebagai keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah daripada nilai normal. Ia juga diartikan sebagai kondisi saat jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologi tubuh.

Perempuan dewasa yang tidak hamil bisa dikategorikan sebagai penderita anemia apabila konsentrasi Hb dalam tubuhnya <12 g/dL, sementara pada ibu hamil <11 g/dL.

Di kalangan ibu hamil, anemia acap kali disamakan dengan problem tekanan darah atau tensi.

“Sering para ibu hamil anemia mengelak dengan mengatakan tensi mereka normal. Padahal itu dua hal yang berbeda,” kata Prof. dr. Endang Laksminingsih, MPH., Dr.PH, ahli gizi sekaligus Koordinator Positive Deviance Resource Center (PDRC) di bawah naungan Universitas Indonesia.

Hemoglobin terbentuk dari gabungan protein dan zat besi (Fe) yang ada di dalam sel darah merah. Apabila kamu kekurangan salah satu dari Fe, protein, asam folat, vitamin B12 atau vitamin A maka kadar Hb ikut berkurang. Kondisi inilah yang disebut anemia.

Sementara itu, tekanan darah merujuk pada tekanan yang dihasilkan pompa jantung untuk menggerakkan darah ke seluruh tubuh.

Dalam satu molekul Hb terdapat empat Fe yang masing-masing mengikat satu oksigen. Oksigen dalam Hb itu kemudian diedarkan ke seluruh tubuh untuk mengaktifkan fungsi otot dan otak. Seseorang yang mengalami anemia, akan mengalami efek mulai dari lesu dan lemas, sampai menurunkan tingkat kecerdasan.

Berdasarkan data WHO tahun 2019, prevalensi anemia pada perempuan usia reproduktif 15-49 tahun di penjuru dunia mencapai 29,9 persen atau setara dengan lebih dari 500 juta jiwa—dengan nyaris separuhnya, sebanyak 234 juta jiwa, ditemukan di kawasan Asia Tenggara saja.

Ilustrasi Anemia Perempuan

Ilustrasi Anemia Perempuan. FOTO/iStockphoto

Di Indonesia, menurut Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2018, anemia menyerang 38,5 persen balita (bayi di bawah 5 tahun). Persentasenya pada anak usia 5-14 tahun sebesar 26,8 persen dan pada kategori usia 15-24 tahun sekitar 32 persen (artinya, anemia ditemukan pada 1 dari 3 anak muda). Angka ini semakin tinggi pada ibu hamil yaitu 48,9 persen.

Endang menambahkan, idealnya kamu mulai memperhatikan asupan hemoglobin sejak masa remaja, atau setelah mengalami menstruasi. Tujuannya agar kamu tetap punya Hb yang cukup saat mencapai masa kehamilan.

Masa kritis pembentukan organ tubuh janin berada di 8 minggu pertama kehamilan. Sayangnya, di masa itu banyak perempuan belum menyadari kehamilannya, sehingga banyak yang menderita anemia. Padahal, pada masa itulah gizi dalam tubuhnya disedot oleh janin untuk berkembang.

Jika ibu kekurangan Hb, janin akan menyesuaikan dan berkembang tanpa Hb cukup. Kelak, mereka juga akan menderita anemia seperti ibunya. Masalahnya, kekurangan zat gizi di awal kehamilan tak bisa diperbaiki di bulan berikutnya. Apa artinya? Artinya, kamu harus mempersiapkan asupan Hb jauh-jauh sebelum hamil.

“Perempuan remaja yang tidak anemia sewaktu hamil berisiko anemia karena kebutuhan meningkat tajam. Apalagi yang [sejak remaja sudah] anemia,” kata Endang.

Itulah alasan di balik prevalensi penderita anemia yang meningkat dari perempuan remaja ke ibu hamil. Selain anemia yang menurun pada anak, anemia pada ibu hamil juga bisa menyebabkan bayi lahir dengan berat rendah, prematur, dan pendarahan.

Kebiasaan Buruk Penyebab Anemia

Ternyata ada juga kebiasaan sepele yang bisa meningkatkan risiko terserang anemia. Ini berlaku bagi kamu yang suka minum teh hijau setelah makan dengan maksud meluruhkan lemak tubuh, termasuk yang gemar minum teh, kopi, atau susu setelah makan.

Meminum teh, kopi, dan susu setelah makan bisa membuat tubuh kehilangan Fe yang berujung pada anemia. Kandungan tanin dan fitat pada teh dan kopi, serta kalsium dan fosfor dalam susu, bisa mengikat zat besi sehingga sulit diserap. Apakah lantas jenis minuman di atas terlarang bagi perempuan? Tidak juga. Kamu tetap bisa menikmati teh, kopi atau susu, asalkan memberi jarak waktu sekitar dua jam setelah makan makanan berat.

Sayangnya, tanpa tes darah, anemia sulit dideteksi karena memiliki gejala serupa defisiensi zat gizi lain. Gejalanya cukup lazim, seperti kulit pucat, mata kekuningan, otot lemas, pusing, pingsan, lelah, limpa membesar atau bahkan serangan jantung.

“Saat menstruasi, sel darah merahnya keluar, otomatis segala zat yang ada di sana termasuk Fe, protein, dan lain-lain, juga ikut keluar,” papar Endang.

Selain menstruasi dan kekurangan vitamin, beberapa penyebab anemia lain adalah infeksi. Misalnya cacingan, malaria, TBC, HIV/AIDS. Atau penyakit hemolitik seperti thalasemia.

bahan Makanan Fe

Bahan Makanan Fe. FOTO/iStockphoto

Lalu, apa yang bisa kamu lakukan untuk menghindari anemia?

Yang utama tentu dengan konsumsi makanan bergizi seimbang terutama kaya zat besi, vitamin B dan C meliputi sayuran hijau seperti bayam atau kale, daging sapi merah dan ayam, hati, ikan dan produk laut, polong-polongan, kacang-kacangan dan biji dan ragam buah seperti jeruk, pepaya, mangga, stroberi, beet.

Konsumsi tablet tambah darah (TTD) juga sangat dianjurkan. Merujuk pada pedoman pemberian TTD yang diterbitkan Kementerian Kesehatan tahun 2020, TTD bisa diberikan kepada remaja perempuan dalam jangka seminggu sekali atau total 52 tablet selama satu tahun penuh, sementara pada ibu hamil minimal total 90 tablet selama proses kehamilan. Tablet disarankan dikonsumsi bersama dengan makanan yang mengandung vitamin C, jus buah jeruk misalnya, agar penyerapannya lebih baik.

Tenang saja, konsumsi TTD sama sekali tidak membahayakan.

Tubuh kita pada dasarnya bisa mengatur penyerapan besi. Jika jumlah zat besi mencukupi, kelebihannya akan dibuang melalui feses.

Jangan lupa, perhatikan efek samping TTD seperti mual, muntah, perut perih, feses berwarna hitam, dan konstipasi atau sembelit. Biasanya, efek samping ini, nih, salah faktor yang membuat seseorang malas mengonsumsinya. Benar, nggak?

*Artikel ini pernah tayang di tirto.id dan kini telah diubah sesuai dengan kebutuhan redaksional diajeng.

Baca juga artikel terkait ANEMIA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani & Sekar Kinasih