Menuju konten utama
11 Juni 2005

Mike Tyson Pensiun Setelah Menelan Kekalahan Beruntun

Kekalahan pertama Mike Tyson terjadi pada 11 Februari 1990 di pertandingan ke-10 mempertahankan gelarnya. 

Mike Tyson Pensiun Setelah Menelan Kekalahan Beruntun
Ilustrasi Mozaik Mike Tyson. tirto.id/Sabit

tirto.id - “Meski para pandit melihat Tyson sebagai petinju yang tidak lagi fokus dan tidak disiplin, [tapi] malam ini akan terasa pendek dan menyakitkan bagi McBride,” ujar komentator Steve Albert saat membuka pertandingan tinju kelas berat non-gelar di Washington DC pada 11 Juni 2005, tepat hari ini 16 tahun lalu.

Wasit kawakan Joe Cortez didaulat memimpin jalannya pertandingan antara Mike Tyson melawan Kevin McBride. Lima belas detik menjelang bel tanda berakhirnya ronde ke-6, Steve Albert berkomentar lagi. Prediksinya melenceng.

“Kevin McBride, sang petualang ini, membuat Mike Tyson terlihat seperti petinju kelas berat amatiran,” katanya.

Sepuluh detik kemudian, Tyson akhirnya terduduk di sisi ring tanpa tenaga dan tanpa ambisi untuk menang. Ketika bel berbunyi, ia bahkan kesulitan untuk berdiri dan agak memohon supaya dibantu oleh Joe Cortez. Namun terdapat aturan resmi yang melarang wasit membantu salah satu petinju. Joe Cortez pun tak membantunya.

Meski akhirnya dengan lunglai berhasil duduk di kursi yang disiapkan di sudutnya, Tyson tidak melawan lagi. Ia menyerah. Kubu Kevin McBride bangkit dan merayakan kemenangan.

Kevin McBride sebetulnya bukan petinju yang terlalu hebat. Ia bukan Muhammad Ali atau Joe Frazier. McBride adalah petinju Irlandia yang biasa-biasa saja. Oleh karena itu, para komentator berspekulasi kekalahan ini akan membuat Mike Tyson mulai berpikir untuk pensiun dari ring tinju. Dan wawancara setelah pertandingan akhirnya mengonfirmasi spekulasi itu.

“Saya ingin terus lanjut, tapi setelah kekalahan ini, saya sadar bahwa saya tidak lagi di sana. Saya bisa terus bugar tapi saya tidak punya hasrat bertinju lagi,” kata Mike Tyson.

Datang, Pukul, Pulang

Sepanjang kariernya, Mike Tyson dikenal sebagai petinju yang sangat ganas. Ia mampu berkelit dari pukulan lawan-lawannya sambil mempersiapkan pukulan mematikan dan menghempaskan mereka di kanvas ring. Dalam banyak pertandingan, pukulan mematikannya bahkan sanggup memukul jatuh lawan di ronde pertama. Tidak jarang, penonton kecewa karena setelah menunggu sekian lama, pertandingan Tyson justru berlangsung kurang dari 3 menit sebab lawannya keburu tumbang.

Tyson punya gaya yang jauh berbeda dengan Muhammad Ali yang gemar mendikte lawan dan mengulur waktu pertandingan untuk menghibur penonton. Sementara bagi Tyson, prinsipnya tidak pernah berubah: datang, pukul jatuh lawan di ronde pertama, lalu pulang dan menagih bayaran dari promotor.

Prinsip itu ia lakukan, misalnya, ketika melawan Marvis Frazier pada 26 Juli 1986. Putra dari legenda tinju Joe Frazier ini dihempaskan tak berdaya dengan dua kali uppercut dan dua kali power punch yang beruntun. Marvis Frazier tersungkur di pojok ring. Setelah dirawat cepat oleh tim dokter, ia bisa berdiri lagi dan kedua petinju pun berpelukan saling menghormati.

Empat bulan kemudian, kegemilangan Tyson di atas ring mengantarkannya pada kesempatan untuk merebut gelar juara dunia. Ia mendapat jadwal naik ring melawan Trevor Berbick, petinju kelahiran Jamaika yang pernah mengalahkan Muhammad Ali pada 1981. Ketika melawan Tyson, Berbick berusia 32 tahun, sementara Tyson belum genap 21 tahun.

Tyson datang ke ring dengan rekor yang sangat gemilang: 27 kemenangan tanpa kalah sekalipun. Dari 27 kemenangan itu, 25 di antaranya adalah kemenangan Knock Out (KO).

Seperti biasa, Kevin Rooney (pelatih Tyson) memeluknya persis sebelum bel tanda dimulainya ronde pertama. Entah apa yang ia bisikkan, yang jelas setelah bel berbunyi Tyson seperti kesetanan. Ia segera memburu Berbick. Meski kalah tinggi badan dan jangkauan lengan, namun kecepatan dan akurasi pukulan Tyson terlihat lebih baik di beberapa detik awal.

Belum genap satu menit, jual beli pukulan sudah tampak sangat menegangkan. Semua jurus sudah keluar mulai dari hook, uppercut, straight, hingga power punch. Tapi kelincahan kedua petinju membuat pertandingan semakin seru dan tampak imbang.

Tiga puluh detik jelang berakhirnya ronde pertama, Berbick sempat kecolongan. Kombinasi pukulan kiri dan kanan Tyson sempat masuk dan membuat Berbick agak sempoyongan sebelum akhirnya diselamatkan oleh bel.

Pada ronde ke-2, pertandingan mulai tak seimbang. Baru sepuluh detik berjalan, bogem kanan Tyson membuat Berbick mencium kanvas ring. Setelah berhasil berdiri dan melanjutkan pertandingan, Berbick lebih banyak melarikan diri dari Tyson. Lalu di akhir ronde ke-2, Berbick kembali jatuh. Setelah dua kali berusaha berdiri dan sempoyongan, Mills Lane, wasit yang memimpin pertandingan, akhirnya memeluk Berbick tanda pertandingan dihentikan.

Juara dunia baru telah muncul. Mike Tyson didaulat sebagai juara dunia tinju kelas berat versi WBC dan juara kelas berat termuda sepanjang sejarah tinju. Ia mempertahankan gelarnya dalam sembilan pertandingan, termasuk melawan petinju legendaris Larry Holmes pada 22 Januari 1988.

Kasus Pemerkosaan dan Kekalahan Beruntun

Petaka itu datang di pertandingan ke-10 mempertahankan gelarnya. Mike Tyson melawan James ‘Buster’ Douglas di Tokyo Dome, Jepang, pada 11 Februari 1990. Pertandingan ini tidak berlangsung cepat. Kedua petinju baku pukul hingga ronde ke-10, ketika Mike Tyson akhirnya tersungkur tak berdaya. Pelindung giginya bahkan terlempar akibat dahsyatnya pukulan Douglas.

Meski kalah, kepopuleran Tyson tidak hilang begitu saja. Gaya brutalnya di atas ring membuatnya tetap punya karisma yang luar biasa. Empat kali pertandingan non-gelar ia menangkan hingga 1991. Dua di antaranya melawan Donovan Ruddock yang juga dikenal beringas.

Tapi para pandit menilai lawan sesungguhnya bagi Tyson di generasinya adalah juara kelas berat lain, Evander Holyfield. Sebelum dihubungkan dengan Mike Tyson, tidak banyak orang yang mengenal Holyfield. Ia bukan tipe media darling seperti Muhammad Ali, atau petinju yang suka pamer kekuatan seperti Mike Tyson. Tapi kekuatan dan kehebatannya berani diadu.

Media AS menganggap rivalitas ini bahan olahan yang menarik. Di satu sisi, Tyson tidak punya rival. Sementara di sisi lain, Holyfield butuh legitimasi atas sabuk juaranya. Maklum, publik dan media menilai seorang juara dunia sejati di generasi itu harus terlebih dulu mengalahkan Mike Tyson.

Pada 4 September 1991, konferensi pers yang mengumumkan pertandingan Tyson melawan Holyfield digelar. Meski baru kalah dari James Douglas, kepercayaan diri Tyson tidak luntur.

“Saya yakin hotdog yang anda beli tidak akan sampai dingin,” kata Tyson ketika menjawab pertanyaan wartawan tentang prediksinya melawan Holyfield.

Namun, pertandingan itu batal digelar. Cedera tulang rusuk yang diderita Tyson kala melakukan latih tanding membuatnya tidak mungkin menjalankan pertandingan. Terlebih, pada 10 Februari 1992 ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tuduhan memerkosa salah seorang kontestan ratu kecantikan. Tyson pun harus mendekam 3 tahun di penjara.

Infografik Mozaik Mike Tyson

Infografik Mozaik Mike Tyson. tirto.id/Sabit

Menanggapi kasus yang menimpa Tyson, Alex Wallau (analis tinju) sempat berkomentar yang kian memanaskan rivalitas Tyson-Holyfield.

“Kita yang bekerja di media punya tanggung jawab menceritakan kegemilangan Tyson di ring. Tapi ia sendiri harus bertanggung jawab atas apapun yang ia lakukan dalam hidupnya termasuk di kamar hotel malam itu. Sekarang kita punya juara dunia baru, namanya Evander Holyfield.”

Bertolak belakang dengan Tyson, Holyfield adalah tipe petinju baik-baik. Banyak yang menduga, hidupnya yang jauh dari kontroversi itulah yang membuat popularitasnya tidak seluas Mike Tyson. Ia Kristen yang taat. Rajin sembahyang dan kerap mengikuti ritual penyembuhan pendeta Benny Hint. Holyfield mengaku dirinya adalah praying person dan tidak suka dekat dengan masalah.

Tiga tahun kemudian Tyson keluar dari penjara sebagai mualaf dan kembali berlatih. Kesempatan mempertemukannya dengan Holyfield kembali terbuka. Konferensi pers kembali digelar pada November 1996. Tyson difavoritkan menang.

Dalam pertandingan yang digelar pada 9 November 1996, Tyson nyatanya kalah. Sempat tersungkur di ronde ke-6, ia dinyatakan kalah TKO di ronde ke-11. Wasit menghentikan pertandingan setelah Tyson berulang kali menerima bogem mentah tanpa perlawanan. Usai pertandingan, Holyfield berkomentar:

“Ini untuk kamu semua. Pertandingan ini membuktikan bahwa orang baik-baik juga bisa menjadi juara tinju kelas berat.”

Menggigit Kuping dan Keok Lagi

Di masa kecil, Tyson hidup dalam keadaan serba sulit. Ia tumbuh di jalanan. Sementara itu, karena badannya relatif lebih kecil dibandingkan kawan seusianya, ia sering dirisak. Orang yang berjasa membawanya keluar dari lingkungan seperti itu dan mengenalkannya pada dunia tinju adalah pelatih tinju legendaris Constantine ‘Cus’ D’Amato.

“Waktu kecil, saya adalah tipe anak yang selalu diintimidasi oleh teman-teman dan orang lain. Cus-lah yang menyelamatkan hidup saya,” kata Tyson dalam otobiografinya yang berjudul Iron Ambition: My Life with Cus D’Amato (2017:13).

Cus D’Amato adalah pelatih yang merupakan tutor bagi pelatih tinju generasi berikutnya seperti Teddy Atlas dan Kevin Rooney. Cus juga tokoh utama di balik gaya bertinju Peek-a Boo, yaitu gaya bertinju yang menekuk kedua tangan dan membuat kuda-kuda dengan dua kepalan tangan di bawah dagu. Gaya ini banyak dikritik karena dianggap tidak bisa menghasilkan serangan yang efektif. Tapi di luar kritikan itu, nama-nama besar dunia tinju sempat muncul membawa gaya ini seperti Mike Tyson, Jose Torres, dan Floyd Patterson.

Usai kekalahan dari Holyfield, perhatian Tyson langsung ditujukan ke pertandingan ulang yang memang telah dijadwalkan. Pada 28 Juni 1997 tanding ulang pun digelar. Rupanya pertandingan ini menjadi salah satu pertandingan tinju paling bersejarah. Pasalnya, di ronde ke-3, Tyson yang sedang dirangkul mendadak menggigit telinga kanan Holyfield yang langsung melompat kesakitan.

Dalam pertandingan yang digelar di MGM Grand Garden Arena, Las Vegas, seperti biasa Tyson banyak menyerang. Di awal ronde ketiga, wasit Mills Lane bahkan harus memaksanya kembali ke sudut untuk memasang pelindung gigi yang lupa dipasangnya. Insiden menggigit kuping itu kemudian memaksa Lane menghentikan pertandingan. Tyson didiskualifikasi dan Holyfield dinyatakan kembali jadi juara.

Bagi Holyfield yang terus bertinju hingga memutuskan pensiun pada tahun 2011, insiden inilah yang justru membuat namanya selalu diingat publik tinju. Sementara bagi Tyson, setelah insiden ini ia hanya satu kali berusaha merebut gelar juara dunia dengan menantang Lennox Lewis pada 2002. Setelah tersungkur melawan Lewis, ia keok lagi saat melawan Kevin McBride pada 11 Juni 2005 dan memutuskan pensiun.

Baca juga artikel terkait MIKE TYSON atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Olahraga
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Irfan Teguh